“Bicaralah, Rose. Aku akan membantumu. Seenggaknya aku belum terlalu tua untuk melupakan semua kenangan kita tentang Sam.” Ingatan mereka tentang Samantha, pria yang seperti sinar mentari di antara hidup mereka. Membawa cahaya ketika pagi, lalu menepi saat senja. * Brak! Suara hela napas terdengar lagi. Di ruangan sudut kantor Atmadja Group, Alexander nampak kesal setelah melempar berkas di tangannya ke atas meja. Diacak-acaknya rambut klimisnya itu. Gusar pada raut wajahnya itu tetap tak menghilangkan sinar ketampanannya. “Lo serius dikit bisa, nggak, Sam? Ini udah hampir tiga minggu, tapi kerjaan lo nggak ada satu pun yang beres.” Samantha berdiri di sana. Meski dimarahi sang kakak, tak ada rasa takut sedikit pun di wajahnya. Bukan karena tak menghormati, tapi dia tahu Alexander in