Pindahan

1099 Kata
"Asti, tolong siapkan beberapa baju untuk tidur dan baju rumah untuk dibawa ke apartemen Arga ya," pinta Dita sambil mengajak Asti ke ruangan tempat semua pakaian Dita disimpan. Mereka bertiga baru saja tiba dari KUA. Dita sudah memutuskan mulai malam ini dia akan mulai tinggal di apartemen Arga, tetapi tidak mengajak Asti tinggal di sana. "Aku ikut juga Mbak?" tanya Asti sambil memilih pakaian Dita di lemari. "Enggak, kamu tinggal di sini aja. Jagain apartemen, terus kalau aku butuh apa-apa kan tinggal telepon kamu, Ti," ucap Dita sambil memeriksa ponselnya, mengecek jadwalnya besok. "Aku temenin Arga dulu ya, kamu siapin aja beberapa pakaian, jangan dibawa semua." "Ok, Mbak." Melihat Dita berjalan ke ruang tengah, pikirkan iseng Asti mulai bekerja. Dia berniat mengerjai Dita. Sambil tertawa Dita memasukkan pakaian dalam tas yang akan dibawa oleh Dita. Dita berjalan ke rumah tengah, di sana sudah ada Arga yang duduk sambil memeriksa beberapa foto di kameranya. "Besok aku ada jadwal di kantor, kamu gimana?" tanya Dita mengambil tempat duduk agak jauh dari Arga. "Aku besok ke kantor. Ada jadwal pemotretan, mau bareng? Eh, ya coba lihat foto ini. Kok jadinya lucu banget ya?" kata Arga mendekati Dita, mengikis jarak antara keduanya, tetapi Dita tidak menyadari jika Arga berada sangat dekat dengannya. "Eh, iya kok malah jadi lucu, momennya pas banget ya," ucap Dita menyetujui ucapan Arga. Dita baru menyadari jika Arga duduk sangat dekat dengannya ketika merasakan napas Arga di dekat telinganya. Dita perlahan menjauh, ada rasa canggung yang dia rasakan saat berada dekat sekali dengan Arga. "Eh, aku cek Asti dulu ya, mungkin tasnya pakaian aku sudah dia siapkan semua," kata Dita mencoba menghindar. Arga bukan tidak menyadari perubahan sikap Asti, tetapi dia tahu dengan pasti bahwa Asti memang belum merasa nyaman berada di dekat Arga. Arga pun tidak ingin memaksa Dita berubah dalam waktu cepat. Dia ingin menikmati semua waktu bersama Dita hingga perasaan Dita berubah hanya untuk Arga. "Ti, udah selesai belum?" tanya Dita masuk ke ruangan. Dia berjalan ke meja rias untuk membawa beberapa skincare, bedak dan lipstik lalu dimasukkan ke dalam sebuah tas kecil. "Sudah dong, Mbak. Mbak mau jalan sekarang? Enggak mau mandi dan ganti pakaian dulu? Malem nanti Mbak makan di mana?" "Aku mandi di apartemen Arga aja. Sekalian istirahat, malam belum tahu makan di mana. Lihat nanti aja," ucap Dita sambil memeriksa tas make up miliknya. "Mbak Dita kayaknya udah enggak sabar jadi istri Mas Arga seutuhnya, udah enggak sabar mau malam pertama ya, Mbak?" tanya Dita menyipitkan kedua matanya, menatap curiga ke arah Dita. "Ngaco kamu ya. Astaghfirullah Asti apa yang ada dipikiran kamu itu? Malam pertama apaan, nikah aja enggak tanpa perasaan cinta, gimana ada malam pertama? Aku tuh maunya mandi sebelum tidur aja biar enggak gerah pas tidur." "Yakin Mbak biar enggak gerah? Di apartemen Mas Arga pasti ada AC, enggak mungkin Mbak Dita merasa gerah di sana, kecuali melakukan sesuatu yang bikin badan gerah tapi nikmat gitu, pasti udahannya pengen mandi, iya enggak?" cerocos Asti dengan niat menggoda Dita sambil mengipasi tubuhnya dengan kedua tangan. "Otak kamu tuh udah korslet kali ya? Udah ah, aku jalan sekarang." "Mbak Dita ini tuh masih siang, ngapain buru-buru ke apartemen Mas Arga, jalan-jalan dulu gitu buat pemanasan sambil pegang tangan, terus pegang bahu lanjut ke—" Dita menutup mulut Asti dengan sebelah tangannya. Lalu berbisik di