Makan Siang di Kafe

1279 Kata
Dita mencari tempat duduk di mana dia bisa melihat Damar dengan jelas. Dia mengajak Arga duduk di meja pada posisi itu sehingga posisi duduk Arga membelakangi Damar. Sedangkan posisi duduk Yuni membelakangi Dita. Bagi Dita, dia cukup melihat perubahan ekspresi wajah Damar ketika melihat kedekatannya dengan Arga. Ekspresi wajah Damar berubah masam melihat Dita duduk makan siang bersama Arga. Tetapi dia masih melanjutkan makan siang sambil mengobrol dengan Yuni sesekali. Dita melirik pada Damar. Dia melihat sikap Yuni pada Damar bisa dikatakan agresif, karena pada posisi duduk berhadapan kakinya mengelus kaki Damar begitu juga dengan tangannya yang tidak henti mengelus tangan Damar. Sesekali Yuni menyuapi Damar makanan yang ada di piringnya. "Aku pesenin makan ya," ucap Arga membuat Dita mengalihkan pandangannya pada Arga. "Iya, kamu pesan makanan apa aja aku makan kok," ucap Dita dengan suara yang dibuat manja. Arga memanggil pelayan kafe untuk memesan makanan. Saat pelayan siap mencatat pesanan dia memesan dua porsi steik dan minuman dingin. Mereka diminta menunggu makanan disajikan selama beberapa menit. "Dita, kamu masih ingat enggak sih waktu pertama kali kita ketemu di kampus, kalau enggak salah pas baru banget jadi mahasiswa, bener enggak?" tanya Arga mengingat masa lalu. "Waktu itu kita dihukum di hari pertama ospek. Aku datang terlambat, kamu enggak bawa salah satu tugas, bener enggak?" jawab Dita berusaha mengingat kejadian di kampus. "Nah, bener. Hukumannya aku disuruh nembak kamu. Ada-ada memang senior dulu. Aku enggak pernah nembak cewek, mana tahu caranya gimana." Arga tertawa. "Iya, senior sampai marah katanya kamu kaku banget." Dita pun ikut tertawa sambil melirik ke arah Damar. Damar mulai merasa tidak nyaman melihat Dita dan Arga keliatan sangat dekat. "Eh hukumanku malah ditambah, disuruh ngajak kamu makan siang bareng di depan mereka sambil nyuapin kamu. Hadeh, ampun deh ketemu senior model gitu." Arga menepuk keningnya. "Aku malu banget waktu itu dikerjain sama senior, besoknya enggak mau dihukum lagi. Sebisa mungkin enggak ngelakuin kesalahan deh." Makanan yang mereka pesan datang. Setelah pelayan kafe meletakkan piring, Arga memotong steik di hadapannya menjadi potongan kecil, lalu menukar piringnya dengan piring yang ada di hadapan Dita. Dita hanya bisa menerima semua perlakukan Arga siang itu tanpa protes. "Makan yang banyak ya, Sayang," ucap Arga dengan manis. Dita mulai menikmati makanan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian Arga mendekatkan garpunya di depan mulut Dita. Dia membuka mulut dan menerima suapan dari Arga. "Karena aktivitas kamu lebih banyak, jadi aku tambahin daging punyaku," ucap Arga lagi. Tidak sampai di situ, ketika melihat sudut bibir Dita ada saus yang menempel, Arga berdiri dan mengelap sudut bibir Dita dengan tisu yang ada di sebelahnya. Melihat sikap Arga yang terlalu manis pada Dita, Damar merasa marah. Dia mengajak Yuni untuk meninggalkan kafe itu kembali ke kantor. Dita memperhatikan kepergian Damar dan Yuni hingga keduanya menghilang dari pandangannya. Kemudian dia tertawa puas karena merasa berhasil membuat Damar marah. "Gimana akting aku tadi? Bagus dong? Buktinya Pak Damar langsung pergi begitu melihat kita mesra-mesraan sambil makan, iya enggak?" "Iya, makasih ya, Ga, udah mau bantuin aku. Kita makan lagi yuk." Dita mengambil garpu, melanjutkan makannya dengan perasaan puas. "Makannya dihabiskan, kalau enggak nanti aku suapin. Kamu butuh asupan nutrisi yang cukup karena jadwal kamu padat kan," kata Arga menunjukkan perhatian yang tulus pada Dita. "Iya, makanan ini akan aku habiskan." "Siang ini kamu ada jadwal kemana? Aku boleh ikut enggak?" "Mau ngapain kamu ikut, yang ada nanti bosen." "Mau mandorin kamu tuh, biar enggak lupa makan malam." "Enggak harus ikut juga, Ga. Kamu kan bisa ngingetin lewat telepon atau SMS." "Itu juga kalau kamu angkat telepon atau baca SMS aku kan." "Udah jangan ikut pokoknya. Capek kalau ngikutin aku kemana-mana. Emang kamu enggak ada jadwal pemotretan siang atau sore ini?" tanya Dita sambil menyuap potongan daging ke mulutnya. "Kalau hari ini enggak ada. Ya sudah kalau gitu nanti aku jemput pulangnya. Pasti