Cahaya dari lampu gantung kristal menyapu lantai marmer ballroom seperti mata-mata yang diam. Di antara denting gelas, tawa diplomat, dan kilatan kamera media, Celestine berdiri anggun dalam gaun hitam dengan punggung terbuka. Ia memegang segelas wine putih seperti memegang rahasia. Arya berdiri di sampingnya. Jarak mereka hanya beberapa senti, tapi terasa seperti ada samudra dingin di antara tubuh mereka. "Aruna memanggil," kata Arya pelan, tidak menatap langsung. “Kita harus ke sana sekarang.” Celestine mengangguk ringan, tidak berkata apa-apa. Senyumnya tipis, formal, seperti wajah pelayan istana yang menyembunyikan belati di balik nampan. Mereka berjalan bersisian. Orang-orang memberi jalan. Sebagian membisikkan pujian tentang pasangan ideal ini—CEO cantik dan suaminya yang disebut

