Berpisah

1070 Kata
Aku tidak kuasa menahan amarah, aku merasa kesal dingin diriku sendiri. Seharusnya aku tidak sebodoh dan selabil ini. Saat ini aku tidak bisa menyalahkan Michael ataupun Chris, aku menyadari kesalahanku sendiri. Aku memainkan hati mereka berdua, aku terlalu menganggap permasalahan cinta segitiga ini sepele sehingga aku sendirilah yang terkena dampak dari kebodohanku. “Chris, sebaiknya kamu pulang dulu. Aku butuh waktu sendirian,” ujarku, “Kamu yakin kalau kamu baik – baik aja?” tanya Chris penuh kekhawatiran. Aku tersenyum tipis untuk menyembunyikan rasa gundah di hatiku, “aku gak apa – apa kok. Aku baik – baik aja sendirian di rumah.” Chris mengangguk, “kalau gitu aku pulang dulu ya, kalau kamu butuh bantuan bilang aja ke aku.” “Iya, pasti,” jawabku singkat. Aku duduk di halaman rumahku seraya memikirkan bagaimana caranya agar aku tidak membuat Michael dan Chris tidak sakit hati lagi karena perbuatanku. Dengan ditemani secangkir coklat panas aku memandangi rintikan hujan yang mulai membasahi halaman rumahku. Hatiku sedikit tenang karena coklat panas yang mulai membasahi permukaan lidahku, menimbulkan rasa manis yang secara ajaib merubah suasana hatiku yang pahit. Tiba – tiba aku berfikir kalau aku harus melanjutkan hidup tanpa mereka berdua. Meskipun aku mengandung anak Michael, tapi rasanya sudah cukup aku melukai hatinya. Aku berjalan ke kamar, aku merapikan baju dan mengemas barang – barangku. Aku berencana untuk pergi dari rumah ini pada pagi buta. Aku akan pergi jauh agar Michael dan Chris tidak mencari – cariku lagi, aku akan menghilang dari hadapan mereka berdua. Aku meminum segelas s**u hangat untuk kehamilanku, aku masih menyangi anak di dalam kandunganku. Sudah cukup aku merepotkan Michael dan Chris, ini waktunya aku berdiri sendiri dengan kedua kakiku. Michael mengirimkan beberapa pesan chat kepadaku, ia mengingatkanku untuk tetap meminum s**u dan makan teratur agar kehamilanku dapat tetap sehat. Setelah barang – barangku sudah siap dikemas, aku bergegas ke kamar untuk beristirahat. Aku mematikan lampu dan memejamkan mataku. Aku mencoba untuk beristirahat tapi pikiranku tidak bisa tenang. Aku terus memikirkan Michael dan Chris. Aku masih tidak mengerti dengan perasaanku sendiri. Aku juga tidak bisa untuk memahami isi hati dan pikiranku. Aku memikirkan semua masalah ini hingga aku tertidur pulas. *** Cahaya matahari masuk ke dalam kamarku lewat jendela besar di kamarku. Aku membuka kedua mataku dan mataku langsung tertuju pada jam kecil yang berada di meja tepat di samping tempat tidurku. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Dengan buru – buru aku beranjak dari tempat tidur dan membersihkan badan. Setelah itu aku pergi menggunakan taksi. Aku melirik ke belakang, aku bisa melihat mobil Michael yang berhenti di depan rumah. Ia masih tidak tau jika aku pergi dari rumahnya. “Ke bandara ya pak,” ujarku kepada supir taksi. “Baik,” jawabnya singkat. Aku memutuskan untuk pergi ke Los Angles untuk menenangkan diriku. Jika aku tinggal di sana mungkin Michael dan Chris tidak akan bisa menemukanku. Sesampainya di bandara aku langsung check – in dan menunggu di ruang keberangkatan. Michael menelfonku berkali – berkali tapi aku tidak mau mengangkatnya. Aku mematikan hpku dan membuang sim card di dalam hpku. Pemberitahuan pemberangkatan sudah diumumkan, ini waktunya aku untuk meninggalkan Huntington Beach. Dengan berat hari aku melangkahkan kaki memasuki pesawat. Aku duduk di dekat jendela. Mataku meneteskan mata ketika mesin pesawat mulai berbunyi dengan keras. Aku pernah mengira kalau aku akan bahagia di Huntington Beach, aku kira dengan meninggalkan New York hatiku akan tentram. Ternyata aku salah, kemana pun aku pergi aku akan selalu merasa tidak bahagia karena diriku lah yang harus dirubah. Beberapa menit setelah lepas landas, aku merasa mual yang cukup hebat. Aku mengambil kantung muntah, kemudian aku mengambil tisu di tasku. Saat aku mengambil tisu, aku melihat fotoku bersama Michael. Kami terlihat bahagia dan ceria di foto tersebut. Aku tersenyum melihat foto kami tersebut, hatiku terkoyak menimbulkan rasa sesak di dadaku. Aku memalingkan wajah dan menatap ke langit melalui jendela. Untung saja tidak ada orang di sampingku sehingga aku bisa puas menangis tanpa harus menahan rasa malu.  Beberapa jam aku lalui, akhirnya aku sampai juga di Los Angles. Dulu aku pernah kemari sewaktu aku masih sekolah. Aku menyukai kota ini sama seperti aku menyukai New York. Aku memanggil taksi dan pergi menuju hotel yang akan aku tempati selagi aku mencari apartment di sini. Hotel yang akan aku tempati tidak terlalu besar, aku memilih hotel dengan harga terjangkau dengan tempat yang nyaman. Hotel ini tidak terlalu buruk, malahan hotel ini sangat dekat dengan pusat perbelanjaan. Aku merebahkan badanku di tempat tidur, semua rasa pegal di punggungku perlahan hilang. Namun mataku tidak bisa berkompromi, aku masih mencemaskan Michael dan Chris. Aku merasa bersalah karena sudah menjauhkannya dari calon anaknya, tetapi aku terpaksa melakukan ini agar mereka tidak merasa sakit hati lagi karenaku. Aku membuka tasku yang tergeletak di samping tempat tidurku, aku mengambil hpku. Beberapa chat masuk di media sosialku. Michael dan Chris mengirimkan lebih dari puluhan chat kepadaku. Kebanyakan dari chat tersebut adalah mereka mempertanyakan keberadaanku. Salah satu pesan yang membuat hatiku merasa hancur adalah ketika Michael mengatakan bahwa ia mencintai dan merelakan aku untuk bahagia dengan siapapun nanti akhirnya aku bersandar. Sedangkan Chris mengatakan bahwa ia mencintaiku dengan tulus dan akan menungguku sampai kapanpun. Ia juga mengirimkan satu fotoku bersamanya ketika kami berada di Jepang. Kami berfoto tepat di bawah pohon sakura. Aku meneteskan air mata lagi, kali ini aku menangis lebih kencang dari sebelumnya. Mataku sembab dan mulai membengkak. Dengan melihat mereka berdua yang mencintaiku membuatku semakin bingung dengan siapa yang akan akhirnya aku pilih. Apakah pada akhirnya aku bersanding dengan ayah dari anakku ataukah seorang laki – laki yang selalu tulus mencintaiku. *** Waktu berlalu dengan cepat, sudah 3 hari aku tinggal di Los Angles. Hari ini aku memutuskan untuk menempati apartment baruku yang berlokasi di pusat kota. Apartment ini memiliki 2 kamar, satu untukku dan satu lagi untuk calon bayiku. Aku mulai menaruh pakaian – pakaianku di lemari. Kemudian aku duduk di depan meja rias dan menyusun perlengkapan make upku. Setelah itu aku membersihkan wajahku menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan pembersih wajah. 3 hari tanpa Michael dan Chris di sisiku cukup membuatku merasakan kesepian, ditambah lagi hubunganku dengan ibu yang semakin memburuk. Aku mengambil hpku dan mencoba untuk menelfonnya. “Mom?” “Hai Michelle, apa kabar?” tanya ibu kepadaku. “Baik kok, mom apa kabar?” “Baik, kam-“ ibu berhenti berbicara kepadaku, suaminya tiba – tiba memanggilnya. “Sudah dulu ya,” ucap ibu kepadaku, lalu ia memutuskan sambungan telepon.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN