Bab 1

912 Kata
"Ibu… Ibu, kenapa?" tanya Sisil saat wanita itu baru saja pulang kerja. Wanita paruh baya itu tidak menjawab. Dia hanya memegangi dadanya yang terasa sesak. Sisil yang panik langsung menaruh tasnya kemudian mendekati ibunya. "Ibu, tahan sebentar ya. Kita akan ke rumah sakit sekarang." Sisil pun membuka dompetnya, air matanya pun luruh saat melihat hanya ada sepuluh uang dua ribuan. "Aku akan minta tolong dokter Govar. Aku yakin dia mau membantuku," gumamnya. Sisil pun menelepon dokter Govar, dokter yang praktek di klinik depan rumahnya. "Dokter, saya minta tolong. Periksa ibu saya, Dok. Dia sesak napas. Untuk ke dokter, saya masih belum memiliki uang, Dok," aku Sisil dengan jujur. Beberapa saat kemudian, dokter Govar pun datang dan langsung memeriksa ibunya. Lelaki itu menghela napas panjang. "Bagaimana keadaanya, Dok?" tanya Sisil saat dokter itu baru saja keluar dari kamarnya. "Jantungnya semakin melemah," jawab dokter itu dengan nada tegas. "Jika tidak segera operasi, hidupnya mungkin tidak akan lama lagi." Kata-kata itu meluruh lantahkankan dunia Sisil. Jantungnya berdegup kencang, nyaris tak percaya dengan kenyataan yang baru saja didengarnya. "Berapa biayanya, Dok?" tanya Sisil dengan suara gemetar. Dokter menghela napas panjang. "Setidaknya 250 juta untuk operasi plus perawatan lanjutan." Mendengar angka sebesar itu, tubuh Sisil melemas. "Ya Tuhan, uang dari mana sebanyak itu? Pinjam sama Bos pun tak mungkin boleh, hutangku yang kemarin saja belum lunas," gumam Sisil. Sisil menatap rumah kecilnya. Seandainya rumah ini tidak digadaikan, mungkin, dia bisa menjualnya untuk membiayai operasi ibunya. Namun, rumah ini masih dalam cicilan, itupun Sisil sudah nunggak 3 bulan. "Apa kamu tidak punya asuransi kesehatan yang dari pemerintah?" tanya dokter itu. Sisil menggelengkan kepalanya. Dulu, dia memang berasal dari keluarga kaya. Namun, setelah ayahnya meninggal, dan ibunya sering sakit-sakitan, semua harta peninggalan ayahnya perlahan habis untuk mengobati ibunya. "Begini saja, Om akan membantu memberi pengobatan untuk sementara. Kamu urus saja asuransi kesehatan yang gratis. Setelah itu, bawa ibumu ke rumah sakit," usul dokter Govar. Sisil hanya bisa mengangguk lalu mengantar dokter paruh baya itu keluar. Setelah dokter pergi, Sisil terduduk di lantai dengan kepala tertunduk. Air matanya jatuh tanpa henti. Tidak ada keluarga yang bisa ia mintai tolong, dan teman-temannya pun sama miskinnya seperti dirinya. “Apa aku harus menyerah?” pikir Sisil putus asa. Tapi bayangan ibunya yang tersenyum penuh kasih sejak kecil membuat Sisil menggigit bibirnya. Tidak, ia tidak akan menyerah. Kalau aku menunggu mengurus asuransi, bisa-bisa ibuku tidak tertolong." Sisil membuka ponselnya dengan tangan gemetar, mencoba mencari informasi tentang pinjaman uang atau pekerjaan dengan bayaran besar. Namun semua itu tampak mustahil hingga sebuah iklan yang mencolok menarik perhatiannya. “Dicari ibu pengganti. Bayaran besar hingga miliaran rupiah. Hubungi nomor ini.” Mata Sisil membelalak. Ibu pengganti? Bukankah itu berarti harus mengandung bayi untuk orang lain? Senyum pun terbit di wajah Sisil, itu artinya, dia bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya