Part 16

1442 Kata
Raia melirik Kiki, seolah meminta jawaban gadis itu apakah mereka seharusnya ikut atau tetap diam di tempat. Kiki terdiam, dia bukan tipe gadis yang suka outdoor. Sekalipun ia suka jalan-jalan ke mall, tapi kalau ke area terbuka, ia tidak biasa. Dia bukan Giska yang liar dan menyukai alam bebas. Dia gadis modern yang suka keramaian kota. "Woy, ditanya kok bengong!" Raia mendekati Kiki dan melambaikan tangan di depan wajah sahabatnya itu. "Loe mau ikut atau mau disini aja?" Kiki balik bertanya. "Gue galau. Makanya gue nanya loe." Jawab Raia lugas. Gue bawa setelan jeans sih, tapi gue gak ada sepatu buat hiking-hikingan. "Ya kalo gitu nyeker aja." Jawab Giska dari atas. "Lagian tempatnya juga bukan tempat hiking gunung, Ya. Pake sandal biasa juga bisa. Gue barusan cek lokasinya di youtube, tempatnya nyantai diajak jalan kok." Ucap Giska lagi. Raia kembali memandang Kiki, namun saat ia menoleh pada Giska, ia akhirnya mengambil keputusan untuk ikut saja. Karena berdiam di villa berdua dengan Kiki jelas tidak semenyenangkan berdua dengan Giska. "Tungguin gue." ucap gadis itu dan kemudian berlari naik ke lantai atas untuk mengganti pakaiannya. "Siap?" Sandy turun dari tangga dengan daypack di punggungnya. Giska menganggukkan kepala. "Ayo." Ajak pria itu itu. Namun bukannya melangkah, Giska malah mengedikkan kepalanya ke atas. "Kenapa?" "Adik Abang mutusin buat ikut di detik-detik terakhir." Ucap Giska dengan senyum jahil di wajahnya. Sandy ikut memandang ke atas dan menggelengkan kepala. Pantas saja tadi dia mendengar suara grasak-grusuk dari atas, ternyata itu adiknya. "Kalo gitu, kamu sendirian disini?" tanyanya pada Kiki yang masih membisu di tempatnya. Kiki terkejut begitu saja. Tentu saja ia juga tidak mau sendirian di villa. Sekalipun ada mang Tatang dan istrinya, ia jelas tidak bisa tinggal sendirian. Kiki menggelengkan kepala dengan wajah memelas. "Ikut." Ucapnya dengan nada manja dan kemudian melangkah masuk ke kamar yang ditempatinya sendiri. Giska dan Sandy berdiri di ujung tangga. Giska bersandar pada dinding dan Sandy mendekatinya, turut bersandar pada dinding. Keduanya sedang memainkan ponsel masing-masing. Giska sedang memeriksa alamat dengan ponselnya sementara Sandy sedang melakukan pemetaan dengan map ponselnya. "Gak terlalu jauh." Komentar pria itu dan Giska menganggukkan kepala. "Bisa pulang pergi." komennya. "Tapi jaga-jaga aja, bawa baju gantinya dua Bang. Takutnya hujan." Ucap Giska lagi. Sandy menganggukan kepala dan mengacungkan jempolnya pada daypack yang berada di punggungnya. "Udah antisipasi." Jawab pria itu yang dijawab anggukkan Giska. "Kamu emang suka ya ke tempat beginian?" Tanya Sandy ingin tahu. "Kemarin Abang denger kamu juga main ke curug yang ada di daerah sini, sekarang kamu mau pergi ke curug yang lain. Kamu segitu sukanya sama tempat begini?" Giska tersenyum. "Sebenernya sih, dulu gak terlalu. Cuma sejak ngikut perkemahan di SMA, jadi ketagihan." Jawabnya apa adanya. Sandy hanya menjawab dengan anggukkan kepala karena bersamaan dengan itu Raia turun dari tangga dengan pakaian dalam pelukannya. "Raia gak bawa tas macem yang kalian punya. Masa iya Raia kesana pakai tas ke Mall. Jadi, nih!" Raia menyerahkan buntelan barangnya pada Sandy. "Nitip." Ucapnya tanpa