Rasa pening langsung menyerang kepalanya begitu kesadarannya kembali, dengan mata bengkak khas bangun tidur dan rambut berantakan wanita cantik itu berusaha mengangkat tubuhnya dari kasur dengan susah payah.
"Ssshh kepalaku sakit banget..." keluhnya memegang pelipisnya pusing.
"Ya jelas pusing kamu kemarin habisin banyak alkohol." Sahut sebuah suara disertai langkah kaki mendekat.
Rahel reflek menoleh kaget, nampak Lucas datang sembari membawa nampan makanan di tangannya. Lucas yang ditatap Rahel justru dengan tenang menaruh nampan di tangannya ke atas nakas dan duduk di sebelah Rahel.
"Aku bawain sop biar badanmu enakan."
"Kamu kok bisa ada disini?!" picingnya tajam, ia masih sangat ingat kemarin memesan kamar hotel supaya bisa menghindari lelaki ini.
Lucas justru tersenyum penuh arti, menggedik tenang. "Kamu nggak inget?" tanyanya balik dengan nada mencurigakan.
Rahel tanpa sadar menelan ludahnya, perasaannya mulai tidak enak apalagi melihat wajah lelaki di depannya ini yang sangat mencurigakan. "Memangnya apa yang harus kuingat!" ketusnya sambil menyibak kasar selimutnya buru-buru beranjak menjauhi Lucas namun alangkah kagetnya ia justru terhuyung oleng karena tubuhnya entah kenapa sangat lemas.
Grep.
"Hati-hati dong!" omel Lucas dengan wajah panik.
Rahel sebenarnya ingin menepis lelaki ini namun itu hanya akan merugikannya jadi ia memilih menurunkan egonya kali ini.
Cup.
Lucas mengecup gemas pipi Rahel membuat Rahel memalingkan wajahnya tidak nyaman. "Hentikan, aku sedang tidak punya tenaga untuk meladenimu."
Lucas terkekeh pelan, justru makin mengeratkan pelukannya dan menghirup dalam leher jenjang Rahel. "Kamu bau alkohol." Bisik Lucas.
"Lagian ngapain kamu cium-cium aku." Dengusnya.
"Memangnya gak boleh?"
"Nggak lah!"
"Tapi kemarin kamu juga cium aku."
Tidak sampai sedetik seluruh kepala Rahel berputar seluruhnya menghadap Lucas, raut wajahnya langsung berubah tegang seketika dengan tubuh membeku.
"A-apa yang sudah kulakukan kemarin?" tanyanya panik.
Lucas tersenyum penuh arti, kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Rahel. "Kita menghabiskan malam romantis." Bisiknya serak.
"APA?!"
"Astaga kamu jangan teriak dong," gerutu Lucas karena Rahel berteriak tepat di sebelah telinganya.
"Jangan bohong!"
Lucas mencebik, "kalau gak percaya tuh lihat!" tunjuknya pada cermin yang kebetulan ada di belakang tubuh Rahel membuat wanita itu spontan memutar tubuhnya, dan begitu melihat pantulan tubuhnya di cermin Rahel hanya bisa membeku syok di tempat, di lehernya terdapat bekas kissmark yang kontras dengan warna kulitnya.
Diam-diam Lucas tersenyum miring, sebenarnya kemarin ia hanya ingin mencium bibir Rahel ketika wanita itu tidak sadarkan diri namun ia benar-benar tidak bisa menahan diri melihat leher jenjangnya.
"I-ini ..." Rahel meraba lehernya panik. "N-nggak mungkin, aku ingat kemarin–" ucapan Rahel seketika mengambang di udara, tiba-tiba memori tentang kedatangan Lucas dan perdebatan mereka sampai ciuman mereka menyeruak samar di otaknya.
Itu nyata.
Kemarin mereka memang melakukannya.
"Ah sialan!" desis Rahel memegang frustasi kepalanya.
"Nggak papa," Lucas dengan tanpa dosa menepuk-nepuk kepala Rahel seolah sedang menenangkan bayi.
Rahel langsung menepis kasar tangan Lucas dari kepalanya, dengan sekuat tenaga menyingkir dari dekapan Lucas dan berjalan menjauh.
Lucas membulatkan matanya, segera mengejar dan begitu kagetnya ia ketika mendapati wanita itu sedang mengeluarkan air mata.
"Kamu nangis?!" kagetnya terperanjat.
Rahel membuang mukanya, berusaha menutupi wajahnya namun sia-sia karena Lucas sudah terlanjur melihatnya.
"Apakah kamu marah sama aku? Aku minta maaf, tolong jangan nangis lagi."
"Aku hanya merasa malu."
Lucas tertegun, Rahel menghela napas berat. "Padahal aku sudah dewasa tapi tindakanku begitu konyol, disini kamu yang selalu dirugikan oleh tindakanku, kamu boleh marah kepadaku."
Lucas mengerjap cepat, segera memeluk erat Rahel kembali membuat Rahel terkesiap kaget. "Astaga kukira kenapa," kekehnya geli, "kenapa aku harus merasa marah? Justru disini aku seneng banget."
Rahel menelan ludahnya berat, dengan grogi memilin ujung bajunya. "Kamu serius?"
"Astaga memangnya sejak kapan sih aku bercandaaa..." gemasnya.
Rahel membasahi bibirnya canggung dengan bola mata bergerak gelisah, "kita bertemu di bar, lalu hubungan kitapun sekarang tidak jelas, apalagi kamu masih anak kuliahan. Untuk usiaku sekarang mana mungkin aku akan percaya sama bocah sepertimu yang sepertinya hanya suka bermain-main." Entah terbawa suasana atau apa namun Rahel jadi ingin meluapkan semua isi hatinya.
Lucas mendengarkan serius, sejujurnya ia pun paham tentang kekhawatiran wanita ini, namun ia tidak berbohong, dulu memang ketika baru bertemu Rahel ia tertarik hanya sebatas terpesona, namun setelah tinggal bersama dan mengenal lebih dekat dengan wanita ini mana mungkin ia tidak suka, Rahel adalah definisi wanita sempurna baginya.
"Aku tidak bisa berbuat apapun untuk perbedaan usia kita tapi aku bisa bersumpah jika perasaanku sekarang bukan main-main."
"Kamu mungkin sekarang menyukaiku karena aku kaya dan cantik, tapi ketika kamu sudah menjalin hubungan denganku aku yakin kamu pasti akan malu."
"Kenapa aku harus malu?" Lucas menatap lurus manik coklatnya.
Rahel tersenyum getir, "karena aku janda."
"Memangnya apa yang salah dengan itu? Aku yakin itu juga pasti bukan karena keinginanmu."
Rahel terhenyak diam, setiap ucapan Lucas terasa begitu tulus apalagi Lucas adalah orang pertama yang mengatakan itu kepadanya, tanpa ia sadari dirinya mulai terikat dengan pemuda ini.
"Atau jangan-jangan kamu yang malu karena menjalin hubungan dengan pemuda sepertiku yang bahkan belum terjamin masa depannya."
"Nggak kok!" bantah Rahel cepat membuat Lucas mengerling berbinar, artinya wanita ini mau menjalin hubungan dengannya kan.
"Yakin? Aku bahkan nggak punya apa-apa loh." Bisiknya.
Rahel menghela napas panjang, memutar kepalanya menatap Lucas sepenuhnya. "Asal kamu mau setia, yang lainnya aku tidak peduli."
"Jadi .... ?"
Rahel menelan ludah berat, "apa?"
Lucas tersenyum penuh arti, "kita pacaran kan sekarang?"
Meskipun memasang wajah sok cuek nyatanya rona kemerahan merambat cepat dari leher ke wajah Rahel, hal sama yang juga dialami Lucas.
"Yakin kamu gak akan nyesel?"
Lucas menlingkarkan tangannya ke pinggang Rahel, membelai naik sampai ke tengkuk wanita itu. "Hm, kenapa aku harus nyesel?" balasnya dengan kepala mulai menyondong maju.
Rahel berusaha menutupi salah tingkahnya, "kamu bisa dapat wanita yang jauh lebih baik daripada aku di luar sana."
Lucas mengecup seduktif rahang oval Rahel, "memangnya ada yang lebih sempurna dari kamu?"
Pertahanan Rahel runtuh, padahal usianya bukan remaja lagi namun setiap gombalan yang diberikan oleh pemuda ini selalu sukses membuatnya ambyar.
Rahel perlahan melingkarkan tangannya ke leher Lucas, menatap intens manik kelabu lelaki itu. Lucas yang seperti mendapat lampu hijau seketika tersenyum cerah, tanpa menunggu lama langsung melumat bibir yang semalam juga ia lumat itu, Rahel berusaha membalas meskipun nampak kaku, bukannya karena Rahel tidak pernah ciuman namun karena Rahel masih merasa canggung dengan hubungan baru mereka, apalagi setelah bercerai ia memang belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun lagi.
"Nghh ..." lenguhnya merasakan cumbuan Lucas makin menuntut, bahkan entah sejak kapan lidah lelaki itu sudah masuk membelit lidahnya.
Lucas benar-benar merasa senang sekarang, ini memang bukan pertama kalinya ia dan Rahel berciuman namun ini pertama kalinya ia mencium Rahel ketika wanita itu dalam keadaan sadar.
Setiap hisapan, lumatan, dan cecapan terasa begitu menggairahkan bagi mereka, sensasi berdebar hebat dan panas dingin membuat keduanya entah sejak kapan sudah bertindihan di atas kasur.
Setelah dirasa memerlukan oksigen mereka mengurai ciuman mereka, Rahel menatap Lucas dengan napas memburu dan bibir membekak. "Bukankah ini terlalu berlebihan untuk ciuman pertama setelah berpacaran." Kekehnya membelai wajah Lucas. Semakin dilihat ternyata lelaki ini memang tampan sekali, bahkan bulu matanya sangat lentik dan cantik untuk ukuran lelaki.
Lucas menangkup tangan Rahel dan mengecupnya lembut, "apa iya?" tanyanya balik dengan nada penuh arti yang membuat Rahel tidak tahan untuk tidak tertawa. Arah tatapan Lucas beralih kembali pada bibir Rahel, dan tentu saja Rahel menyadarinya. "Boleh?" tanyanya yang langsung dimengerti Rahel.
"Kamu m***m banget ternyata."
Lucas terkekeh serak, "emang, jadi kamu harus terbiasa."
"Dasar!"
Lucas menunduk, mencumbu kembali bibir ranum yang mulai membuatnya candu itu, Rahelpun langsung memejamkan matanya seketika.
Dan ciuman mereka akhirnya terus berlanjut, untuk beberapa menit setelahnya.
***
"Lepaskan semuanya melihat kita!" omel Rahel namun Lucas nampak tidak peduli.
"Memangnya disini ada siapa sih," balasnya malas.
"Kamu nggak lihat sekeliling?!" Rahel lama-lama gregetan juga, masalahnya sepanjang mereka berjalan masuk rumah semua pasang mata baik ART, supir, sampai satpam kompak melihat mereka, bagaimana gak ngelihatin jika Lucas selalu gelendotan manja sepanjang jalan.
"Kamu nggak ada kuliah?"
"Ada."
"Trus kenapa belum siap-siap?"
"Aku mau bolos."
Rahel jadi mencubit gemas pipi Lucas membuat lelaki itu mengaduh, "kuliah yang bener, memangnya kamu mau jadi apa nantinya!"
Lucas merengut, mengelus bekas cubitan Rahel. "Aku mau jadi suami kamu aja."
Rahel menggeleng lelah, berdebat dengan lelaki ini rasanya hanya buang-buang tenaga saja. "Setidaknya selesaikan kuliahmu dengan baik, aku tidak menuntutmu untuk menjadi mahasiswa lulusan terbaik atau menuntutmu harus memiliki pekerjaan hebat setelah kamu lulus. Tapi aku hanya berharap kamu mau bertanggungjawab untuk urusanmu, kuliah kan pilihanmu jadi selesaikan dengan baik." Rahel mengelus lembut rambut Lucas.
Lucas mengerjap, di luar dugaan ucapan Rahel benar-benar terdengar realistis dan tidak terkesan menyudutkannya. "Yaudah aku mau siap-siap dulu, mulai sekarang aku akan kuliah dengan sungguh-sungguh, aku berjanji akan menjadi orang sukses!"
Tentu saja Rahel membungkam mulutnya takut kelepasan tertawa, kenapa bocah ini plin-plan sekali sih.
Cup.
Bukan hanya Rahel yang membeku di tempat, namun juga para bawahannya yang menyaksikan adegan tersebut ikut tercengang tak percaya. Lucas yang barusan mengecup berani pipinya tersenyum lebar seolah tidak punya rasa salah, sembari melangkah pergi ia juga melambai riang.
"Dadah sayangku~"
Dan semua orang disana yang tadi sudah tercengang kaget makin terperanjat syok.