Part 05: Identitas Terungkap

1426 Kata
Rahel menatap handphonenya, teleponnya masih tersambung tapi kok tidak ada balasan apapun, wajar sih mungkin lelaki itu juga kesal kepadanya. "Halo?" ulangnya dengan sedikit pelan takut tidak dibalas lagi, saat mendapatkan panggilan dari lelaki ini ia secara spontan langsung mengangkatnya, sejujurnya ia cukup lega karena ia memang sedikit kepikiran dengan lelaki itu, ia akui kalau dirinya memang sangat labil. "Ehm, iya." Hening. Rahel dan Lucas sama-sama saling menunggu balasan dari masing-masing pihak namun lucunya justru tidak ada satupun yang membuka suara, dengan sedikit ragu Rahel akhirnya mengawali pertanyaan. "Kenapa telpon aku?" "Eh, ah itu ..." Alis mata Rahel menukik tinggi mendengar suara gelagapan lawan bicaranya. "Apakah tawaranku kemarin benar-benar tidak ingin kamu pertimbangkan lagi?" Rahel seketika membasahi kerongkongannya yang kering, "kamu besok sibuk?" tanyanya tiba-tiba, di seberang Lucas langsung menegak sempurna. "Nggak, kenapa?" Jawabnya tanpa berpikir. "Sejujurnya menurutku lebih enak jika hal seperti ini dibahas secara langsung." "Jadi gantian kamu yang ngajak aku ketemuan?!" Rahel menghela napas mendengar nada antusias lawannya itu, "hm, kalau kamu bisa aku akan kirim alamatnya." "Bisa-bisa!" "Yaudah kalau begitu sampai ketemu besok." "Eh tung—" TUT. Rahel langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak, ah sial kenapa tiba-tiba ia berinisiatif seperti itu?! Ia pun hanya bisa pasrah dengan keanehan dirinya sendiri. *** "Maaf nunggu lama ya? Tadi aku kejebak macet." Rahel mengangkat wajahnya secara spontan memindai penampilan lelaki yang tidak ia ketahui namanya itu, lelaki itu memakai kaos hitam polos dipadukan jaket levis dan celana levis panjang, sangat bertolak belakang dengan dirinya yang memakai blazer khas pekerja kantoran. "Aku juga baru sampe kok." Balasnya masih memperhatikan gerak-gerik lelaki itu. Lucas yang merasa diperhatikan jadi menatap penampilannya sendiri, lalu tak lama memindai sekitarnya kikuk. "Anu ... maaf apa aku salah kostum ya?" tanyanya berbisik. Rahel tersentak, apakah lelaki ini jadi merasa tidak nyaman karena ia tatap terus? "Nggak kok." "Tapi semua yang ada disini rata-rata pakaiannya formal dan rapi, tau begitu aku juga pakai jas." Mendengar penuturan lelaki itu Rahel tidak bisa untuk tidak menggigit bibirnya sendiri, kenapa lelaki ini tiba-tiba terlihat polos dan lucu sekali. "Disini banyak yang pakai baju formal karena memang daerah perkantoran, tapi disini bebas kok mau pakai apa." Jelasnya perlahan, lagian memangnya ada ya restauran yang mengharuskan pengunjungnya memakai dresscode tertentu. Lucas seketika merasa pede kembali, seolah baru teringat sesuatu ia dengan cepat mengulurkan tangannya yang hanya disambut kernyitan heran wanita di depannya. "Sepertinya kita belum kenalan, aku Lucas." Rahel tanpa sadar membulatkan bibirnya, berdehem singkat sebelum akhirnya membalas uluran tangan lelaki di depannya. "Rahel." Lucas seketika menggumamkan nama Rahel dalam hatinya, nama yang tidak akan pernah ia lupakan. "Kamu mau pesan apa? Kita makan dulu saja ya soalnya kebetulan aku belum makan siang juga." Lucas mengangguk setuju, langsung mengangkat tangannya memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya, kemudian arah tatapannya tertuju pada Rahel. "Kamu mau pesan apa?" Rahel tersentak, "tadi