jika dia berhasil mengandung bayi itu. Dengan tangan bergetar, Sisil akhirnya mengetik pesan singkat ke nomor yang tertera. "Saya tertarik menjadi ibu pengganti. Bisa beri informasi lebih lanjut?" Tak butuh waktu lama, balasan masuk. "Besok pagi, datang ke kantor Surya Fertility Center. Kami akan menjelaskan detailnya." Sisil menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. "Semoga apa yang aku lakukan ini bisa menyelamatkan nyawa Ibu." Sisil tidak peduli, bahkan jika harus menjual diripun akan Sisil lakukan asalkan ibunya tertolong. Apalagi hanya sebagai Ibu Pengganti. --- Keesokan harinya, Sisil sedikit ragu untuk masuk ke dalam kantor Fertility Center. Namun, dia kembali menguatkan hatinya bahwa ini semua demi ibunya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" "Saya Sisil. Saya yang kemarin mengirim pesan untuk menawarkan diri sebagai... ibu pengganti," jawab Sisil dengan suara pelan. "Oh, silakan ke ruang konsultasi di lantai dua. Dokter sudah menunggu." Sisil mengikuti petunjuk resepsionis dan akhirnya sampai di ruangan luas dengan dinding putih bersih. Seorang wanita berjas putih tersenyum ramah kepadanya. "Selamat datang, Sisil. Nama saya Dokter Anya. Silakan duduk." Sisil duduk dengan gugup, jantungnya berdegup kencang. "Saya ingin tahu lebih banyak tentang Program Ibu pengganti ini," ucap Sisil langsung. "Tentu," jawab Dokter Anya. "Klien kami adalah pasangan suami istri yang sulit memiliki keturunan. Dan embrio dari mereka berdua lah yang akan dititipkan di rahim Anda. Selama masa kehamilan, semua kebutuhan Anda akan ditanggung oleh klien kami. Setelah bayi lahir, Anda akan menerima pembayaran sesuai perjanjian. Namun sebelum itu semua, Anda akan menjalani serangkaian tes untuk melihat apakah rahim Anda cukup subur untuk menerima embrio itu." Sisil menelan ludah. "Berapa bayaran yang akan saya terima?" "Untuk kontrak ini, Anda akan mendapatkan 1 miliar rupiah." Mata Sisil membesar. Jumlah itu cukup untuk menyelamatkan ibunya dan melunasi semua hutang mereka. "Apakah bisa dibayar seperuhnya di awal. Saya butuh uang. Jika bisa, maka saya akan bersedia menandatangani surat perjanjian?" tanya Sisil. Dokter itu terdiam sejenak. "Mungkin, jika embrio yang ditanamkan berhasil, Anda bisa menerima uang seperuhnya terlebih dahulu." Sisil pun mengangguk. "Apa ada syarat khusus?" "Hanya satu," ujar Dokter Anya dengan senyum tipis. "Anda tidak boleh terlibat secara emosional dengan pasangan yang menitipkan bayi tersebut. Karena nantinya, Anda akan sering berhubungan dengan klien kami." Sisil mengangguk meski hatinya berdebar. Ini hanya transaksi bisnis, tidak lebih. Dia yakin tidak akan mungkin jatuh cinta pada orang lain. Cintanya hanya untuk Keanu. "Siapa pasangan yang akan menitipkan bayinya?" tanya Sisil pada akhirnya. Dokter itu tersenyum ramah. "Kamu akan tahu nanti. Mereka masih dalam perjalanan, sebentar lagi sampai." Beberapa saat kemudian, pintu ruangan terbuka. Seorang pria tinggi dengan wajah dingin masuk ke ruangan bergandengan dengan wanita cantik dan seksi. Sisil menahan napas saat mengenali sosok itu. "Kamu…" bisiknya tak percaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN