Mobil Jafran, meluncur meninggalkan area perbukitan itu menuju apartemen Zumena. Kabin mobil terasa hening, diselimuti kehangatan dari gairah pagi yang baru saja mereda. Zumena duduk bersandar di kursi penumpang, matanya menatap pemandangan kota yang mulai sibuk oleh aktivitas malam. Jafran, yang sudah kembali mengenakan pakaiannya, fokus menyetir, sesekali melirik Zumena untuk memastikan wanita itu baik-baik saja. Suasana tenang itu tiba-tiba pecah. Jafran mendengar isakan pelan, hampir tak terdengar. Ia menoleh cepat ke arah Zumena. Air mata membasahi pipi wanita itu, Zumena menangis tanpa suara, bahunya bergetar. Jafran terkejut. Sosok Zumena yang ia kenal adalah wanita besi, penuh kontrol, dan sangat mahir menyembunyikan emosi. Melihat Zumena menangis di sampingnya adalah pemand