aku sudah pesan duluan kok tinggal nunggu datang saja." Lucas lagi-lagi seperti orang bodoh, hanya bisa meringis canggung, padahal bisa dibilang dirinya ngedate dengan cewek bukan hanya sekali dua kali tapi entah kenapa kali ini rasanya ia sangat kaku, apakah karena wanita ini yang lebih dewasa daripada dirinya ya. "Lucas." Lucas mengerjapkan matanya sedikit tertegun saat namanya tiba-tiba dipanggil, entah kenapa jantungnya seperti memompa hebat. "Saat melakukannya kamu pakai alat kontrasepsi atau tidak?" "Uhuk-uhuk!" Tersedak sudah ia dengan pertanyaan bom seperti itu, tiba-tiba dikasih pertanyaan seperti itu tentu saja ia sangat kaget. "K-kenapa tiba-tiba penasaran?" tanyanya balik dengan napas tak beraturan. Rahel memijit pangkal hidungnya, "aku harus tau bersih atau tidak, karena jika memang tidak maka aku akan ke rumah sakit untuk cek up." Lucas tanpa sadar menghela napasnya yang sempat tertahan, iya juga sih wanita ini sudah dewasa jadi lebih terbuka dalam menghadapi hal tabu begini. "Aku ... pakai." "Oh jadi kita benar-benar melakukan hal seperti itu." Simpul Rahel lagi-lagi membuat Lucas megap-megap, kenapa daritadi pertanyaannya seperti sedang menjebaknya sih. "Tapi syukur kalau kamu pakai, yah harusnya aku tidak perlu khawatir toh kamu juga pastinya berpengalaman." Rahel kemudian tersenyum tipis pada pelayan yang mengantarkan makanan mereka, di tempatnya Lucas hanya bisa menunduk meremat jemarinya, sedikit tersinggung dengan perkataan Rahel barusan, gini-gini dirinya belum pernah skidipapap loh sebelumnya. "Kenapa diam saja? Makan hm." Rahel mengarahkan dagunya pada makanan di meja mereka membuat Lucas hanya bisa membalas dengan senyuman simpul. Mereka akhirnya menyantap makanan dengan khusyuk, namun diam-diam Lucas selalu mencuri pandang pada Rahel, wajah mungil mungkin seukuran telapak tangannya, mata bulat bersinar dengan paduan bibir mungilnya membuat Lucas hanya bisa berseru takjub dalam hati. "Cantik." Gumamnya bermaksud membatin namun bodohnya justru keceplosan, Rahel terbatuk kecil, dengan senatural mungkin pura-pura mengelap bibirnya dengan tisu menahan salah tingkah. "Sepertinya kita sudah bisa bahas tentang masalah kita." Celetuknya meluruskan punggung berusaha terlihat tenang. Lucas terkesiap perlahan, raut wajahnya langsung berubah serius seketika. "Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya, aku ingin membalas budi pada kamu." "Padahal tidak perl—" "Tolong terima permintaanku." Potong Lucas dengan berani. Rahel menghela napas, menatap lekat wajah Lucas dengan pasrah. "Yasudah." Lucas berbinar sesaat, "jadi aku bisa kerja sama kamu?" "Hm, tapi sejujurnya sekarang aku belum butuh-butuh banget bawahan." "Aku bisa kerja apapun!" tekannya. Rahel menghela napas pelan, berpikir sejenak. "Kamu bisa bersih-bersih?" Lucas mengerjap, tak lama mengangguk cepat. "Bisa." "Kalau begitu mau jadi ART ku?" "Mau!" "Mau digaji berapa?" "Hah?" Lucas mengernyit, "aku kerja untuk balas budi jadi gak perlu digaji." Imbuhnya enteng. Rahel tentu saja mendelik tak percaya, "kamu mau aku seperti sedang mengeksploitasi kamu?" "Tapi uang yang kamu kasih ke aku sebelumnya itu banyak banget, bahkan sekalipun aku kerja puluhan tahun juga belum tentu bisa dapet segitu." Rahel tanpa sadar bertopang dagu menatap lurus pemuda ini, sebuah senyuman kecil terbit di bibirnya, tidak ia duga lelaki ini ternyata sungguh-sungguh masih punya rasa kemanusiaan, ia pikir Lucas hanyalah lelaki mata duitan. "Sebagai ganti gaji, kamu butuh sesuatu?" tawarnya dengan baik hati. Lucas rasanya seperti bertemu Ibu Peri, wanita ini bukan hanya kaya tapi benar-benar baik hati, sepertinya sayang jika ia melewatkan kesempatan ini begitu saja. "Hmm ... apapun boleh?" Rahel mengangguk, Lucas tersenyum lebar. "Kalau begitu aku mau tinggal sama kamu." "APA?!" Lucas menggedik tanpa rasa bersalah sedikitpun, "kan aku ART mu jadi aku harus terus ada di dekat kamu. Bukankah ART kamu sebelumnya juga pasti tinggal di rumahmu kan." Tebak Lucas membuat Rahel tak mampu berkata-kata, meskipun ucapannya benar entah kenapa Rahel merasa seperti tengah dijebak. "Yaudah terserah." Ucapnya pasrah. Lucas seketika bersorak dalam hati, sejujurnya ia memang tengah mencari tempat tinggal baru karena sedang kabur dari rumahnya, dan kesepakatan ini benar-benar seperti jackpot untuknya. "Kalau begitu ayo!" Lucas berdiri dari duduknya, mendekat kearah Rahel yang cuma mengerjap bingung. "Kemana?" "Ya pulang ke rumah kamu." Rahel seketika mendelik, "hah? Sekarang?!" *** Rumah Rahel ternyata cukup di luar bayangannya, Lucas pikir rumah wanita ini akan bernuansa modern atau minimalis seperti layaknya rumah jaman sekarang namun ternyata salah besar. Rumah Rahel hanya berlantai satu dan berbentuk layaknya rumah khas Jepang yang memiliki banyak lorong, halaman di rumah ini juga luar biasa luasnya bahkan sepertinya luas halamannya dua kali dari luas rumahnya memperhitungkan jarak dari gerbang ke rumah utama yang hampir 5 menitan padahal menggunakan mobil. Rumah ini di kelilingi pepohonan rindang yang hampir menutupi seluruh rumah ini, ada kolam ikan luas yang mengitari rumah ini dengan jembatan sebagai penghubung. Gila! Selera wanita ini luar biasa keren. Sepanjang jalan Lucas tak henti-hentinya berseru. Rahel yang melihat reaksi Lucas hanya tersenyum geli, kenapa lelaki ini seperti bocah yang baru ia bawa ke taman hiburan. "Ayo kita turun!" titahnya begitu sampai, Lucas dengan terburu-buru mengejar di belakangnya. Beberapa orang nampak memberikan hormat pada mereka begitu mereka masuk ke dalam area rumah, sepertinya mereka para bawahan Rahel, Lucas jadi berpikir apakah nanti ia juga harus memberikan hormat begitu ya karena ia akan bekerja menjadi bawahan wanita ini. "Ini kamar kamu." Lucas langsung mencelinguk melihat kamarnya, meskipun tidak bisa dibilang mewah tapi ini kamar yang cukup layak untuk ditinggali. Yah lagian berharap apa dirinya kan ia cuma bekerja sebagai ART di sini. "Makasih, besok aku akan bawa barang-barangku kesini." Rahel mengangguk, "kamu bisa istirahat, aku pergi dulu." Pamitnya namun entah kenapa tak jadi pergi, ia kembali memusatkan pandangannya pada Lucas dengan wajah nampak sedikit ragu. "Masih ada lagi?" tanya Lucas melihat wajah wanita itu yang seperti masih ingin mengatakan sesuatu. "Untuk kepentingan keamanan aku butuh data diri kamu." Lucas langsung membulatkan bibirnya, iya juga dirinya bahkan tidak memberikan CV pada wanita ini. Dengan cepat Lucas merogoh dompetnya, dan menyodorkan KTP nya tanpa ragu. Rahel langsung memindai isinya teliti, dan detik itu juga KTP di tangannya itu terjatuh ke lantai, ia menatap horor lelaki di depannya itu. "Kamu ... masih m-mahasiswa?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN