"Rah–"
"Minggir aku buru-buru!"
Lucas yang semula sudah merekahkan senyumannya langsung berubah cemberut seketika, wanita di depannya itu melewatinya begitu saja bahkan melirikpun enggan.
"Kamu belum sarapan kan? Aku tadi buatin nasi goreng enak."
Rahel tetap fokus berjalan dengan wajah datarnya. "Aku sedang buru-buru tidak sarapan dulu."
"Kalau begitu bawalah roti, aku akan mengambilkan–"
"Iya? Oh baik saya segera berangkat." Tiba-tiba Rahel mengambil handphonenya dan berbicara pada teleponnya dengan jalan makin cepat, sontak saja Lucas mendelik tak percaya ditinggal begitu saja.
Dan begitu sampai di dalam mobil Rahel seketika melempar handphonenya ke kursi mobil sembari menyandarkan tubuhnya dengan helaan napas panjang.
'Menyebalkan kenapa ia jadi salah tingkah tidak jelas sendiri.'
***
Lucas menatap jam dinding dengan muka bete, "sudah semalam ini kenapa Rahel belum pulang," gumamnya menaruh wajahnya di lipatan tangan, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba sikap wanita itu berubah drastis kepadanya, sebenarnya apa yang telah terjadi.
Tiba-tiba tubuh Lucas berjengkit dengan mata membulat utuh begitu terpikir sesuatu. "Jangan-jangan ini gara-gara cowok kemarin!" serunya dengan wajah sangar, sebelumnya sikap Rahel padanya fine-fine saja kok bahkan wanita itu sampai merawat lukanya namun tiba-tiba Rahel berubah cuek kepadanya setelah menerima telepon. "Gak salah lagi ini pasti ulah lelaki itu!" simpulnya ngawur seperti biasa, Lucas mengepalkan tangannya dengan wajah mengeras tidak terima, cih padahal lelaki itu masih kalah jauh ketimbang dirinya. Ganteng dirinya kemana-mana lah!
Brrmm...
Lucas spontan tersentak, raut wajahnya langsung berbinar dan segera ia berlari keluar menuju suara mobil yang sudah ia hapal di luar kepala itu.
"Rah...eh? Dimana Rahel?" cengonya karena wanita itu tidak keluar dari mobil.
Sang supir menatapnya dengan canggung, "Nyonya tidak pulang malam ini."
Lucas memicingkan matanya tajam, "kenapa?" tanyanya dengan ekspresi berubah 180 derajat.
"S-saya kurang tau, kalau begitu saya permisi dulu." Pamitnya ingin buru-buru beranjak karena entah kenapa aura Lucas mulai menakutkan.
Grep.
Lucas mencekal lengan supir tadi dengan raut dingin yang bikin merinding, "dimana Rahel sekarang?"
"S-saya tidak tau."
Cekalan Lucas makin mengerat membuat supir tadi mendesis tertahan. "Di-ma-na?" ejanya dengan penekanan penuh yang membuat sang supir seketika berkeringat dingin, di satu sisi Nyonya Rahel menyuruhnya tutup mulut namun di sisi lain pemuda ini begitu menakutkan untuknya. Dirinya jadi serba salah. "Jangan Bapak kira saya takut buat lukain Bapak hanya karena Bapak lebih tua, saya bahkan pernah patahin kaki temen saya karena dia suka berbohong." Ancamnya dengan mata berkilat sukses membuat supir Rahel itu langsung bergetar tremor.
"S-saya tidak berniat bohong, cuma Nyonya yang menyuruh."
"Kalau begitu Dimana Rahel sekarang?"
"S-saya ... saya tidak–"
"Bapak beneran gak sayang sama tangan Bapak ya ternyata–" Lucas sudah akan memelintir tangan supir tadi tepat sebelum sang supir memekik panik.
"Nyonya ada di Hotel!"