sedikitpun merasa malu atau bersalah yang membuat Giska terkekeh melihat ekspresi Sandy yang melongo. "Kiki gimana? Dia pasti gak bawa tas juga." Ucap Giska dan melangkah menuju kamar Kiki. Dan benar saja, ia melihat gadis itu sedang celingukan sendiri. Kiki sudah berganti pakaian dengan celana jeans dan blus lengan panjang yang sedikit kasual dibandingkan dengan pakaian feminimnya yang lain dan kini sedang memandang perlengkapan yang ia taruh di atas tempat tidur dengan kebingungan. "Masukin tas gue aja." Ucap Giska seraya menyerahkan tasnya pada Kiki. Kiki membalikkan badannya, dan setelah berpikir sejenak, gadis itu kemudian menganggukkan kepala. Giska membuka tasnya lebar-lebar. Masih banyak ruang di dalamnya karena ia hanya membawa satu celana serta satu kaus lengan pendek sebagai pakaian ganti. Berbeda dengan instruksi yang sudah ia berikan pada Sandy untuk membawa dua pakaian ganti. Sandy sedang memanaskan mobil di garasi sementara Raia tengah mengenakan sepatu ketsnya di halaman villa saat Giska dan Kiki keluar. "Jauh gak sih?" Tanya Kiki pada Giska. Giska menjawab pertanyaan sahabatnya itu dengan kedikan bahu. "Gue juga gak tahu, Ki. Kan baru pertama pergi." jawabnya seraya mengikat tali sepatunya sendiri. "Udah lah, anggap aja pengalaman baru. Lagian duduk sendirian di villa juga gak enak. Yang ada malah serem." Ucap Raia seraya bergidik sendiri. Giska terkekeh mendengar ucapan Raia, gadis itu memang tidak bisa menyembunyikan sisi penakutnya. Ketiganya serentak berdiri saat mobil dikeluarkan dari parkiran. "Gue di depan ya, takut mabok." Ucap Kiki dan tanpa menunggu persetujuan Raia langsung melangkah ke pintu penumpang depan. Giska hanya mengedikkan bahu saat melihat ekspresi Raia yang cemberut dan melangkah untuk membuka pintu penumpang bagian belakang. Setelah semua orang sudah duduk nyaman, Sandy mengeluarkan mobil dan mengucapkan terima kasih pada mang Tatang yang membukakan mereka pintu gerbang. Keluar dari area villa, mereka mampir di sebuah minimarket untuk membeli makanan ringan sebagai teman perjalanan. Waktu berlalu, mereka melewati area padat penduduk dengan jalanan aspal yang bagus sebelum kemudian masuk ke dalam jalan kecil yang berukuran pas-pasan untuk dua mobil lalu ke jalan yang lebih kecil lagi yang berisi rumah penduduk yang jarang-jarang, pesawahan dan perkebunan. Sepanjang perjalanan, Kiki dan Raia mengeluh mempertanyakan kapan mereka sampai. Sandy dan Giska tidak memberikan jawaban apapun karena fokus pada jalur yang ditunjukkan oleh map di ponsel mereka. Ciwangun Indah Camp atau Air Terjun Curug Tilu Leuwi Opat sudah ada di depan mereka. Seorang petugas parkir meminta mobil yang dikendarai Sandy untuk menepi. "Kemah, Kang?" tanya petugas parkir itu dengan ramah. Empat kepala menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Oh, iya. Disini aja parkirnya." Ucap pria itu lagi dan Sandy menganggukkan kepala. Satu persatu mereka keluar dari mobil. Giska mengambil tasnya dan menggendongnya di punggung. Raia mengambil kantong plastik yang berisi cemilan dan minuman sementara Kiki tidak memegang apapun selain tas selempang kecil dan ponsel. Mereka berjalan menuju tempat karcis dan Sandy membayarkan semua tiket mereka. Sambil berjalan masuk lebih dalam, mereka memperhatikan lingkungan. Ada bangunan dua lantai dari sisi kanan mereka yang merupakan warung nasi dan bakso. Mereka terus berjalan masuk dan kembali menemukan sebuah kantin lainnya yang memiliki bangku kayu di bagian luar halaman kantin serta beberapa kursi kayu lain di bagian dalamnya. "Kalo lapar, nanti bisa makan disini." Ucap Sandy pada ketiga gadis di belakangnya. "Widih, sungai." Seru Raia saat mereka terus berjalan lebih jauh. "Kita mau kemana?" Tanyanya saat melihat batang pohon dengan tanda panah bertuliskan nama-nama tempat. "Curug aseupan aja." Ucap Giska sambil melihat ponselnya. Sandy menganggukkan kepala dan kembali melangkah mengikuti arah panah yang ditunjukkan di papan. Di baris kedua ada Kiki, diikuti Raia dan berjalan paling belakang, Giska. Mereka melewati sebuah bale-bale yang cukup luas dan lahan yang juga tak kalah luasnya yang bisa mereka gunakan untuk camping jika mereka mau. Mereka menapaki tangga batu berpagar kayu dan tanaman-tanaman yang beberapa diantaranya adalah tanaman hias. Terus melangkah dengan pelan setapak demi setapak melewati jembatan bambu yang dibawahnya mengalir air sungai yang jernih sementara di sisi lainnya terlihat air terjun (curug) pertama. Curug tilu leuwi opat itu artinya air terjunnya ada tiga dan sungainya ada empat. Raia dan kiki cukup terkejut dan sempat memekik kala melihat beberapa ekor monyet berekor cukup panjang sedang duduk di pinggir-pinggir tebing. Sementara Giska yang antusias malah mengambil gambar. Mereka terus berjalan di jalan setapak yang tidak terlalu lebar, terus berjalan melewati bagian kolong jembatan dengan dinding sisi kiri kanan mereka berupa batu alam dan mereka kembali mendapati curug yang tingginya lebih tinggi dari curug pertama tadi. Itu adalah curug kedua. Mereka mampir di sebuah warung kopi yang ada disana. Pengunjung tidak terlalu banyak meskipun itu adalah akhir pekan. Si pemilik warung menjelaskan kalau area yang lebih banyak didatangi pengunjung selain air terjun itu adalah area bermain yang ada di sisi lain tempat itu. "Curug ketiganya dimana, Pak?" Tanya Raia ingin tahu. Pemilik warung itu menunjuk pada sebuah tangga besi setinggi lima sampai enam meter yang ada di hadapan mereka. untuk mencapai tangga itu, mereka harus melewati aliran air terjun kedua, menapaki batu-batu yang ada di atasnya. "Disana agak licin, jadi kalau mau kesana harus hati-hati." ucap pemilik warung itu lagi. "Mau coba kesana?" tanya Sandy pada Giska, Raia dan Kiki. Giska menganggukkan kepala antusias. Sementara Raia dan Kiki saling pandang dengan ragu dan kemudian keduanya menggelengkan kepala. "Ya udah, kita aja." Ucap Sandy pada Giska. Giska menganggukkan kepala. Melepas sepatunya dan menggeser tasnya pada Raia. "Gue titip ini." ucap Giska pada Raia. Raia memajukan bibirnya sebagai jawaban. "Abang juga nitip." Ucap Sandy dengan senyum jahilnya pada sang adik yang membuat wajah Raia semakin cemberut. "Yuk!" Ajaknya pada Giska yang disambut Giska dengan senyuman. Namun baru saja Sandy dan Giska melangkah menuju air, Raia berteriak. "Ikut!" Dan dengan segera melepas sepatunya, meletakkannya sembarangan di samping sepatu Giska dan Sandy lalu menggeser tas Giska dan Sandy pada Kiki yang mematung dengan wajah kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN