Kaluna mendengus kesal. Bibirnya mengerucut sebal. Ia sedang marah saat ini. Afka, laki-laki itu, dengan seenaknya menculik Kaluna dari tendanya, dan membawa gadis itu pergi, tanpa bertanya dulu padanya. Sedari tadi, matanya hanya memandang keluar jendela, berusaha mengabaikan keberadaan Afka yang berada di sampingnya. Dia kesal. Benar-benar kesal. Tidakkah Afka ini punya perasaan? Padahal sudah berkali-kali Kaluna mengatakan bahwa ia tetap akan melanjutkan acara perkemahan, karna ia sudah menunggu-nunggu moment ini. Tapi yang terjadi, dengan tidak pedulinya Afka menculiknya, dan kini membawanya entah kemana. Kaluna merasakan usapan lembut pada lututnya. Kepalanya menoleh dan meliahat Afka yang kini memandangnya dengan lembut. “Maaf ya!” ucap Afka lembut. Masih dengan pera