Rumah itu sunyi. Keheningan yang turun setelah badai emosi Zumena terasa tebal, tetapi kini dibasahi oleh kehangatan dan komitmen Jafran. Jafran membawa Zumena yang rapuh ke kamar tidur utama, meletakkannya dengan lembut di ranjang besar. Tirai-tirai tebal telah ditarik, menghalangi pandangan kota Jakarta yang menghakimi, menciptakan sebuah ruang aman yang terisolasi dari dunia luar. Zumena masih gemetar. Rasa malu, ketakutan akan kehilangan Yayasan, dan stigma "w************n" yang menempelinya telah menguras tenaganya. Ia berbaring telentang, matanya menatap langit-langit, mencari-cari jawaban di sana. Jafran duduk di sampingnya. Dia tahu kata-kata tidak lagi efektif. Zumena membutuhkan kepastian fisik bahwa dia aman, dicintai, dan yang paling penting, tidak bersalah atas kejahatan yan

