Hari itu, di ruang kerjanya yang luas di lantai teratas Abimana Group, Jafran duduk di balik meja kayu gelap dengan cahaya matahari menembus jendela besar. Kopi panas masih mengepul di mug porselen di samping laptopnya, tapi ia hampir tak menyentuhnya. Matanya terpaku pada layar, jari-jarinya bergerak cepat di keyboard, membuka satu situs informasi bisnis, lalu berpindah ke media sosial, direktori perusahaan, dan artikel koran online. Ia mencari semua petunjuk tentang Zumena. Sedikit pun detail yang bisa ia temukan. Nama terakhir yang ia tahu hanyalah Sanders, sebuah keluarga yang di kalangan bisnis cukup dikenal—namun informasi pribadi Zumena nyaris nihil. Tidak ada akun media sosial yang jelas, tidak ada foto publik selain beberapa foto acara yayasan yang pernah muncul di media lokal. B

