Khalida menyambut Kaivan dengan senyum semringah di depan pintu, dia bahkan berdandan padahal ini hari Sabtu. “Masuk, Mas,” ucapnya dengan suara lemah lembut. Di kantor, Khalida memanggil Kaivan selayaknya atasan, di luar kantor, Khalida menyamakan dengan panggilan ibunda Kaivan. Mas atau mamas. “Yuk, ngobrol dulu di dalam.” “Tidak, saya hanya ingin mengembalikan tempat risolmu. Bunda bilang di dalamnya ada opor ayam, silakan dihangatkan.” Khalida menyambut paper bag yang diserahkan Kaivan, tetapi saat pria itu nyaris berbalik, refleks Khalida menahan pergelangan tangannya. “Mas, sebentar saja. Mungkin setelah menghabiskan secangkir teh.” “Lepas!” Kaivan menatap tajam, membuat Khalida sedikit gentar. “Saya sudah punya janji. Berhentilah, Khalida, saya tidak punya perasaan apa-apa padamu