Sekarang, hanya ada Alina dan Adi duduk berhadapan. Adi bertanya, "Kapan aku bisa bertemu walimu? Kita menikah minggu depan."
Alina terkejut, "Apa? Minggu depan?" Adi mengangguk dengan mantap, menegaskan rencananya.
Adi bertanya, "Kapan aku bisa bertemu ayahmu?"
Alina menjawab, "Ayahku sudah meninggal. Waliku adalah pamanku Danu, adik ayah dan ia tinggal jauh dari sini."
Mendengar itu, Adi pun berkata, "Besok kita temui dia. Kita harus menikah secepatnya."
Alina terheran-heran, "Kenapa terburu-buru?"
Adi menjawab tanpa ragu, "Ini demi warisan."
Alina bertanya heran, "Warisan?"
Adi berkata dengan tegas, "Kamu tidak usah tahu. Kamu itu hanya istri bayaran. Jadi jangan mau tahu terlalu jauh tentangku."
Alina semakin penasaran dengan Adi, bertanya-tanya siapa sebenarnya sosok di balik Adi.
Adi lalu berkata, "Sekarang ayo kita ke rumah kakekku.” Ajak Adi.
Alina bertanya terkejut, "Sekarang?" Adi mengangguk tegas, "Ya! Jangan banyak tanya. Setelah tadi kamu tanda tangan, kamu harus patuh pada perintahku," Adi mengingatkan dengan nada tegas.
Adi berdiri, dan Alina pun berdiri mengikuti langkahnya, merasa tertekan namun tak bisa menolak. Mereka pun bersiap untuk pergi ke rumah kakek Adi.
Alina pun masuk ke dalam mobil box yang dikendarai oleh Adi, masih merasa bingung tentang siapa sebenarnya Adi.
Saat di perjalanan, Adi mendapat telepon. Dia mengeluarkan ponselnya, dan Alina cukup terkejut karena ponsel Adi adalah ponsel keluaran terbaru dengan harga yang fantastis. Meskipun Alina hanya orang biasa, dia pernah melihat iklan ponsel tersebut.
Sementara Adi bicara di telepon, Alina dapat mendengar suara dari pembicaraan itu, "Halo, ada apa?"
Suara seorang pria di seberang telepon menjawab, "Maaf Tuan Muda, Tuan Besar tidak ada di rumah. Barusan beliau keluar."
Adi menjawab, "Ok, baik." Setelah itu, Adi mengakhiri panggilan.
Alina bertanya dalam hati, ‘Tuan Muda? Tuan Besar?’
Kemudian Adi bertanya kepadanya, "Apakah ibumu masih ada? Maksudnya belum meninggal?"
Alina menjawab, "Ada."
Adi pun berkata, "Kita temui ibumu sekarang. Kakekku sedang sibuk."
Sebenarnya Alina tidak mau mengenalkan ibunya pada Adi, tapi ia merasa tidak bisa menolak permintaan Adi.
Ibunya juga harus tahu jika Alina akan menikah.
Alina pun menjawab, "Oke, baiklah."
Mobil box yang dikendarai Adi tiba di depan rumah Alina, yang kini ditinggali oleh Rose dan keluarga barunya.
Adi dan Alina berjalan ke arah pintu bersama-sama. Setelah mengetuk pintu, muncullah Damian. "Alina?" Alina tidak menjawab, Damian melirik ke arah Adi. Adi tidak tersenyum sama sekali, wajahnya datar seperti Alina.
Damian pun mempersilahkan mereka masuk, "Silakan duduk."
Ketika mereka duduk di ruang tamu, Alina merasa sesak. Dia merasa seperti tamu di rumahnya sendiri, sangat menyebalkan baginya.
Tak lama kemudian, Rose masuk ke ruang tamu. "Alina, kamu datang kemari?" Dia kemudian melihat ke arah Adi yang duduk di samping Alina. Rose duduk seraya bertanya, "Laki-laki ini siapa?"
Adi menjawab dengan tenang, "Saya calon suami Alina." Alina tidak bereaksi. Rose melebarkan matanya, "Calon suami?" Adi mengangguk.
Rose beralih pada Alina, “sepertinya uangmu sudah habis ya, Alina, makanya kamu cari laki-laki biar ada yang memberimu nafkah." Alina tidak menjawab. Ia malas menjawab pertanyaan ibunya.
Rose kemudian bertanya pada Adi, "Apa pekerjaanmu?" Sambil memperhatikan pakaian Adi yang biasa saja.
Adi menjawab dengan tenang, "Saya sopir mobil box." Rose kaget, "Hanya seorang sopir?" Adi mengangguk. Rose melihat ke arah Alina dan tersenyum.