Lucas mengerjap cepat, "dimana alamatnya?" selidiknya langsung, kenapa wanita itu ada di hotel, apa yang tengah dia lakukan? Pikirannya mulai berkecamuk tidak karuan.
Sang supir nampak sangat menyesal karena telah keceplosan namun ia lebih sayang nyawanya ketimbang pekerjaannya jadi untuk kali ini ia akan melanggar perintah Nyonyanya. Akhirnya ia pun menunjukkan alamatnya kepada Lucas dan tak butuh waktu lama sampai Lucas merebut kunci mobil di tangan supir itu dan melajukannya pergi.
***
"Hik ... hahaha .. hik-hik." Suara cegukan dan tawa tersendat-sendat sungguh penampakan yang menyedihkan. Dengan masih mengenakan pakaian kantor bahkan sepatunya belum dilepas wanita bertubuh ramping itu tengah mabuk di atas kasur hotel, mirip seperti orang depresi berat. "Dasar bodoh bodoh bodoh!" tiba-tiba ia meringkuk lalu menjambaki rambutnya dan meraung, salah satu alasannya mabuk adalah supaya melupakan ingatan memalukan kemarin namun yang ada justru sekarang ia makin terngiang-ngiang oleh lelaki itu. "Hng .. sialan apakah karena terlalu lama sendiri aku jadi j****y begini?" gumamnya meracau putus asa, tapi anehnya ketika dulu ia bersama lelaki penghiburnya ia tidak pernah sampai kebablasan seperti itu, rasanya sekarang harga dirinya sudah terbabat habis.
Ting tong!
Ia melirik pintu, lalu berusaha berdiri dengan begitu sempoyongan. Itu pasti pesanan minumnya yang datang, sejak beberapa jam lalu ia memang tengah memesan banyak minuman alkohol bahkan ia sudah habis hampir 5 botol sendiri, mungkin juga karena yang ia pesan kadarnya tidak terlalu tinggi mengingat ia masih harus bekerja besok.
Ting tong!
"Hng ... ya seben- hik ... sebentar!" balasnya dengan suara sumbang tercekik, namun suara bel pintunya masih terus berbunyi membuatnya benar-benar sebal.
Ceklek.
"Bisa sabar–" ucapannya seketika tertelan di udara, lelaki bertubuh jangkung dengan garis rahang tegas, mata tajam, alis tebal, dan bibir yang langsung mengingatkannya pada kejadian kemarin itu sukses membuat sekujur tubuh Rahel menegang.
Lucas yang langsung mencium aroma alkohol kuat dari tubuh Rahel mendelik tajam, segera ia mendorong masuk dan menutup kasar pintu kamarnya.
"Kamu mabuk?!"
Rahel menepis tangan Lucas, berjalan pergi namun saking sempoyongannya sampai menabrak ujung meja, dengan sigap Lucas memegang tubuhnya.
"Kenapa kamu tiba-tiba mabuk? Kamu ada masalah?"
"Memangnya aku gak boleh mabuk? Dari dulu aku memang suka mabuk kok!" balasnya berusaha mempertahankan intonasi suaranya supaya normal.
Lucas mengernyit tak suka, "ayo kita pulang!" tariknya namun langsung ditepis Rahel.
"Kamu apa-apaan sih, aku masih mau disini kamu saja yang pergi sendiri!"
"Kamu kira bagus mabuk-mabukan di hotel sendirian, hentikan tindakan nyelenehmu ini!" tegas Lucas mulai emosi.
Rahel balik menantang tanpa rasa takut, "memangnya kamu siapa ngatur-ngatur? Jangan lancang!"
Lucas mengepalkan tangannya dengan bibir mengerat tertahan. "Jangan buat aku marah Hel." Desisnya dengan suara rendah.
Rahel menyentak kasar tangannya sampai terlepas, dengan gontai berlalu menuju kasur untuk melanjutkan minumnya. Sialan padahalkan ia sengaja menyewa kamar disini supaya bisa menghindari lelaki ini tapi kenapa lelaki ini bisa datang kesini?!
Grep.
Rahel terhenyak, tangan yang melingkar di tubuhnya itu memberikan rasa hangat yang nyaman. "Ayo pulang, jangan seperti ini aku benar-benar khawatir denganmu."
Rahel merasa kesadarannya mulai tercampur, mual, pusing, lelah beradu menjadi satu tak karuan.
"Sebenarnya kamu anggap aku ini apa sih?" tanyanya akhirnya.
Lucas seketika tertegun, mengerjap pelan. "Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu?"
Rahel menundukkan wajahnya, meremat ujung bajunya mulai cegukan ringan lagi. "Kamu selalu memperlakukanku seolah tengah mempermainkanku."
"Apa maksudmu?" Lucas langsung memabalik tubuh Rahel dan memegang pundaknya serius, "kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti ini? Apa yang telah terjadi?"
Rahel menelan ludahnya dengan sedikit gugup, "aku jadi terbiasa dengan semua yang kamu lakukan untukku, padahal aku tau kamu hanyalah bocah yang sedang bermain-main dengan wanita tua sepertiku tapi memalukannya aku justru terpengaruh." Lirihnya dengan kekehan miris.
Bukan hanya membulat sempurna namun pupil mata Lucas ikut membesar dengan napas tercekat begitu saja. "Aku tidak pernah main-main denganmu, aku selalu sungguh-sungguh."
Rahel membuang muka dengan decihan pelan, "tidak usah mengatakan hal-hal yang tidak bisa kamu pertanggungjawaban."
Lucas sekarang sangat bingung, perasaannya begitu meluap sampai rasanya ia lupa semuanya. Senang, tidak menyangka, dan syok beradu menjadi satu. Tentu saja ucapan Rahel tadi sudah mengartikan jika wanita itu mulai menyimpan perasaan lebih padanya.
"Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu percaya?"
Rahel membuang napas berat, "lupakanlah, aku sepertinya mulai gila karena mabuk, anggap saja ucapanku tadi seperti angin lalu." Ujarnya sudah akan berbalik pergi tepat sebelum tangan Lucas menahannya lagi.
"Bagaimana bisa aku anggap angin lalu sedangkan ini adalah hal yang paling kutunggu," bisiknya di tengkuk Rahel membuat wanita itu meremang, namun belum sempat membalas sebuah benda kenyal sudah menghisap bibirnya, gelenyar panas seketika merasuk ke dalam tubuhnya bahkan kakinya sampai hampir terhuyung lemas jika tangan Lucas tidak menopangnya.
Lucas menarik wajahnya, kedua wajah mereka kompak berubah merah padam bahkan napas mereka juga memburu. Lucas nampak kebingungan akan melakukan apa namun entah kegilaan darimana Rahel tiba-tiba menarik tengkuk lelaki itu dan balik mencumbunya, tak butuh waktu lama sampai ia mendapatkan balasan dengan terbuka.
"Hng mmphh ... mmp."
Suara cecapan menggema seantero ruangan, Lucas menggendong tubuh ramping Rahel dan menjatuhkannya ke sofa yang ada di sebelah mereka, dengan posisi Lucas mengungkung di atas tubuh Rahel tentu saja membuat posisi mereka jadi begitu intim.
"Ahh mmhpp L-lucas."
"Hng?"
Rahel melingkarkan tangannya ke leher Lucas, makin menarik dalam tubuh lelaki itu membuat seluruh tubuh mereka benar-benar menempel. "Sepertinya aku sudah mabuk, aku hik ... sudah gila." Gumamnya kembali cegukan sambil terkekeh pelan sebelum tak lama tumbang tak sadarkan diri.
Sedangkan Lucas yang melihat hal itu hanya bisa menghela napas panjang, "kenapa kebiasaan mabukmu selalu berubah ganas ya." Herannya kemudian tertawa kecil dan kembali menyesap bibir ranum Rahel.
Ya siapa yang akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.