Di antara dua pilihan

1078 Kata
Suara ibu tidak menenangkanku, aku merasakan kekecawaan yang begitu dalam kepadanya. Bagaimana bisa seorang wanita yang membesarkanku selama ini sama sekali tidak peduli terhadapku. Ia sama sekali tidak mengkhawatirkanku. Aku mengacak – acakkan rambutku dan mencoba untuk menghilangkan pikiranku tentangnya. Aku memutuskan untuk jalan – jalan ke mall untuk mencari keramaian agar aku bisa mengalihkan pikiranku walaupun hanya sebentar. Aku menggunakan taksi untuk pergi ke mall. Banyak orang – orang yang berkunjung ke Mall, aku sampai kesulitan melihat toko – toko di sekitarku. Secara tiba – tiba seseorang menyentuh pundakku dari belakang, aku langsung membalikkan badan. Betapa terkejutnya aku melihat Chris di hadapanku. “Chris?” tanyaku kebingungan. Lalu Michael berjalan mendekati Chris, “Michelle, I miss you so much,” ucap Michael kepadaku. Aku langsung berlari ke menjauh dari mereka berdua, aku terus berlari sampai aku menabrak beberapa orang yang berjalan di depanku. Aku hanya ingin menghabiskan waktu sendirian. Kenapa mereka berdua terus mengejarku kemanapun aku pergi. Aku keluar dari mall dan buru – buru mencegat taksi, tapi tidak ada satupun taksi yang kosong. Michael dan Chris melihatku dari kejauhan, mereka berlari mendekatiku, “Michelle,” Aku tidak tau harus lari kemana lagi, akhirnya aku berdiam diri seraya menunggu mereka untuk menghampiriku. “Kamu kemana aja sih?” tanya Michael seraya memegang kedua tanganku. Aku diam dan menunduk. Michael memegang wajahku dengan kedua tangannya, ia mengangkat kepalaku, “kamu kenapa sih pergi menghilang gitu aja? Kamu ada mikir perasaan aku ya?” tanya Michael kepadaku. “Karena aku mikir perasaan kamu, kalian berdua makanya aku pergi,” jawabku. Chris mendekatiku, “mikir perasaan kami dengan cara yang seperti ini? aku panik nyariin kamu, tau gak?” tanya Chris, matanya menggambarkan kekecewaan terhadapku. “Aku cuma butuh waktu untuk sendirian, aku bingung, aku pusing,” jawabku. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, “aku jatuh hati dengan kalian berdua,” kataku. “Lebih baik kita bicara di tempat yang lebih sepi,” ujar Michael. Kemudian kami pergi ke hotel tempat Michael dan Chris menginap. Kami bertiga berkumpul di sebuah kamar. Aku duduk di pinggir tempat tidur dengan tatapan kosong. Entah apa yang akan aku lakukan untuk menenangkan hatiku menghadapi situasi seperti ini. Michael duduk di depanku, sedangkan Chris duduk di sebuah sofa yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tidur. “Mulai sekarang kita bicarakan apa yang harusnya dibicarakan, aku gak mau kita semua menghindar dari masalah ini,” kata Michael memecahkan keheningan. “Aku setuju, sebaiknya kita selesaikan masalah ini sekarang,” sambung Chris. Jantungku berdetak semakin kencang, entah apa yang harus aku katakan kepada mereka. “Jadi Michelle, kamu lebih memilih siapa? Aku atau Chris?” tanya Michael kepadaku. Aku beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi. “Mau kemana kamu?” tanya Michael. Aku memegang kepalaku, “Aku gak tau, sebenarnya aku gak tau jawaban dari pertanyaan itu.” Michael menghela nafas, lalu ia meninju dinding, “aku capek Michelle, kamu itu hamil anak aku. Tapi kamu masih juga labil dan gak bisa ngasih keputusan apapun. Michael berjalan mendekatiku, lalu ia memegang bahuku. “Aku tau kalian capek, aku juga capek. Kalau kamu capek silahkan pergi dari hidup aku!” teriakku. “Oh, itu yang kamu mau? Kamu mau aku pergi dari hidup kamu ha?” tanya Michael seraya menggoyangkan bahuku. Aku memejamkan mata, “aku gak tau!” teriakku semakin kencang. Chris berdiri dan mendekati kami, “kenapa kalian jadi berantem sih?” Michael menatapku dengan penuh emosi, “kalau kayak gini jadinya aku gak sudi pindah ke Huntington Beach sama kamu.” Michael melepaskan cengkeramannya dari bahuku, kemudian dia mengacak – acakkan rambutnya dan berteriak, lalu ia menatapku lagi dengan tajam, “aku capek Michelle, capek!” Tanganku bergetar cukup hebat, suhu tubuhku mulai berubah menjadi dingin. Aku sangat takut melihat Michael yang berteriak tepat di depan mataku. Chris memegang bahu Michael, “lu bisa sabar gak sih? Michelle lagi hamil anak lu.” Michael menangkis tangan Chris, “cukup sudah ya Michelle, mulai detik ini aku gak akan peduli dengan kamu lagi. Seandainya kamu gak selamat dari kecelakaan itu, mungkin aku gak bakalan pusing kayak sekarang.” Mendengar ucapan Michael, aku langsung emosi, “ah b******n kamu. Bukan kamu aja yang berharap aku mati, aku juga berharap aku gak ada di dunia ini!” Murkaku. Aku melempar lampu meja ke arah Michael ketika ia hendak keluar dari kamar, tapi dengan sigap ia menghindar agar tidak terkena lemparanku. “Kamu tenang dong,” ucap Chris kepadaku. Tapi ucapannya tidak berhasil membuat emosiku hilang. Michael membalikkan badannya dan berjalan mendekatiku, “aku harap aku gak pernah ketemu kamu, aku harap kamu gak ada di dunia ini.” “f**k you Michael, kamu adalah laki – laki pal“ tiba – tiba perutku terasa sakit hingga aku tidak kuat untuk berdiri. Aku menyandarkan badanku di dinding, “aw perutku sakit,” keluhku. “Astaga Michelle, kamu berdarah,” ujar Chris. Aku mendekap perutku dengan erat untuk menahan rasa sakit, aku melihat ke bawah, darah mengalir deras hingga menetes ke lantai. “Sayang, ya ampun. Chris cepat ambil kunci mobil,” ucap Michael, lalu ia langsung menggendongku dan kami pergi ke rumah sakit. Aku di dudukkan di bangku belakang ditemani Michael yang duduk di sampingku. Aku menyandarkan kepalaku di pangkuannya. Aku menatap matanya sekilas, ia menangis dan panik. “Chris cepat sedikit dong nyetirnya,” kata Michael panik. “Iya ini aku udah cepat,” balas Chris. Michael mengelus kepalaku, “Michelle sayang, aku minta maaf udah ngomong kasar sama kamu.” Aku tidak bisa membalas ucapannya itu sekarang karena rasa sakit yang luar biasa di perutku. Aku menangis dan menahan rasa sakit ini. Aku juga takut akan kehilangan bayi di perutku ini. Seluruh badanku kaku karena sakit yang aku rasakan, darah tidak berhenti keluar dari tubuhku. Aku hanya bisa pasrah kepada Tuhan sekarang. Perlahan – lahan aku memejamkan mataku dan hanya kegelapan yang ada di diriku sekarang. Suara gaduh Michael dan Chris perlahan hilang, hanya keheningan yang menyelimutiku. Aku berdiri di sebuah kebun bunga mawar yang indah, wangi khas yang ditimbulkan oleh sekelompok bunga mawar di sekelilingku menghibur suasana hatiku. Suara seorang laki – laki paruh baya memanggilku dari kejauhan, “Michelle,” Dengan samar – samar aku melihat pria itu, “ayah?” Aku berjalan mendekati pria itu, perlahan – lahan penglihatanku jelas. Pria yang berdiri tegak tersebut adalah ayahku. “Ayah, aku rindu,” kataku. Ayah memelukku dengan erat, aku bisa merasakan kasih sayangnya hanya dari sentuhan, “ayah juga.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN