“Mia jangan terburu-buru! Aku belum memasang kancing kemejaku dengan benar.” Aku berhenti sejenak kemudian menoleh. “Masih punya muka untuk protes setelah diomelin habis-habisan oleh Dokter Sintia?!” Tanaka berdehem. “Ya sudah terserah.” Dengan langkah menghentak, aku kembali menyeret Tanaka menuju van. Setelah membuka pintu, sengaja aku mendorong badan besar Tanaka kemudian memutar untuk mengambil posisi di jok sebelahnya. “Jalan, Bang!” “Kemana?” tanya Bang Irfan. “Penthouse!” “Kafe.” Bang Irfan melirik bingung pada kami dan aku lanjut memelototkan mata pada Tanaka. “Mau apa ke kafe? Apa nggak takut penggemarmu heboh melihat kamu jalan-jalan begini?!” “Ayolah, Mia, aku ada topi dan masker.” Seumur-umur, baru kali ini aku melihat Tanaka menampilkan puppy eyes-nya. “Kita kenal ham