Jena dan Karina melangkah menuju ruang aula Teater dengan kedua lengan yang bertautan. Kedua gadis itu sedari tadi membicarakan banyak hal, kemudian tertawa bersamaan. Menurut Jena, Karina adalah sosok yang asik saat diajak mengobrol. Bahkan ketika Karina memulai topik obrolan terlebih dahulu, gadis itu selanjutnya terus menyambung percakapan mereka ke topik pembahasan yang lain. Dari tentang dunia ekskul hingga pada percakapan tentang noda baju di seragam OSIS Karina di sekolah sebelumnya.
Seminggu yang lalu Karina sudah memutuskan untuk masuk ke ekskul Teater bersama Jena. Dan hal itu tentu saja langsung disambut baik oleh Jena. Dengan Karina yang mengikuti ekskul Teater bersamanya, artinya ia memiliki teman yang sama dalam segi hobi. Akting.
"Terus bisa ilang gimana noda kena cat itu?" tanya Jena masih terkekeh geli ketika mendengar cerita dari Karina itu.
Cerita tentang noda di seragam OSIS-nya yang bahkan sangat susah dihilangkan dengan cara apapun. Noda bekas cat ketika sedang mata pelajaran Seni Kebudayaan tema melukis. Jena mendadak penasaran dengan ending cerita Karina itu.
"Direndam pakai air hangat berhari-hari, terus abis itu dikasih pemutih, deh." Karina menerawang lagi sembari menatap ruang besar di depannya.
"Ilang nodanya?" tanya Jena, mengulangi lagi pertanyaan yang tadi. Ia benar-benar penasaran.
Karina mengangguk, lalu detik kemudian gadis itu tertawa menatap Jena. "Ilang," ucapnya cepat. "Beserta semua seratnya."
Jena yang tadinya hendak tersenyum dan senang dengan mengira Happy Ending, namun mendadak harus kecewa. Ia mencebik bibirnya. "Ih, kirain nodanya beneran bisa ilang!"
Karina tertawa geli. "Ya, nggak dong, Jen. Baju gue jadi rusak."
Jena yang kesal itu akhirnya ikut tertawa sembari menatap Karina dari samping. Tubuh Karina yang lebih tinggi dari Jena itu terguncang ketika tertawa, mengakibatkan Jena ikut tertawa.
"Ada-ada aja sih, lo, Rin!" Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tawa kedua gadis itu menggelegar ke sepenjuru aula. Aula besar yang biasanya menjadi tempat pementasan ekskul Teater itu sangat sepi, sehingga suara sekecil apapun akan mudah terdengar.
Jena akhirnya menggiring Karina menuju ruangan di sudut aula, yang menjadi ruang untuk berkumpul anak-anak Teater, ruang yang terhubung langsung dengan belakang panggung. Ruang itu bersebelahan dengan ruangan yang berisikan wardrobe beserta perlengkapan pementasan seperti lighting itu.
Gilang adalah orang yang menyambut mereka berdua pertama kali ketika Jena dan Karina memasuki ruangan itu.
"Akhirnya kalian datang juga." Gilang tersenyum dengan ramah.
Ia tersenyum kepada Jena, dan berikutnya mata cowok itu bergerak menatap sosok cantik di sebelah Jena. "Karina, 'kan?" tanyanya.
Orang yang dipanggil namanya itu tentu saja langsung menganggukkan kepalanya berulang kali. "Iya, Kak. Gue Karina."
Gilang langsung mengernyitkan dahinya itu ketika mendengar perkataan Karina. "Kak? Gue seangkatan kalian lagi." Gilang tak menyangka akan mendapatkan kalimat hinaan halus seperti itu.
Artinya wajahnya jauh lebih dewasa dari usianya. Ya, 'kan?
"Eh?" Karina otomatis langsung membekap bibirnya sendiri. Ia seketika merasa tak enak karena telah menyangka Gilang adalah kakak kelasnya.
"Maaf, maaf."
Jena yang melihat hal lucu itu terjadi di depan matanya langsung, sontak tertawa. Ia terbahak sampai meneteskan airmata di sudut matanya.
"Gak usah minta maaf, Rin. Muka dia emang tua kok," ujar Jena sekaligus meledek Gilang yang memanyunkan bibirnya itu.
"Enak aja lo!" Gilang tak terima dikatai seperti itu dan pura-pura hendak meninju Jena, namun cowok itu tak sengaja bersepandang dengan Karina. Maka reflek tangannya pun turun.
Ya, sebagai Ketua Ekskul tentu saja ia harus menjaga nama baiknya.
"Silakan duduk."
Jena dan Karina sontak bergegas duduk ke kursi yang masih kosong itu. Ternyata sedari tadi Gilang sudah menunggu Jena dan Karina sebelum memulai jalannya rapat.
Mia, teman satu ekskul Jena itu langsung menyambut Jena yang memilih untuk duduk di sampingnya itu.
"Kita kedatangan anggota baru!" Gilang mulai bersuara yang memenuhi seluruh ruangan.
Tatapannya mengedar sebelum melanjutkan lagi ucapannya.
"Karena puncak acara ulang tahun sekolah tinggal sebentar lagi dan kita semua kekurangan person untuk peran tambahan yang baru dikonfirmasi kemarin, maka Karina lah yang akan mengisi tempat itu. Dia juga sudah gue lihat akan menjadi orang yang tepat."
Seluruh anggota ekskul itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Namun, Karina belum sepenuhnya resmi menjadi anggota. Dia harus mengikuti pelantikan khusus terlebih dahulu bersama dengan anak-anak yang lain." Gilang tersenyum dengan lebar.
Kemudian cowok itu menatap Karina yang juga tengah menatapnya. Maka detik selanjutnya Gilang langsung mempersilahkan gadis itu untuk memperkenalkan dirinya di depan ruangan.
"Gue Karina, teman sekelasnya Jena. Mohon bimbingannya!"
***
Jun melangkah menuju ruang ekskul Dance dengan kedua tangan yang ia masukkan ke saku celananya. Tidak seperti biasanya di mana ia akan tersenyum dan menyapa ramah kepada siapapun yang melintas di depannya, kali ini cowok itu tak melakukan hal itu. Ia justru terdiam, dengan wajah datarnya dan tampak sekali menghindari tatapan semua orang.
Tadi ia sengaja menghindari Jena dan lainnya, karena ia masih memerlukan waktu untuk mencerna semua hal mengejutkan yang dikatakan oleh Jena itu. Jun masih belum bisa memahami bahwa bagaimana bisa ada tiga orang yang bereinkarnasi sekaligus ke dalam satu waktu. Bersamaan. Di waktu yang sama persis.
Bagaimana itu mungkin?
Kaki Jun terus melangkah menyusuri koridor lantai satu, yang akan membawanya menuju ruangan Dance. Cowok itu mempercepat langkahnya ketika pintu ruang Dance itu sudah di depan mata.
Ruangan di depan matanya itu masih terkunci rapat-rapat. Menandakan bahwa tak ada siapapun di dalamnya. Tentu saja, siapa yang mau merelakan jam makan siangnya demi mendatangi ruang ekskul Dance itu? Ia tahu bahwa teman-teman satu ekskulnya itu tak akan mau ke ruang ekskul Dance jika tidak sedang kegiatan.
Hanya Jun seorang yang mau melakukan hal itu.
Setiap ada masalah atau hendak merenungkan sesuatu, Jun pasti akan datang ke ruang Dance. Karena hanya di dalam ruangan itu lah Jun bisa menenangkan dirinya dalam kesendirian. Reinkarnasi atau apalah itu namanya, sungguh membuat Jun pusing belakangan ini. Dan ia kesal akan hal itu.
Jun menggelengkan kepalanya menepis semua lamunannya itu. Dengan segera ia mengeluarkan kunci dari dalam sakunya itu dan cepat-cepat membuka pintu itu. Dan dalam sekali hentak, pintu itu terbuka lebar menampilkan ruangan besar yang masih gelap gulita.
Jun perlahan melangkah masuk ke dalam ruang itu. Cowok itu lalu menekan saklar lampunya dan ruangan besar itu seketika menjadi terang benderang. Mata cowok itu mengedar, kemudian matanya tak sengaja menatap cermin berukuran besar yang terpasang di dinding ruangan. Cermin yang menampilkan pantulan dirinya sendiri di dalamnya. Perlahan kakinya melangkah mendekati cermin besar itu, dan Jun menatap pantulan dirinya lekat-lekat dalam cermin besar itu.
Matanya menyorot tajam ke dalam cermin besar itu dengan kesal.
"Siapa lo sebenarnya?"
Dada Jun naik turun ketika mengucapkan kalimat itu. Masih dengan mata yang tertuju kepada pantulan dirinya sendiri itu, Jun menyambung kembali kalimatnya.
"Apa benar ... kalau lo bereinkarnasi menjadi gue?"
***