telinga Asti. "Stt, jangan ngomongin itu lagi nanti dikira Arga aku pengen tidur sama dia lagi. Janji enggak ngomong gitu lagi?" ucap Dita menunggu jawaban Asti. Asti menganggukkan kepala tanda setuju. Lalu Dita menjauhkan tangannya dari mulut Asti. "Ok, aku pergi dulu. Tasnya mana?" "Biar aku yang bawa Mbak," ujar Asti berjalan ke ruang tengah. Arga melihat Dita membawa tas pakaian milik Dita, berjalan mendekati Asti lalu mengambil tas dalam genggaman Asti. "Biar aku aja yang bawa, ya." "Wah Mas Arga baik banget. Pokoknya Mbak Dita beruntung banget punya suami kayak Mas Arga." Dita merasa biasa saja, karena dia belum memiliki perasaan apapun pada Arga. Yang ada di pikirannya hanyalah menjalankan pernikahan dan bersikap manis pada Arga saat berada di kantor dan di depan Damar. Agar Damar menyesal sudah melepaskan Dita. "Jaga apartemen baik-baik ya, Ti. Udah enggak usah ikut nganter ke bawah ya," larang Dita saat Asti ingin memakai sandal. "Hati-hati di jalan ya Mbak. Mbak boleh peluk dulu enggak? Kok gini banget ya rasanya ditinggal Mbak Dita. Ada sedihnya tapi rasanya masih kayak mimpi," ucap Asti mendekati Dita lalu memeluknya. "Mbak jangan nyusahin Mas Arga ya," ucap Asti di telinga Dita setengah berbisik. Dita hanya diam mendengar ucapan Asti. Dia mengurai pelukan Asti, lalu memakai sepatu. "Titip Mbak Dita ya Mas, tolong jagain dengan baik. Kalau dia rewel dengerin aja orangnya memang gitu kok, semoga Mas Arga bisa ngertiin Mbak Dita," pesan Asti. "Daaaaag, Asti. Nanti aku telepon lagi. Assalamualaikum. Jaga diri baik-baik ya." Dita meninggalkan unit apartemen miliknya. Berjalan mengikuti Arga dari belakang. Arga menyadari itu saat dia tiba di depan lift sedangkan Dita tidak ada di sebelahnya. Pintu lift terbuka dan mereka masuk. Dita hanya ingin segera sampai di apartemen Arga dan segera beristirahat. Tidak ada pikiran lain, hanya itu karena dia cukup sulit menyesuaikan diri di tempat tinggal baru, dia mulai membayangkan bagaimana jika malam nanti dia tidak bisa tidur di apartemen Arga, apa yang harus dia lakukan. "Jalannya jangan di belakang ya. Jalan di depan atau di samping, supaya aku bisa ngawasin kamu." "Apaan sih Arga, sok-sokan perhatian," batin Dita. "Iya," jawab Dita singkat. "Kita langsung ke apartemen atau kemana lagi? Kamu mau makan di mana? Selera kamu masih sama dengan yang dulu apa udah berubah?" "Kamu ngajak makan? Makan bakso aja yuk. Aku pengen makan bakso yang pedes banget." "Kamu lagi PMS ya, Dit?" "Hah? PMS? Enggak kok, cuma masih enggak enak hati, enggak enak perasaan aja," jawab Dita malas menjelaskan. "Enggak enak hatinya bukan karena aku kan? Aku juga ngerasa enggak enak kalau itu karena aku." "Oh, bukan kok. Ini masalah aku, bukan karena kamu." "Apa karena mantan tunanganmu itu ya?" tebak Arga. "Aku males mau bahas dia lagi," ucap Dita berbohong, karena dia selalu memikirkan Damar, sehingga membuat perasaannya selalu tidak enak. "Oh. Ok, kita makan bakso, aku antar kamu ke tempat bakso langganan kamu deh, di mana aja, mau jauh deket aku antar," ucap Arga bersemangat. "Boleh, yuk kita ke sana. Nanti aku kasih tahu alamatnya." Arga dan Dita berjalan keluar dari lift. Lokasi tujuan mereka yang pertama kali ini adalah ke tempat bakso langganan Dita. Arga berusaha untuk menjadi yang terbaik yang Dita butuhkan. Teman terbaik, partner terbaik, jadi suami terbaik pun Arga siap-siap saja, karena Dita sekarang sudah menjadi salah satu prioritas bagi Arga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN