Aku mengendarai mobil baruku bersama Chris yang mendampingiku. Chris sangat memperhatikan jalan ketika aku menyetir, sepertinya ia sangat khawatir dan takut jika aku akan menabrak para pejalan kaki. Aku sudah bisa menyetir sejak awal aku masuk kuliah. Dulu ibu mengajarkanku untuk menyetir dan aku hanya memerlukan waktu satu bulan untuk bisa mengendarai mobil.
“Oke sekarang gini aja, aku gak bisa ngelarang orang yang mau ngedeketin kamu dan juga aku gak bisa untuk ngelarang kamu buat suka sama orang lain. Jadi kamu bebas mau ngapain aja.” Kata Chris.
“Meskipun kita belum ada hubungan apa – apa sekarang, tapi aku bakal berusaha semampuku buat gak jatuh cinta sama orang lain. Apalagi kalau sampai nyakitin perasaan kamu.”
“Iya, aku percaya kok kamu bakal berusaha.” Chris memegang tanganku.
“Aku pengen banget pindah dari sini.” Kataku.
“Dari sini ? maksudnya ?” Tanya Chris penasaran.
“Aku mau cari suasana baru.” Jawabku.
“Suasana baru ? yang kayak gimana ?”
“Kota kecil seru kali ya. Gak banyak orang, tenang.”
“Kamu serius ?” Chris tampak tidak percaya dengan perkataanku.
“Aku serius banget. Udah terlalu capek tinggal di kota sebesar New York. Ditambah lagi hampir semua orang udah tau permasalahan aku, kamu dan Michael.” Jelasku.
“Kalau kamu pindah ke kota lain, kita bakal jarang ketemu dong.” Kata Chris.
“Mungkin kamu bisa bangun hotel di kota tempat aku tinggal terus kita bisa ketemu setiap hari deh. Hahaha.” Candaku.
“Hmm. It’s a good idea. Dan aku bisa balik ke New York lagi seminggu sekali buat perusahaan aku yang ada disini.” Kata Chris.
“Hahaha. Kamu lucu juga ya orangnya.” Aku tertawa.
“Siapa yang ngelucu ? Aku serius loh.”
“Ha ? Kamu mau pindah ke kote kecil biar dekat sama aku terus ? serius ?” Tanyaku penasaran.
“Jangankan kota kecil, ke pedesaan juga aku rela asalkan disitu ada kamu.” Rayu Chris.
“Bisa aja.”
Aku memarkirkan mobil di depan sebuah restoran fast food.
“Makan dulu yuk.” Ajakku.
“Yuk. Aku udah laper banget.” Kata Chris.
Aku dan Chris memesan cheese burger dan ice lemon tea. Aku dan Chris memilih meja di dekat jendela. Chris berada di depanku, kami duduk berhadapan. Chris tersenyum kepadaku. aku pun juga membalas senyumannya tersebut.
“Jadi, kamu beneran mau pindah ?” Tanya Chris.
“Hmm. Enggak sih. Tadi itu cuma impian aku aja.” Jawabku.
“Biasanya impian orang – orang itu tinggal di Paris atau stay di New York. Kamu beda ya.” Kata Chris.
“Paris juga salah satu impianku sih. Paris kayaknya impian semua orang deh.”
“Iya, bener banget. Paris kota yang bagus banget.” Kata Chris sembari meminum ice lemon tea.
Saat kami tengah berbincang seorang wanita datang menghampiri dan mengganggu kami. Wanita itu adalah Kiara. Tanpa ada rasa malu Kiara duduk disamping Chris dan melingkarkan tangannya ke leher Chris.
“Hai guys. Kalian lagi ngapain ?” Tanya Kiara.
Suasana hatiku langsung berantakan dan badmood. Kenapa wanita ini datang dan mengganggu waktuku bersama Chris.
“Lu ngapain disini ?” Tanya Chris seraya melepaskan rangkulan tangan Kiara.
“Emang kenapa sih ? ini kan tempat umum, siapa aja boleh dong dateng kesini. Ya kan Michelle ?”
“Lu pergi dari sini sebelum gue manggil security.” Ancamku.
“Michelle, lu itu baru deket sama Chris. Baru beberapa bulan aja udah sombong. Seharusnya lu yang pergi dari sini bukan gue.” Kata Kiara.
“Pergi lu.” Usir Chris.
“No, gue kesini karena ada sesuatu yang mau gue bilang.”
“Chris, I called your father last night. Gue bilang ke ayah lu kalau gue hamil anak lu.” Lanjut Kiara.
“What ? tunggu dulu, dia juga gak akan percaya selama gak ada buktinya.” Ucap Chris.
“Ada kok. Ini.” Kiara menunjukkan hasil tes kehamilan dan dua foto usg.
“It’s not mine.” Kata Chris.
“Iya emang bukan, tapi gue berhasil ngeyakinin ayah lu. Dan dia ke rumah lu malam ini. Bye.” Kiara pergi meninggalkan kami begitu saja.
“Chris, apa – apaan ini ?” Tanyaku.
“Kamu tenang aja. Aku bisa ngatasin masalah ini. Kamu gak usah mikirin soal ini, okay?” Chris menenangkan aku.
“Okay.” Jawabku singkat.
Seusai kami makan siang. Aku mengantar Chris pulang dan aku membawa pulang mobil ini. Walaupun Kiara sedikit mengganggu hari ini tetapi aku tetap senang dengan mobil yang Chris berikan kepadaku.
Sesampainya di rumah. Seperti biasa suasana rumah sangat sepi karena ibuku pergi bekerja di rumah sakit. Aku bingung memikirkan bagaimana aku menghabiskan waktu siang ini. Akhirnya aku memilih untuk berkeliling kota menggunakan mobil baruku.
Ternyata menyetir sendiri membuat diriku tenang. Selama sejam aku mengitari kota New York, akhirnya aku berhenti di sebuah café. Aku duduk dan memesan kopi hitam dan sepotong cheese cake.
Aku menikmati waktu sendirianku. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku jalan – jalan sendiri. Selama ini aku selalu sibuk dengan Chris dan Michael sampai aku lupa dengan diriku sendiri. Lalu aku membuka hpku dan memeriksa harga tiket pesawat menuju jepang.
“Michelle.” Sapa seorang laki – laki dari belakangku. Ketika aku menoleh laki – laki itu adalah Michael. Ini ke tiga kalinya ia tau lokasi keberadaanku. Aku langsung beranjak dari tempat dudukku.
“Michael. Kamu ngapain disini ?” Tanyaku penasaran.
“Aku mau bicara sama kamu.” Jawab Michael. Lalu ia duduk tanpa aku suruh.
“Kok kamu bisa tau terus sih keberadaan aku ?”
“Kamu gak perlu tau.”
“Gak perlu tau ? ya aku wajib tau dong. Kenapa bisa tau terus sih ?” Aku mulai muak dengan perilaku Michael yang seperti stalker.
“Aku cuma mau bicara aja loh sama kamu. Kenapa kamu kok kayak susah banget ya diajak ketemu.” Kata Michael.
“Aku gak mau ngobrol sama kamu. Aku gak mau ketemu kamu. Bye.” Aku pergi dari café dan meninggalkan Michael, namun ia mengikutiku dan memegang lenganku.
“Apalagi sih ?” Tanyaku dengan nada tinggi.
“Aku kesini cuma mau minta maaf. Udah itu aja.”
“Dan aku tau lokasi kamu karena aku pasang pelacak di hp kamu, aku minta maaf.” Lanjut Michael.
“Apa ? pelacak? Kenapa ?”
“Karena aku gak mau kehilangan kamu.” Jawab Michael.
“Stop. Kamu berlebihan.”
“Jujur aku gak suka banget distalking terus – terusan kayak gini. I hate you so much.” Aku membanting hpku sampai hancur. Michael sangat terkejut.
“Aku minta maaf.” Michael memohon.
Aku lanjut jalan ke parkiran dan masuk ke mobilku. Michael mencoba menahan pintu mobil agar tidak tertutup tapi gagal. Aku langsung menjalankan mobilku dan meninggalkan Michael.
Aku sangat emosi dibuat Michael sampai – sampai aku membanting hpku. Aku memutuskan untuk mampir ke sebuah mall dan membeli hp baru. Lalu aku menghubungi Chris dengan nomor baruku.
“Halo Chris.”
“Halo, ini siapa ya ?” Tanya Chris.
“Ini aku Michelle. Ini nomor baruku.” Jawabku.
“Oh, Kenapa ganti nomor ? wait, kamu ke kantor aku aja sekarang.” Pinta Chris.
“Oke. Aku kesana. Bye.”
“Bye, hati – hati ya.”
Sesampainya di kantor Chris aku langsung masuk ke ruangannya dan menemuinya. Ketika aku memasuki ruangan, Chris tampak khawatir melihat ekspresiku yang terlihat tidak baik – baik saja.
“Michelle. Ada apa ?” Chris beranjak dari kursinya dan memegang kedua bahuku.
“Michael nemuin aku tadi.” Jawabku.
“Terus ?”
“Dia masang pelacak di hp aku makanya dia selalu tau keberadaan aku dimana.” Kataku. Lalu aku duduk di sofa.
“Apa ? b******n. Kenapa dia dari dulu selalu kayak stalker sih.” Chris sangat marah.
“Tapi aku udah banting hp aku tadi. Dan beli yang baru.”
“Aku bakal bikin perhitungan dengan dia. Awas aja.” Ancam Chris.
Chris duduk disampingku dan menyandarkan kepalanya.
“Aku pusing banget. Ke rumah aku aja yok.” Ajak Chris.
“Ayok.”
---
Dirumah Chris
“Chris boleh numpang mandi gak ? badanku gerah banget nih.” Tanyaku.
“Boleh dong, boleh banget.” Jawab Chris.
“Terus aku boleh minjem baju kamu, aku gak nyaman pakai baju ini.”
“Iya boleh, pilih aja nih.” Chris membuka lemarinya.
Aku masuk ke kamar mandi dan menyalakan shower. Aku membasahi seluruh tubuhku dengan air dingin. Aku memejamkan mataku untuk menghilangkan rasa pusing yang aku rasakan.
Setelah selesai mandi, Chris memelukku dari belakang. Aku merasakan perut sixpacknya di punggungku. Ia memelukku dari belakang dan mencium leherku. Terasa nafas Chris di kulitku. Aku membalikkan badanku dan memeluknya erat.
Chris mulai mencium bibirku. Ia mengabsen setiap sisi wajahku dengan ciumannya. Kemudian ia menggendongku dan menaruhku di sofa.
“Kamu seksi banget.” Puji Chris.
“Kamu juga.”
Aku memeluk Chris dan mencium keningnya. Aku ingin ia merasakan nyaman ketika denganku.
Chris menyandarkan badanku ke dinding, ia menghujaniku dengan ciuman lagi. Chris tersenyum setelah puas menciumku. Lalu kami duduk di sofa dan menikmati segelas wine yang Chris hidangkan untukku selagi aku mandi tadi. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya, lalu Chris mengusap kepalaku.
"Kamu mau aku beliin apa ?" Tanya Chris yang tiba - tiba mengejutkanku.
"Aku gak mau apa - apa kok." Jawabku.
"Kemarin kan kamu udah beliin mobil juga buat aku. Aku gak mau ngerepotin kamu Chris." Tambahku.
"Iya aku tau. Tapi aku mau beliin lagi, sesuatu yang bisa buat kamu bahagia." Chris menatapku seraya membelai rambutku.
"Kamu ada di sisi aku terus aja udah bahagia banget." Aku tersenyum.
---
Setelah kami mandi, aku dan Chris memesan makanan. Makanan yang kami pesan adalah pizza. Aku dan Chris bersantai diruang tv sambil membicarakan Michael yang seperti stalker.
“Gimana kalau kita keluar kota. Untuk liburan.” Kata Chris.
“Kapan ?” tanyaku.
“Minggu depan.” Jawab Chris.
“Aku udah pusing banget.” Keluh Chris.
“Iya aku juga sama. Aku capek disamperin Michael terus.”
“Kamu mau liburan kemana ?” Tanya Chris.
“Gimana kalau jepang ? Harumi ada disitu juga jadi kita bisa ketemu dia.” Jawabku.
“Boleh. Oke deh ke jepang ya kita. Aku suruh anak buahku beli tiketnya nanti.” Kata Chris.
Setelah pizzanya datang kami berdua langsung makan dan bersantai.
“Michael itu deketin kamu maksudnya apasih ? dia emang benar – benar suka atau karena hal lain.” Tanya Chris.
“Aku juga gak tau.” Jawabku.
“Yang penting kamu bisa tau siapa yang tulus sama kamu mana yang gak tulus kan.”
Aku menggangguk.
“Aku masih bingung sampai sekarang, gimana caranya dia masang pelacak di hp aku ya ?”
“Aku juga gak ngerti sih. Tapi yang paling penting, hp baru kamu itu benar – benar harus dijaga. Jangan sampai kamu lengah lagi.” Kata Chris.
“Iya.”