Bab 3

1109 Kata
Sean Blackwood tidak pernah menyangka akan membawa pulang wanita yang ditemuinya secara tidak sengaja. Wanita yang mencuri perhatiannya sejak pertama mereka bertemu di rumah sakit. Ketidaksengajaan yang kedua di klub seolah menjadi petunjuk bahwa ada campur tangan takdir dalam pertemuan mereka. Ciuman panas yang memabukkan dan sentuhan hangat yang menggairahkan, membuat Sean tidak pernah menyesal telah membawa wanita itu pulang. Desahan demi desahan menggema, memercikkan gairah yang kian membara. Sean mendorong Elena ke dinding, menahan tangan wanita itu di atas kepala. Matanya berkabut, memandang wajah cantik yang tampak menawan dan erotis dalam waktu bersamaan. Dia tahu Elena sedang mabuk, tapi dia tidak peduli. Elena telah membangkitkan monster di dalam dirinya, sehingga wanita itu harus bertanggung jawab. “Kau yakin ingin melakukan ini?” Sean berbisik sambil menciumi leher wanita itu. “Kumohon, bercintalah denganku!” Elena mengangguk, benar-benar putus asa oleh gairah yang membuncah. “Begitu kita mulai, aku tidak akan berhenti sekalipun kau memohon padaku.” “Maka jangan berhenti.” Sudut bibir Sean terangkat. Sebuah smirk penuh kemenangan terukir indah di sana. “Jangan pernah menyesali keputusanmu, Sweet Pie,” bisik Sean sebelum mencumbu Elena dengan lebih gila. Celah bibir Elena meloloskan desahan panjang ketika Sean mencium lehernya, meninggalkan bekas kemerahan. Sean menyentuh setiap jengkal tubuhnya dengan sensual, membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tidak sabar. Insting Elena pun bekerja, melakukan hal yang sama dengan Sean. Pria itu menarik wajahnya, saat semua kancing telah terlepas. Matanya terpaku pada keindahan di balik bra hitam di depan wajahnya. “Ukuran yang sempurna.” Smirk di bibir Sean menyiratkan sebuah kepuasan. “Kau mau mencobanya?” Elena menggigit bibir, menggoyangkan dadanya. “Jangan lakukan itu?” Mata Sean tak bisa lepas dari bibir wanita itu. “Lakukan apa?” “Menggigit bibirmu.” “Kenapa? Kau suka?” “Jangan menantangku, Sweet Pea.” Tanpa aba-aba, Sean mencium bibir itu dengan liar. Deru napas saling bersahutan. Elena dan Sean berciuman seolah mereka sangat kehausan. Sean mengangkat b****g Elena, membuat wanita itu refleks melingkarkan kaki di pinggangnya. Sambil berciuman, Sean membawa Elena ke ranjang. Dia lempar wanita itu ke ranjang, lalu merangkak di atasnya. Bibir Elena terlalu menggoda untuk dilewatkan. Sean seolah tak pernah puas untuk terus menciumnya. Bagian depan tubuh Elena yang terbuka membuat Sean lebih leluasa menikmatinya. Ciumannya di setiap inchi tubuh Elena membuat wanita itu melayang. Pria itu sangat ahli melakukannya, membuat Elena semakin mabuk kepayang. “Engghh…” Desahan keras menyela ciuman itu ketika Elena merasakan jemari Sean menyelinap di balik roknya, menuju area pribadinya. Gerakan Sean begitu lihai saat dia menarik celana dalam Elena. Sentuhan hangatnya membelai kulit paha Elena, semakin naik, dan naik lagi. “Oh, please…” Elena tidak dapat menahannya. “Please…” Elena semakin gila oleh sensasi yang dirasakannya. “Kau menyukainya?” Sean menjeda ciumannya, menggoda titik sensitif wanita itu. “Yes. Please….” “Katakan lebih keras.” “Oh, s**t! Aku menginginkanmu, Tuan.” “Kau mau lebih?” Sean semakin gila mempermainkan hasrat Elena. Sementara Elena hanya mengangguk dengan putus asa, merasakan kenikmatan dari setiap sentuhan Sean. Wanita itu tiba-tiba mendesah keras ketika jari Sean membelai area pribadinya, dan sedikit menekannya. “Basah sekali di bawah sini,” ujar Sean, mengejek. Elena berjuang mati-matian melawan ledakan hasrat di dalam dirinya. Itu adalah pertama kali bagi Elena saat seorang pria menyentuh area pribadinya. Dan rasanya sungguh gila. Tiga tahun berpacaran dengan Josh, Elena bahkan tidak pernah membiarkan pria itu menyentuhnya. Mereka hanya berciuman dan b******u ringan—alasan Josh berselingkuh dengan Bianca. Namun, Elena yang berusaha keras menjaga kesuciannya, kini justru menyerahkan tubuhnya pada pria asing. Meskipun dia melakukannya dalam pengaruh minuman keras, tetap tidak mengubah kenyataan bahwa tubuhnya telah dinikmati pria yang tidak seharusnya. Perlahan, Sean mengarahkan ciumannya ke perut Elena, terus ke bawah sampai ke paha dalam wanita itu. Dia buka kaki Elena lebar-lebar. Matanya terpaku pada pemandangan yang membuatnya menelan ludah. “Sangat indah.” Dia berbisik dengan suara parau, matanya menatap penuh nafsu. “Oh, s**t!” Elena menjambak rambut Sean, dadanya membusung, dan matanya terpejam. Sean tidak hanya menggoda Elena dengan jarinya, tetapi juga dengan lidahnya. Elena pun menjerit ketika kenikmatan itu mencapai puncaknya. “Ini gila. Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya.” Elena merasakan tubuhnya lemas, tulang-tulangnya lunglai seperti jeli. Namun, Sean tidak memberinya kesempatan untuk beristirahat. Pria itu merangkak naik, membelai wajah Elena yang berkeringat. “Jadi ini pertama kalinya, hm?” Sean memandangi keindahan di bawahnya. Elena mengangguk, masih berusaha mengatur napas. “Bersiaplah! Aku akan membawamu pada kenikmatan di level selanjutnya.” Sean mengangkat badannya sambil menyeringai. Dia membuka sabuk, lalu menanggalkan celananya. Mata Elena membelalak melihat kejantanan 9 Inch milik Sean yang tegak sempurna, besar, dan panjang. “Itu… terlalu besar.” Elena menyuarakan isi pikirannya tanpa canggung. “Rileks! Aku akan membuatmu terbiasa dengan ini. Percayalah padaku!” Sean membungkuk, memosisikan kejantanannya di tempat yang seharusnya. Ini adalah pertama kalinya bagi Elena. Sean tidak akan meninggalkan trauma, tetapi kenikmatan yang tak terlupakan. Dia akan memberi pengalaman pertama yang luar biasa untuk Elena. Sean mendorong kejantanannya menembus keperawanan Elena dengan perlahan, dan seketika jeritan terdengar. Sean berhenti sejenak, saat baru setengah kejantanannya yang masuk, memberi waktu pada Elena untuk beradaptasi dengan miliknya. “Aku akan melakukannya dengan lembut.” Sean berjanji sambil membelai rambut Elena. “Aku hanya perlu kau untuk percaya padaku,” imbuhnya seraya membenamkan seluruh kejantanannya. Jeritan kembali terdengar, tapi Sean tidak bisa berhenti lagi kali ini. Dia mulai menggerakan pinggulnya, mulai dari ritme pelan, hingga akhirnya dia tidak bisa lagi menahan monster di dalam dirinya untuk mengambil alih. Itu adalah malam panas yang panjang. Sean merasakan kepuasan yang tak pernah dia temukan saat bercinta dengan wanita lainnya. Dia sangat menyukai Elena dan semua bagian tubuhnya. Wanita itu terasa luar biasa, hingga Sean merasa tidak akan pernah cukup hanya dengan sekali bercinta dengannya. Malam begitu tenang. Sean turun dari ranjang, meninggalkan Elena yang terlelap karena kelelahan. Dia pungut celana yang teronggok di lantai, dan mengenakannya. Kemudian, dia raih ponsel dari atas nakas untuk menguhubungi asistennya. “Kau sudah mendapatkannya?” tanya Sean seraya berjalan menuju jendela, melihat pemandangan kota yang berhias lampu-lampu. “Lengkap, Tuan,” jawab asisten Sean. Senyum puas melengkung di sudut bibir Sean. “Bagus, Jake. Lakukan seperti yang aku perintahkan tadi,” ujarnya. “Baik, Tuan,” balas Jake. Sean menutup sambungan telepon lantas membalik badan. Tatapan elangnya mengarah pada Elena yang meringkuk di atas ranjang, telanjang, sungguh tubuh yang sangat indah. Sean seperti terkena sihir, hingga membuat matanya tak dapat berpaling. Sean menginginkan wanita itu. Dia menginginkan Elena di ranjangnya setiap malam. “Kau akan mendapatkan yang kau inginkan, Sweet Pea” ucap Sean, seraya mengayunkan kaki ke arah ranjang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN