Setelah satu malam yang tak terlupakan, Jafran dan Zumena perlahan merapikan diri. Napas mereka masih tersisa hangat, tubuh masih bergetar dengan sisa-sisa gairah. Zumena menata rambutnya, memperbaiki gaun hitamnya yang sedikit berantakan, sementara Jafran menyesuaikan kemeja dan jasnya. Semua dilakukan dengan gerakan cepat tapi tetap tenang, sadar akan kemungkinan ada orang lain di galeri, meski malam sudah larut. Zumena menatap cermin kecil di dinding restroom, menarik napas dalam. “Kita harus keluar sekarang sebelum ada yang curiga,” ucapnya pelan, suara masih bergetar karena ketegangan dan sisa panas malam tadi. Jafran mengangguk, matanya menatap Zumena sejenak. “Aku akan keluar duluan dan menunggu kamu di ujung lorong. Kamu keluar beberapa menit setelah aku, tapi jangan khawatir, ak

