Menjemput Dita

1279 Kata
Dita berbelok di pintu tangga darurat, dia menarik lengan Arga agar mengikuti langkahnya ke sana. Dita ingin bertanya sesuatu pada Arga. "Ga, kamu tadi ngomong apa di ruangannya Damar? Mau ganti rugi? Udah enggak usah, itu biar jadi urusan aku aja, kamu enggak perlu mikirin hal itu." Dita melipat kedua lengannya di d**a. Menghela napas panjang. Lalu mengacak rambutnya dengan tangan kanan. "Aku bantu, Dita. Kamu juga kan sekarang jadi tanggung jawab aku. Enggak mungkin aku biarkan kamu menyelesaikan semua ini sendiri." "Sudah biar aku aja. Yang duluan ngajak kamu terlibat dalam masalah ini kan aku. Aku jadi enggak enak sama kamu. Emang kamu punya uang buat bayar ganti rugi?" tanya Dita penuh rasa penasaran. "Uang? Aku punya tabungan kok. Hasil jerih payahku sendiri selama beberapa tahun terakhir." "Kamu kerja apaan sih, Ga? Aku kok enggak dikasih tahu." "Ada deh pokoknya. Kalau aku kasih tahu pasti kamu kaget," bisik Arga di telinga Dita. "Kerja apaan sih? Jangan bilang kamu jadi simpenan Tante-tante ya? Jadi simpenan kan duitnya banyak," tebak Dita asal. "Yey, enak aja. Kerjaan aku insyaallah halal kok. Hasilnya juga lumayan, buktinya aku bisa beli apartemen pakai uang aku sendiri." "Apa sih kerjaan kamu, Ga, kasih tahu." Dita memaksa Arga memberitahukan pekerjaan Arga sebelumnya dengan mengguncang-guncangkan lengan Arga saking penasarannya. "Kalau aku kasih tahu, kamu mau ngasih apa?" "Enggak suka deh kalau kamu udah mulai gitu. Ya udah deh aku enggak akan tanya-tanya lagi. Ya sudah aku pamit dulu mau jalan sama Asti. Assalamualaikum." "Wa'alaykumussalam, terus kita pisah di sini begitu aja?" "Iya, sorry aku buru-buru." Dita berjalan cepat meninggalkan Arga. "Nanti malam aku jemput," teriak Arga. Dita menoleh memberikan tanda setuju dengan anggukan. *** Di perjalanan ke lokasi pemotretan lain, Dita mendapat telepon dari Wulan, bagian humas di agensi milik Damar. Dita pikir pasti ada hal penting, karena itu dia segera menerima panggilan itu. "Halo Mbak Wulan, ada apa nih telepon siang-siang." "Mbak Dita, mohon maaf sebelumnya ya. Mulai siang ini banyak banget telepon masuk dari wartawan, kebanyakan dari mereka penasaran dengan pernikahan Mbak Dita nih. Aku mesti jawab apa ya untuk pertanyaan mereka." "Oh, banyak banget ya Mbak yang telepon?" "Yah begitulah. Banyak banget nih yang penasaran sama Mbak Dita. Jadi aku harus jawab apa?" "Ya bilang aja yang sebenernya, Dita sudah menikah dengan seorang fotografer yang bekerja di agensi yang sama, gimana?" "Terus kalau ditanya tanggal dan tempatnya di mana itu gimana Mbak?" "Gimana kalau besok pagi kita bikin konfrensi pers Mbak Wulan? Aku sendiri yang akan kasih penjelasan dan menjawab semua pertanyaan." "Ya sudah, gitu juga boleh. Jadi aku infoin aja ke pada wartawan agar datang ke kantor kita besok pagi ya. Aku yang atur semua deh." "Gitu juga boleh Mbak. Makasih banget udah mau bantuin ya. Aku percaya sama Mbak Wulan pokoknya." "Tapi Mbak Dita, aku juga sebenarnya kaget Mbak Dita nikah sama fotografer itu. Iya sih wajahnya emang cakep banget tapi apa cuma karena itu, pasti enggak dong?" "Arga itu temen kuliah sekaligus gebetan aku tuh dulu, pas ketemu lagi masih ada perasaan daripada pacaran enggak jelas mending nikah aja." "Oh gitu, ya udah selamat untuk pernikahannya ya Mbak. Aku tunggu besok di kantor, makasih ya Mbak Dita, maaf kalau ganggu waktunya, selamat siang." Dita menyimpan ponselnya dalam tas. "Itu telepon dari Mbak Wulan, Mbak? Pasti tanya soal pernikahan Mbak Dita ya? Siang ini satu kantor rame tuh bahas pernikahan Mbak Dita." tanya Asti yang sedang mengemudikan mobil "Pasti deh gara-gara wartawan yang tadi dateng ke kafe. Cepet banget nyebarnya berita ini. Oh ya, Ti, besok aku mau bikin konfrensi pers biar informasi pernikahan aku enggak simpang siur." "Bagus deh Mbak, mudah-mudahan aja apa yang Mbak Dita rencanakan berjalan sesuai rencana. *** Malam hari di kediaman Damar. Dia sudah pulang dari kantor agensi. Selama beberapa hari ini Damar mengajak Yuni tunggal di apartemen miliknya, dengan alasan mereka akan menikah sebentar lagi supaya lebih memudahkan untuk membahas masalah pernikahan mereka. Namun, malam ini Damar ingin membicarakan masalah lain dengan Yuni di ranjang. "Sayang gimana kegiatan kamu hari ini? Pasti capek banget ya?" tanya Damar sambil memijat kaki Yuni. "Iya, Sayang, aku capek banget hari ini pemotretan di studio. Kaki aku pegel semua nih. Terus akhir-akhir ini aku jadi susah makan," jawab Yuni manja. Hari ini jadwal Yuni hanya melakukan pemotretan di studio agensi, karena dia adalah model baru jadi pekerjaannya belum banyak, hanya pemotretan sesekali saja. Namun, Yuni pandai merayu pria sehingga Damar bisa jatuh dalam pelukannya karena Yuni rela melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Yang ada dalam pikirannya hanya uang dan uang saja. "Kasian kamu, Sayang. Kamu pengen makan apa biar enggak susah makan, bilang sama aku, nanti aku beliin buat kamu." Damar mencubit dagu Yuni. "Pengen yang asem seger gitu deh, Sayang." "Rujak ya? Besok aku beliin. Eh ya, Sayang, kamu mau enggak ikut peragaan busana di Singapura?" "Aku capek, Sayang. Sejak hamil enggak bisa jalan di catwalk kayak gitu, gimana kalau aku ikut aja ke Singapura tapi enggak ikut peragaan busana, aku temenin kamu aja, Sayang?" Sebenarnya Yuni malas diajak bekerja apalagi untuk peragaan busana begitu pasti sangat melelahkan. Walaupun bayarannya tentu banyak, tetapi dia lebih suka menjadi calon istri Damar. Bisa memiliki uang tanpa harus lelah bekerja di dunia model. "Padahal aku udah membatalkan kesempatan Dita tuh, Sayang. Demi kamu, emang kamu enggak pengen melejit?" "Aku tuh lagi hamil, Sayang, bentar lagi badan aku melar, enggak bisa jadi model lagi. Aku lebih suka jadi istri kamu dan membesarkan anak kita, Sayang." Yuni mendaratkan ciuman di bibir Damar karena dia tahu Damar pasti merasa kesal karena penolakannya. "Yah, Sayang. Ok deh, biar Dita lagi aja yang ke Singapura. Kamu sama aku ikut ke sana, nanti kita jalan-jalan juga di sana gimana? Aku seneng banget kamu mau jadi istriku, pulang dari Singapura kita nikah. Aku akan bikin acara pernikahan mewah buat kamu." "Mau banget. Terima kasih untuk semuanya, aku juga mau ngasih sesuatu buat kamu." Yuni menarik selimut sehingga menutupi keduanya. Mereka bermesraan di balik selimut itu menghabiskan malam bersama. *** "Halo, Dita aku udah sampe nih di lokasi, kamu udah selesai belum?" tanya Arga yang baru saja turun dari taksi. "Kamu bawa mobil, Ga? Bentar lagi aku selesai terus keluar, tunggu ya." "Ok. Aku naik taksi. Nanti aku yang nyetirin mobil kamu." "Ya udah, tunggu aja di sana. Aku ke sana sekarang." Setelah menutup panggilan dari Dita, ada panggilan masuk ke ponsel Arga dari Papanya. "Papa kok jam segini belum tidur," batin Arga. Dia menjawab panggilan dari papanya. "Arga, kamu di mana? Kenapa enggak pulang ke rumah?" tanya papa Arga dari seberang panggilan telepon. "Aku udah beli apartemen di deket kantor agensi, Pa. Papa apa kabar? Udah sehat? Jam segini kok enggak tidur?" tanya Arga mengkhawatirkan kesehatan papanya. "Papa enggak apa-apa. Kamu kok nikah enggak bilang-bilang sih sama Papa. Kapan mau bawa istri kamu ke rumah? Apa jangan-jangan kamu memang enggak niat buat ngenalin istri kamu ke Papa?" "Pasti Papa udah denger berita paling panas hari ini ya? Enggak kok, Pa. Nanti aku bawa Dita ke rumah kalau dia libur. Jadwalnya padet banget, Pa." "Yah, begitulah kalau kamu nikah dengan seorang model. Pasti dia sibuk apalagi Dita, jadwalnya pasti padat. Setahu Papa dia itu model andalan di agensi Damar, sumber penghasilan paling besar untuk agensi Damar itu dari Dita, karena Dita paling banyak job dibandingkan dengan model lain, karena kerjaan Dita bagus." "Gitu deh, Pa. Ya udah Papa istirahat dulu, nanti aku kabari kalau mau ke sana, jaga kesehatan ya, Pa. Ini Dita udah selesai pemotretan aku mau pulang dulu. Malam, Pa." Arga memutus panggilan telepon, menyimpan ponsel di saku. Dia melambaikan tangan saat sosok Dita lalu berjalan mendekati Dita, wanita yang paling dia cintai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN