Bab 2. Kembali Pulang

1363 Kata
Anika berlari memeluk ayahnya yang baru saja membuka pintu, dirinya langsung menangis di pelukan sang ayah dengan begitu keras meraung-raung menumpahkan segala kesedihan yang dia bawa jauh dari rumah suaminya. Reino yang melihat putrinya langsung menangis begitu menemuinya jadi bingung. Tengah malam putrinya datang ke rumahnya dengan menangis, kemudian Reino melirik cover di samping yang dibawa oleh Anika, Reino sudah bisa menyimpulkan kalau terjadi sesuatu yang buruk pada rumah tangga putrinya. "Ada apa, Nak?" tanya Reino khawatir. Anika melepas pelukannya dari tubuh Reino, menghapus air matanya dan mendongakkan kepala untuk menatap wajah ayahnya. Reino begitu kaget melihat wajah putrinya yang terluka di sudut bibir sebelah kanan, tangannya langsung meraih wajah Anika agar bisa melihatnya dengan jelas. "Apa Davin yang melakukan ini?" tanya Reino lagi. Anika tidak menjawab dia malah makin menangis tergugu ketika ayahnya menanyakan hal yang sudah pasti. "Ayah, aku tidak kuat lagi. Aku ingin pulang ke sini," ungkap Anika. Ungkapan dari putrinya membuat Reino mengerti dan tidak menanyakan hal lain lagi, dia memboyong putrinya masuk sembari menyeret koper yang dibawa Anika dari rumah suaminya. Reino paham betul semenjak kematian kakak ipar putrinya, mertua Anika selalu saja menyuruh Davin untuk lebih mempedulikan Yunita dibanding putrinya dan anaknya sendiri, sampai terkadang Davin lalai terhadap tanggung jawabnya pada istrinya. "Jika tidak kuat, kamu boleh kembali ke Ayah kapan saja kamu mau, tangan Ayah akan selalu terbuka menerimamu," ujar Reino. Hati ayah mana yang tidak sakit hati? Ketika putrinya diambil untuk menjalani hidup penuh suka duka bersama seorang pria yang telah berjanji untuk membahagiakannya, tapi justru putrinya pulang dalam keadaan terluka fisik juga hati. Apalagi kondisi Anika sedang berbadan dua, Reino tidak tahu masalah apa lagi yang dibahas oleh Anika dan Davin sampai berakhir pada luka di sudut bibir putrinya, dia hanya menilai kalau Davin tega memukul Anika yang tengah hamil. "Dari awal Ayah sudah bilang kalau akan sangat sulit menikah dengan pria yang sudah punya anak, kamu yang akan terluka sendirian." Reino mengingat kembali pada Davin yang melamar anaknya dengan iming-iming kebahagiaan di saat Davin sudah menjadi duda, tentu saja Reino sebagai seorang ayah menolak keras karena dia takut Anika hanya akan dijadikan ibu sambung dan tidak diperlakukan dengan baik sebagai istri. Tapi Anika terus meyakinkan dirinya kalau Davin adalah pria yang baik dan mencintainya juga mampu memberinya kebahagiaan, penolakan Reino kalah dengan keinginan putrinya yang sepertinya juga bersedia menjadi istri Davin, terpaksa Reino melepas putri tunggalnya. "Ayah, bolehkah aku bercerai jika suatu saat hubunganku tidak bisa diperbaiki lagi?" Hati Reino makin terjamin ketika putrinya meminta izin untuk perceraian yang akan dilakukan jika Anika tidak kuat menjalani kehidupan bersama Davin lebih lama lagi. "Kamu boleh bertindak semaumu dan itu menjadi hakmu, tapi kamu juga harus berpikir dan siap membesarkan anakmu seorang diri," nasehat Reino. Anika diam sambil menangis dengan air mata yang tidak kunjung berhenti dari tadi. Dia harus menghadirkan sosok ayah untuk anaknya yang tengah dia kandung, dia ragu mampu menjadi orang tua yang sempurna seorang diri. "Pikirkan itu baik-baik, setelah keputusannya sudah bulat, barulah kamu mengambil keputusan." Reino mengelus surai rambut putrinya dengan begitu lembut. Bukannya dia memaksa Anika untuk tetap hidup bersama Davin, tapi dia hanya ingin kalau putrinya menjadi kuat tanpa harus bergantung pada Davin untuk merawat anaknya sendiri. Reino sangat menyayangkan putrinya menerima tawaran pria lain yang lebih dari Davin, terlebih lagi pria itu sangat baik juga mencintai anaknya dan yang paling terpenting pria itu masih sendiri, belum pernah menikah sama sekali. Sedangkan Anika malah teringat Yudha, anak sambungnya. Anika merasa bersalah meninggalkan Yudha, bahkan ketika dia sudah berada di sini dia masih mempedulikan anak sambungnya yang jelas bukan darah dagingnya. "Sudah sangat malam, Nak. Segera tidur, tidak baik untuk kondisimu dan juga kondisi bayimu kalau kamu kurang tidur. Tidurlah, kamarmu masih sama, Ayah tidak pernah mengubahnya sedikitpun." Reino membuka kunci pintu kamar putrinya, selama Anika tidak ada Reino selalu mengunci kamar putrinya dan membuka hanya untuk membersihkannya, tapi sekarang tidak lagi karena putrinya ada di sini. "Tidurlah, Nak. Kamu bisa tinggal di sini sampai kapan saja yang kamu mau, besok Ayah akan pergi sebentar karena ada urusan bisnis dengan Bara," jelas Reino. "Bara ...?" gumam Anika dengan cicitan kecil. "Ya, pria yang dulu lamarannya kau tolak demi mendapat lamaran dari Davin." *** Davin berlari dengan langkah kaki terburu-buru, keringat sudah membasahi keningnya karena panik mendapat telepon rumah sakit, bukan sesuatu yang buruk, tapi dia tetap saja panik karena kondisi ibunya. Davin langsung membuka kamar rawat ibunya dengan begitu panik, terlihat ibunya sedang terbaring lemah tidak berdaya di ranjang putih rumah sakit, segera Davin langsung menghampiri ibunya. "Apa Ibu baik-baik saja?" tanya Davin. Wanita tua itu menoleh menampakan wajah dengan guratan keriput yang masih sedikit. "Ibu tidak apa-apa, hanya pusing sedikit saja, sepertinya kondisi Ibu sudah membaik," jawab Ratna. Davin bisa bernapas lega dengan menjelaskan dari ibunya, Ratna memang hanya sakit sedikit, tapi itu sungguh membuat Davin khawatir karena dia hanya punya ibunya yang tersisa sebagai orang tua. "Syukurlah jika begitu," balas Davin. "Bagaimana dengan istrimu? Apa bisa menerima usulan Ibu?" tanya Ratna. Davin diam sebentar, dia tidak bisa menyalahkan Anika yang tidak mau dimadu dan dia juga tidak bisa menyalahkan ibunya atas keinginannya karena itu semua adalah amanah dari kakaknya yang telah meninggal. "Tidak, Bu. Aku tidak bisa membujuknya, wanita mana yang sanggup diduakan? Sebaiknya kita tidak melakukan ini, apalagi kondisi Anika sedang hamil, aku takut terjadi sesuatu pada kandungannya karena dia menjadi frustasi," jelas Davin. Ratna memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan dan Ratna kembali membuka matanya menatap lekat mata putranya. "Justru karena dia sedang hamil, Ibu menyarankan itu agar kau bisa fokus menjaga keduanya. Kamu tidak lupa kalau Yunita dan anak-anaknya adalah amanat dari kakakmu yang harus dijaga? Jika kamu terlalu fokus pada Yunita, kamu akan melupakan Anika dan jika kamu fokus pada Anika, kamu akan melalaikan amanat dari kakakmu, maka dari itu ibu menyarankan untuk menikahi Yunita dan tinggal bersama, jadi kamu tidak perlu khawatir dan bisa menjalankan rumah tangga juga amanat dari kakakmu sekaligus tanpa ada yang kamu abaikan." Davin ingin sekali menolak, tapi sekarang kondisi ibunya sedang sakit, dia tidak enak hati untuk menolak secara tegas karena takut mempengaruhi kondisi ibunya menjadi semakin buruk. "Tapi aku akan menyakiti Anika dan aku juga tidak mencintai Kak Yunita, Bu." Davin benar-benar putus asa dihimpit antara perasaan ibunya dan perasaan Anika. "Awalnya Anika memang akan tersakiti, tapi lama kelamaan dia akan terbiasa dan bisa menerima semuanya. Anika adalah wanita yang kuat, berbeda dengan Yunita. Kamu tahu kalau Yunita terlalu lugu dan tidak bisa apa-apa, dia butuh perlindunganmu," lanjut Ratna. "Bu ... tidak bisakah aku menjaga Kak Yunita, tanpa harus menikahinya? Aku tidak bisa menjalani pernikahan tanpa cinta dan yang aku cintai adalah Anika, aku tidak bisa membagi rasa cintaku untuk wanita lain dan aku merasa akan pernikahanku dan Kak Yunita itu tidak normal bagiku," jelas Davin. Ratna menghela napas lelahnya. "Davin, dengarkan Ibu, kamu harus menikahi Yunita apa pun keadaannya dan bagaimana pun caranya, dia membutuhkanmu. Ibu hanya ingin bersikap adil pada para menantu Ibu dan Ibu hanya punya dirimu sebagai anak yang masih tersisa, maka Ibu akan membagimu dengan pantas dan adil terhadap mereka berdua." Lagi-lagi Ratna menjadi keras kepala terhadap usulannya, dia tidak mau dihantui rasa bersalah karena menelantarkan Yunita dan tidak bisa menjaganya seperti apa yang diamanatkan anak pertamanya. "Bu, bagaimana kalau Anika meminta cerai karena pernikahanku dengan Kak Yunita?" Davin sungguh sangat merasa tertekan, apalagi karena kepulangan Anika ke rumah orang tuanya. "Kamu boleh bercerai dari Anika, tapi kamu tetap harus menikahi Yunita, dia benar-benar membutuhkanmu sebagai seorang suami yang siap siaga dan anak-anaknya membutuhkan sosok seorang ayah, kamu pengganti almarhum Hendra," tandas Ratna. Pilih kasih? Bisa dibilang begitu karena Ratna memang lebih menyayangi Yunita dan anak-anaknya dibanding dengan Anika dan Yudha. Baginya Yunita dan anak-anaknya lebih penting karena dia menganggap amanat almarhum anak pertamanya harus dia lakukan. "Aku tidak mau bercerai dengan Anika, Bu. Aku mencintainya, apalagi sekarang Anika tengah hamil anakku. Ibu tahu sendiri aku tidak mencintai almarhumah istriku karena dijodohkan oleh Ibu, tapi aku mencintai Anika pada pernikahan keduaku," sanggah Davin. "Dengar, Davin. Kamu tidak punya pilihan. Kamu harus menikahi Yunita agar kita tetap bisa menjadi keluarga dan bukannya orang lain. Ibu tidak mau Yunita menjadi mantan menantu, Ibu ingin Yunita tetap menjadi menantu Ibu!" tegas Ratna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN