Ruang rapat lantai 20 itu biasanya dipenuhi wangi parfum mahal dan tawa basa-basi para petinggi. Namun hari ini, suasananya dingin. Di ujung meja panjang, Wirawan duduk dengan d**a membusung, wajahnya penuh kepuasan. “Celestine tidak akan hadir,” ujarnya dengan suara lantang. “Dia sudah… jatuh. Sekarang kita butuh pemimpin baru. Perusahaan ini butuh darah segar, bukan bayangan dari keluarga yang hancur.” Direksi saling pandang. Beberapa mengangguk, sebagian masih ragu. “Kita akan segera mengangkat saya sebagai pelaksana tugas. Mulai detik ini, kita—” BAM! Pintu ruang rapat terbuka keras. Semua kepala menoleh. Suara heels beradu dengan lantai marmer terdengar tegas. Celestine masuk. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi—meski tubuhnya belum pulih sepenuhnya, aura CEO-nya kembali. Ra

