Lampu hangat pameran lukisan menyorot setiap kanvas, menciptakan bayangan lembut di lantai yang mengkilap. Jafran melangkah pelan, matanya terus mencari sosok yang tak pernah lepas dari pikirannya. Dan di ujung ruangan … ada dia. Zumena berdiri di depan lukisan abstrak, matanya menyapu garis-garis warna dengan fokus penuh. Rambut panjangnya jatuh di bahu, gaun hitam sederhana tapi elegan membingkai tubuhnya, seolah ia sendiri bagian dari karya seni itu. Jafran menelan ludah, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia ingin mendekat, ingin mengobrol, tapi rasanya harus hati-hati. Kemudian melangkah perlahan ke arah restroom, menyadari ada Jafran yang mengikuti dari belakang. Dadanya berdebar, tapi ia tidak ingin menunjukkan ketakutan. Ada campuran amarah dan rasa penasaran di dalam hatinya. “

