Keheningan vila kecil itu, yang diselimuti kabut pagi yang dingin, terasa begitu damai, sangat berbeda dengan badai yang baru saja mereka lewati. Zumena terbangun di pelukan Jafran, tubuh mereka masih terjerat di sofa beludru ruang tamu. Luka emosional dari malam yang penuh ketegangan, konfrontasi, dan penyembuhan intim kini terasa seperti bekas luka lama yang mulai mengering. Memar di pipi Zumena terasa nyeri, tetapi rasa sakit itu terasa jauh lebih kecil dibandingkan dengan kepastian yang mengalir dari tubuh Jafran. Zumena mengangkat kepalanya sedikit, menatap wajah Jafran yang lelah namun damai. Dia melihat goresan di lengan Jafran, bekas pertempuran brutal yang telah dimenangkan demi dirinya. Jafran membuka matanya, dan pandangan mata mereka bertemu—pandangan yang penuh dengan pemaham