pulangnya malem lagi kan?" "Iya, malam ini selesai jam 12 malam kayaknya." "Ya sudah nanti aku jemput. Jangan pulang duluan. Tunggu aku datang, ingat ya." "Iya, aku tunggu, nanti aku suruh Asti kirim alamatnya." "Nah, gitu dong." Mereka melanjutkan makan siang hingga selesai, dan berencana kembali ke kantor dengan mobil Arga. Setelah Arga membayar pesanannya, mereka keluar meninggalkan kafe. Begitu Dita membuka pintu kafe, di luar ada beberapa orang wartawan yang berkumpul. Mereka semua merasa penasaran melihat Dita jalan dengan seorang pria yang tidak mereka kenali. "Mbak Dita, kalau boleh tahu Mbak sedang jalan dengan siapa ya?" tanya wartawan 1 yang jaraknya dekat dengan Dita. "Iya Mbak. Setelah putus dengan Mas Damar, Mbak Dita kayaknya udah punya yang baru, kenalin dong sama kita," ucap wartawan 2. Wartawan lain juga sama penasaran dan menunggu jawaban yang akan diucapkan Dita. "Dia ini suami saya, namanya Arga, teman saya waktu kuliah dulu." Dita tersenyum di depan semua wartawan. "Kapan nikahnya Mbak? Kok tidak ada kabarnya?" tanya salah satu wartawan. "Saya nikah di KUA aja biar simpel. Itu dulu jawaban dari saya. Saya masih ada kegiatan lain, pamit dulu." "Mbak bisa diceritakan lebih lanjut mengenai pernikahan Mbak Dita? Kenapa sampai memilih Mas Arga sebagai suami. Dita tidak menjawab. Arga membantu Dita berjalan melewati beberapa orang wartawan itu hingga sampai ke mobil Arga. Tetapi wartawan yang ada di sana juga tetap mengejar Dita untuk meminta penjelasan selanjutnya. Arga mengemudikan mobil ke kantor agensi K yang jaraknya tidak jauh dari kafe tempat mereka makan siang. Tiba di kantor agensi K, Arga segera memarkirkan mobil. Dita bergegas turun dari mobil, masuk ke kantor agensi untuk mencari Asti. Rencananya dia akan segera jalan ke lokasi selanjutnya untuk pemotretan lain. Dia berjalan cepat meninggalkan Arga yang berjalan di belakangnya. Saat itu ponsel Dita berdering, ada panggilan dari Damar. Dia segera menjawab panggilan tersebut. "Halo, ada apa?" "Ke ruangan saya sekarang!" Lalu panggilan itu diputus oleh Damar. Dita memutar arah menuju ruang kerja Damar. "Ada apa lagi ini?" batin Dita. Sampai depan pintu ruangan Damar, Dita mengetuk pintu dan masuk. Belum sempat duduk di kursi yang ada di ruangan itu, Damar mendekati Dita. "Kamu tahu, barusan banyak telepon masuk, semua dari wartawan media cetak dan elektronik. Panggilan telepon itu terus menerus masuk, semua bertanya hal yang sama. Kapan Mbak Dita menikah dengan Mas Arga? Permainan apa yang sedang kamu mainkan Dita? Tolong jawab!" ucap Damar dengan marah. "Aku memang sudah menikah dengan Arga, terus kenapa?" jawab Dita tidak mau kalah. "Kamu tanya kenapa? Kamu tuh yang kenapa? Setelah hubungan kita berakhir kamu tiba-tiba bikin heboh dengan berita pernikahan kamu, niat kamu tuh sebenarnya apa sih? Mau balas dendam sama aku? Tapi kamu ngorbanin karir kamu sendiri, mikir enggak sih kamu, hah?" Damar mendorong pelipis Dita dengan jari telunjuknya. Dita tidak terima diperlakukan seperti itu oleh Damar menjadi tersulut emosinya. "Kamu pikir kamu aja yang bisa nikah terus aku enggak bisa? Aku bisa kok, buktinya kan aku nikah dengan Damar, peduli amat dengan omongan orang di luar sana, karena aku juga mau bahagia." Dita benar-benar marah pada Damar ingin sekali dia meluapkan kemarahannya pada Damar dengan menampar pria itu tetapi dia urungkan niatnya. "Kamu masih ingat apa yang aku katakan terakhir sama kamu kan? Kamu harus ganti rugi kalau setelah ini semua kontrak kerja kamu dibatalkan!" kata Damar sambil menunjuk wajah Dita. "Aku juga enggak takut dengan ancaman kamu!" "Saya juga siap ganti rugi kalau semua kontrak kerja Dita dibatalkan karena pernikahan kami!" Arga masuk ruangan Damar lalu menarik lengan Dita. Dia mengajak Dita keluar dari ruangan Damar setelah mengucapkan kalimat itu. Dita mengikuti langkah Arga kemana pun pria itu melangkah. Damar masih tercengang di ruangannya setelah mendengar ucapan Arga, tidak hanya marah pada Dita kali ini dia juga marah pada Arga. "Gila banget fotografer itu, sok-sokan mau ganti rugi, emang dia punya duit berapa?" ucap Damar dengan perasaan aneh bercampur heran pada Arga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN