Delapan

1373 Kata
Sudah 2 bulan berlalu, Ratna merasa semakin hari ia malah semakin terjerat bekerja di rumah Tuan Bara. Setiap malam ia harus bekerja sambilan yang melelahkan namun Tuan Bara akan mengganti rasa lelah itu dengan kenikmatan dan uang melimpah untuknya. Tetapi tetap saja tubuh sekecil Ratna jika terus dipakai tetap akan berdampak buruk pada kesehatannya. Akhir-akhir ini Ratna sering tak enak badan. Mungkin akibat kurang tidur karena harus mengerjakan pekerjaan sambilan yang tidak bisa ia bantah. Tuan Bara akan marah jika Ratna menolak. Daripada di marahi akhirnya Ratna hanya bisa pasrah saat tuannya memakai tubuhnya dengan rakus dari hari ke hari. Namun entah ada keberuntungan apa hari ini. Tuannya tiba-tiba mengajak Ratna untuk menginap di rumah orang tuanya. Menyuruh Ratna untuk menjaga Arsya selagi Bara mempersiapkan acara syukuran besar di rumah keluarga Bagaskara (rumah orang tua Bara). Interior rumah ini sangat luar biasa, terlihat megah. Ratna bahkan tidak henti-hentinya berdecak kagum sedari tadi saat melihat keadaan di dalamnya. Meskipun tidak jauh beda dengan isi rumah Tuan Bara namun Ratna lebih mengagumi rumah ini karena lebih luas dan lebih besar. Keadaan rumah ini masih cukup sibuk. Acara syukuran baru saja selesai beberapa menit yang lalu. Dan disinilah Ratna sekarang. Di dapur keluaga Bagaskara. Sedang mencuci piring dan gelas kotor bekas acara syukuran tadi. "Kamu udah berapa lama kerja di rumah Tuan Bara?" Ratna hampir saja menjatuhkan piring ke dalam air di wastafel saat suara seseorang menginterupsi kegiatannya. Ratna melirik ke arah samping tubuhnya dan bisa ia lihat tatapan sinis tengah dilayangkan padanya. Wajah lokal wanita itu sangat terlihat. Ratna langsung kembali fokus dengan pekerjaan. Mencuci piring dan gelas kotor sampai bersih mengkilap. "Sudah 2 bulan Mba Sari." Sari, wanita ini adalah salah satu pembantu di rumah keluarga Tuan Bara. sebenarnya sedari tadi Ratna cukup canggung dengan tatapan sinis yang selalu dilakukan wanita ini untuknya. Ratna kadang bermonolog di dalam hati. Salahnya opo toh? Perasaan Ratna tidak melakukan hal yang salah. Ratna sedari tadi rajin bantu-bantu, membereskan piring untuk acara syukuran, membantu menanak nasi. Dan juga melakukan hal yang biasa dilakukan pembantu pada umumnya. Tetapi wanita ini selalu mendelik, terlihat sangat tidak suka dengan keberadaannya. Wanita yang lebih dewasa 4 tahun dari Ratna itu terlihat mendengus. Meraih piring dengan gerakan ketus, mengelap piring yang baru selesai dicuci Ratna dengan bersih. "Kamu terlihat masih muda. Usia kamu berapa tahun?" "19 tahun Mbak." "Masih sangat muda ternyata. Kenapa Tuan Bara harus memilih kamu sih. Udah mah masih bau kencur kerjanya gak ada benernya juga. Aku padahal yang pengen kerja di sana. Nemenin Tuan Bara yang kesepian dengan perceraiannya." Ratna terdiam memperhatikan Sari dengan raut tak mengerti. "Mba Sari pengen kerja di rumah Tuan Bara toh. Nanti Ratna sampaikan ke Tuan Bara ya mba. Siapa tau Tuan membutuhkan pembantu lagi di rumah." Sari gelagapan. Ia tidak menyangka Ratna malah akan mengadukan omongannya pada Bara. Tidak! Tuan Bara tidak boleh tahu bahwa pembantu sepertinya menaruh rasa. Akan dikemanakan wajahnya. Bisa-bisa ia akan langsung di pecat dari pekerjaan ini. "Tidak jangan bilang. Awas ya kalau berani bilang. Tak gunting bibirmu." Ratna langsung menunduk takut saat Sari mengacungkan tangannya. Ratna melihat air muka Sari sudah berubah kembali saat ada yang masuk. Bi Ida, pembantu senior terlihat meletakan piring kotor lagi di wastafel. "Ratna, kamu dipanggil Tuan Bara. Suruh tidurin Arsya ke kamar Tuan." Ratna melirik Bi Ida, wanita paruh baya ini yang terlihat lebih manusiawi. Dari tatapannya terlihat sangat keibuan dan sangat baik pada Ratna. "Ah, saya belum selesai cuci piringnya Bi." "Gak papa, biar diselesaikan sama Sari. Sana, Tuan Bara udah nungguin kamu dari tadi dikamarnya. Arsya rewel nyariin kamu terus." Ratna menggangguk mengerti lalu melirik Sari yang sedang memajukan bibirnya. "Mba Sari Ratna pergi ya Mba. Nanti klau sudah beres nidurin Den Arsya Ratna ke sini lagi. Bantuin cuci piring." Sari menjawab ketus. "Yaudah jangan lama-lama." Ratna tersenyum. "Ndak akan lama kok Mba." *** Ratna melangkah pelan ke arah pintu yang ditunjuk Bi Ida sebagai kamar milik Tuan Bara. Mengetuk pintu itu, namun tidak ada balasan dari dalam. Ratna mencoba mengetuknya kembali, sampai di ketukan ke tiga kali baru kamar itu terbuka memperlihatkan wajah tampan Bara yang tengah menatap ke arahnya. "Masuk." Ratna mengangguk. Mulai mengekor di punggung Bara, kemudian matanya mengedar ke arah tempat king size yang ada Arsya di sana sedang tertidur lelap. Kening Ratna berkerut, ia berbalik menatap Tuannya yang sedang mengunci pintu Ratna semakin tidak mengerti bukannya ia disuruh ke sini untuk menidurkan Arsya. "Tuan manggil saya kemari buat nidurin Den Arsya? Den Arsyanya udah tertidur nyenyak Tuan." Pintu terkunci sempurna, Bara melangkah ke arah Ratna. Lalu tanpa perizinan mulai meraih wajah Ratna dan mencium bibir wanita itu. Sontak itu membuat Ratna terkejut. Berusaha melepaskan mulutnya yang dilumat buas oleh Bara tetapi tidak bisa. Tuannya semakin menyesap lidahnya dan yang bisa Ratna lakukan hanya melenguh pelan. Dan itu membuat lonjakan gairah Bara semakin menggebu. "Aku merindukanmu. Aku butuh pelepasan sekarang." "T-tuan." Ratna menatap Bara dengan raut penuh takut. Dari sorot mata tuannya sepertinya Bara benar-benar telah terkuasai nafsu. Lelaki itu meraih tubuh Ratna dalam gendongan dan menghempaskan tubuh mungil itu secara perlahan di ranjangnya. Berhati-hati agar putranya tidak terbangun. Bara kecup lagi bibir Ratna yang merekah. Namun sekali lagi tangan kecil itu terlihat menahan d**a bidangnya untuk menghalau Bara berbuat lebih pada bibir meranumnya. "Tuan nanti Den Arsya bangun." Seperti kata Ratna, Bara refleks melirik ke arah Arsya. Anak kecil itu tengah menggaruk pipinya, seperti terganggu dengan ulah mereka. Bara melirik Ratna lagi. Ia sudah tidak tahan ingin segera melakukan pelepasan. Namun jika tetap melakukan diranjang ini Bara pasti akan membangunkan Arsya. Tatapan Bara kini mengedar ke sekitar area kamarnya. Tidak ada tempat yang tepat untuk ia menyalurkan hasrat. Tidak mungkin kan ia melakukannya di lantai. Gadis ini pasti akan kesakitan setelah percintaan mereka selesai. Bara tidak mau ketahuan oleh orang tuanya tentang hubungan terlarang ini. Seketika otak pintar Bara memunculkan sebuah ide. Kamar mandi, ya itu tempat terbaik untuk melakukan aktivitas mengasyikan. Tidak akan ketahuan dan tidak akan ada yang mengganggu. Bara kecup bibir Ratna sekilas. "Kita lakukan di kamar mandi." Meletakan kedua tangan Ratna di pundaknya kemudian Bara bergegas menarik diri Ratna yang berbaring membawa tubuh mungil itu seperti koala di dekapannya. Ratna hanya bisa pasrah. Saat pintu kamar mandi tertutup rapat, lalu tubuhnya di letakan di atas meja wastafel. Bara dengan rencana kotornya langsung meraup bibir neranum Ratna. Namun belum selesai dengan semua itu tiba-tiba aktivitas Bara dihentikan. Pria itu cukup terganggu dengan ulah gerakan telapak tangan Ratna di wajahnya. Bara meraih tangan Ratna dan memperhatikan telapak tangan bersama jemari Ratna yang sudah mengerut. "Berapa piring yang sudah kamu cuci?" Ratna tediam sejenak. Keningnya mengernyit tidak mengerti mengapa Tuannya bertanya seperti itu. Tetapi Ratna tetap menghitung berapa piring yang sudah ia bersihkan tadi. Mencoba mengingat-ingat lagi. "Kalau ndak salah 60 lebih piring Tuan." "Sebanyak itu? Ngapain kamu cuci piring sebanyak itu. Kamu ku ajak ke sini bukan untuk bekerja tapi buat asuh Arsya." Ratna menunduk. Ada nada kesal di dalam suara Tuan Bara. Lelaki itu pasti sangat marah karena ia tidak bekerja dengan baik. "Maafkan saya Tuan. Saya ndak akan mengulanginya lagi." Menghela napas, itu yang Bara tengah lakukan sekarang. Entah kenapa Rasanya ia sangat kesal saat Ratna melakukan pekerjaan selain dari titahnya. Jelas tadi ia mendengar sendiri Ratna di panggil oleh ibunya untuk membantu para pembantu rumah ini membereskan pekerjaan yang sangat menumpuk. Dan Bara tidak suka. Ratna miliknya. Tidak boleh ada yang berani menyuruh Ratna apapun selain dirinya. Melihat kedua tangan Ratna mengerut sampai separah ini membuat Bara sangat marah. Bara mengecup kedua telapak tangan Ratna lalu mulai melucuti semua kain yang ada di tubuh Ratna. Membuat Ratna kini polos tanpa penghalang apapun. Ratna sendiri hanya diam melihat Bara yang tengah tergesa melepaskan pakaiannya. Detik selanjutnya Ratna bisa merasakan tubuhnya diraih begitu saja memasuki kotak mandi. Bara menjatuhkan tubuh Ratna tepat di bawah shower yang masih mati. Hingga kini tatapan Bara masih tertuju ke arahnya. "Aku tidak akan lagi membiarkan Mama menyuruhmu dengan seenak hati. Karena kamu milikku. Pekerjaanmu mengurus rumah, anak, sampai kebutuhan biologisku. Tidak untuk yang lain." Setelah mengatakan itu Ratna tertegun dengan jantung yang hampir meluncur jatuh saat merasakan air hangat dari Shower terasa mulai berjatuhan ke tubuhnya dan mulutnya kini mendapatkan serangan tiba-tiba dari bibir pria itu. Tuan Bara saat ini sedang menciumnya dengan penuh kelembutan. ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN