Part 11: Kecupan

1437 Kata
Hari terus berjalan seperti biasa, dan rutinitas Lucaspun juga mulai berubah semenjak tinggal dengan Rahel, ia bersikap semaunya disini bahkan di rumah ini rasanya ia bukan lagi seperti pembantu melainkan pemilik rumahnya. "Kok tumben pulang malam?" Lucas melongok dari belakang tubuhnya. Rahel yang baru keluar mobil mengurut dadanya dengan helaan napas sabar, kenapa sih Lucas kalau datang gak mau salam dulu gitu. "Aku tadi lembur." Lucas membulatkan bibirnya, tersenyum lebar dan mengambil tas dari tangan Rahel. "Sini aku bawain!" serunya. Rahel tidak melarang bahkan ketika sebelah tangan Lucas juga ikut menggandeng tangannya, sejujurnya dulu pas awal-awal lelaki ini bertindak seperti ini ia sangat risih namun ia capek juga jika terus melarang tapi tidak digubris, akhirnya lambat laun ia membiarkan saja segala tindakan lelaki ini selama masih belum terlalu kurang ajar. Ceklek. Rahel mengernyit aneh melihat Lucas yang membukakan pintu untuknya, entah kenapa ia merasa sikap lelaki ini hari ini lumayan aneh dan beda. "Kamu pasti belum makan kan? Aku ambilin makanan ya biar kamu gak capek turun." Lucas sudah akan turun namun Rahel langsung menahan tangannya. "Tidak usah aku bisa makan di bawah." "Gak papa, udah kamu mandi aja dulu." "Ngga–" "Aku ambilin dulu!" Lucas buru-buru keluar kamar yang tentu saja menimbulkan tanda tanya besar bagi Rahel, kenapa firasatnya mengatakan jika lelaki itu sedang menyembunyikan sesuatu. *** Firasatnya semakin menguat saat melihat tindakan Lucas selanjutnya, lelaki itu bukan hanya menyiapkan pakaian ketika ia selesai mandi namun sampai mengeringkan rambutnya juga, ini benar-benar hal yang mencurigakan. "Kamu lagi nyembunyiin sesuatu?" Lucas yang sedang mengeringkan rambut Rahel terkesiap, "ha? Nggak!" Rahel memicingkan matanya melihat pantulan wajah lelaki itu di cermin yang kelihatan panik, ini sih fix lelaki ini sedang menyembunyikan sesuatu. "Jujur aja aku gak akan marah kok." Ujarnya dengan tenang. Lucas nampak sedikit terbujuk, "b-beneran kamu gak marah?" "Oh jadi kamu beneran nyembunyiin sesuatu." Simpulnya membuat Lucas megap-megap, wanita ini pintar sekali bersilat lidah dengannya. "Memangnya kamu habis buat salah apa?" tebaknya membuat Lucas mulai menciut. "T-tapi jangan marah ya." Rahel menipiskan bibirnya. "Tergantung salahmu apa dulu." Balasnya enteng. Lucas jadi makin ketar ketir mendengarnya, sejujurnya ini memang kesalahannya dan ia beneran takut jika wanita ini marah padanya karena kesalahannya ini memang cukup fatal. "Apasih cepat ngomong, aku masih mau kerja lagi." Tekan Rahel jadi gregetan melihat lelaki itu yang malah memilin baju di belakang tubuhnya. Lucas menundukkan kepalanya, persis seperti bocah yang takut di marahi oleh Ibunya. Dengan perlahan ia menarik napas kemudian menghembuskannya secara berat. "T-tadi aku cobain motor yang ada di garasi trus ... jatuh." Jelasnya mencicit di akhir kalimat. Rahel membulatkan matanya sesaat sebelum ekspresi wajahnya kembali berubah datar, diamatinya wajah Lucas yang makin menunduk ketakutan. "M-maaf gak izin dulu, tapi u-udah aku bawa ke bengkel kok." Imbuhnya makin mencicit pelan. Rahel mendengus yang membuat Lucas makin gemetaran di belakangnya, siapa sangka lelaki itu ternyata bisa ketakutan juga, entah kenapa Rahel jadi ingin menjahilinya. "Itu motor mahal kamu tau?" Lucas mengangguk takut-takut. "Trus kalau udah kayak gini siapa yang mau tanggung jawab?" lanjutnya dengan nada dibuat makin dingin. Lucas menelan ludah gelagapan, memainkan kuku tangannya takut. "A-aku tanggung jawab." "Pakai apa? Kamu kan gak punya uang." Lucas tidak bisa berkata-kata, Rahel diam-diam tersenyum puas melihat wajah ketakutan lelaki itu, biasanya lelaki itu selalu membuatnya kesal jadi kali ini akan ia balas sampai puas. Namun tak lama arah tatapan mata Rahel tertuju pada memar yang samar-samar terlihat di lengan Lucas, ia spontan membalik badannya yang justru membuat Lucas makin menundukkan kepalanya takut. "Maaf–" "Kamu tadi jatuh dimana?" tanya Rahel sembari menarik tangan Lucas dan menyibak lengan bajunya. Tentu saja Lucas mengerjap bingung dengan tindakan perempuan di depannya itu namun ia tetap menjawab pelan. "Tadi nabrak trotoar." Astaga! "Coba buka baju kamu!" titah Rahel membuat Lucas reflek mengangkat wajahnya, Rahel yang justru ditatap membalas kesal. "Kenapa diem aja? Cepet!" Lucas spontan dengan buru-buru melepas bajunya dan seketika bola mata Rahel membulat sempurna melihat memar dan beberapa luka gesekan yang kontras dengan kulit pucat Lucas. "Kenapa tidak bilang kalau parah?!" entah kenapa ia sangat marah melihat lelaki ini malah ketakutan memikirkan motor yang tidak berguna padahal tubuhnya terluka separah ini. Lucas yang masih belum paham situasinya justru menjawab polos, "nanti kalau aku bilang kamu makin marah." "Ck! Kamu udah ke rumah sakit?" Lucas menggeleng, Rahel makin melotot seram. "Kenapa gak ke rumah sakit?!" "Uangku habis buat benerin motor." "Ya Tuhan! Sebenarnya otak kamu itu fungsinya buat apasih?!" Rahel meremat tangannya gregetan setengah mati sedangkan pelaku yang membuatnya kesal itu justru tidak tau dimana letak kesalahannya. "Ayo sekarang kita ke rumah sakit!" putus Rahel menarik tangan Lucas namun lelaki itu langsung menahannya. "Nggak usah lagian ini gak sakit kok." Rahel mendelik tak percaya, "lihat tuh badan kamu udah kayak habis digebukin sekampung masih bisa bilang gak sakit?!" "Aku gak papa kok selama kamu mau maafin aku, itu udah cukup." Rahel reflek mengacak kasar rambutnya, udah tidak tahan lagi dengan tingkah lelaki ini. "Udah jangan pikirin masalah motor lagi, sini!" Rahel akhirnya menarik paksa Lucas ke kasur dan menelepon dokter pribadinya daripada kelamaan ribut karena berdebat masalah rumah sakit. "Lain kali kalau gak bisa naik motor jangan naik motor." Ujarnya setelah selesai menelepon. Lucas mencebik kecil, "aku sebenarnya bisa kok cuma tadi ada kucing nyebrang tiba-tiba jadinya aku kaget." "Udah jangan banyak alasan." Lucas spontan membungkam mulutnya dan akhirnya memilih nurut dan tidak banyak membantah lagi, beberapa saat setelahnya seorang dokter paruh baya datang dan mulai memeriksanya, setelah itu dokter tadi keluar bersama Rahel. Lucas diam-diam merasa terharu, wanita ini lebih mementingkan dirinya daripada motor, bagaimana ia tidak makin sayang coba sama Rahel kalau begini. Rahel masuk kembali ke dalam kamar, menatapnya sejenak sebelum berjalan mendekat. "Kamu istirahat disini dulu aja." Pupil mata Lucas seketika membulat sempurna, biasanya ia yang memaksa ingin tinggal di kamar ini sekarang justru dirinya disuruh tinggal disini. "Kamu udah makan belum?" Lucas menggeleng, Rahel mengambil nampan makanan yang tadi dibawakan Lucas untuknya. "Kamu makan ini dulu." Lucas mengerjap cepat, "tapi ini buat kamu–" "Kamu aja yang makan, aku lagi tidak lapar." Sergahnya membuat Lucas diam-diam mengulum bibirnya salah tingkah, mau dibilang alaypun bodo amat soalnya wanita ini benar-benar memperlakukannya dengan spesial. "Suapin." Pintanya ngelunjak. Rahel tersentak mendelik, bocah kurang ajar itu justru menyengir dengan tak tau diri. "Tanganmu kan baik-baik saja!" Lucas tiba-tiba mengaduh, "sssshh sebenarnya tanganku ngilu kalau digerakin." Rahel mendengus, anehnya meskipun tahu itu cuma alibinya namun ia tetap menuruti permintaan Lucas. Ia sungguh merasa seperti orang bodoh. "Dasar manja!" ketusnya namun tangannya dengan telaten menyuapi Lucas. Pemuda bermata elang dengan hidung bangirnya itu justru terlihat kesenengan. "Minum." Rahel mengambil gelas dan memberikannya, namun Lucas dengan tanpa dosa membuka mulutnya. "Aaaa." "Sumpah ya bahkan anak kecilpun gak semanja kamu lo!" gregetannya namun tetap telaten membantu minum Lucas. Beberapa menit mendumel akhirnya Rahel selesai menyuapi lelaki itu, entah kenapa ia tidak merasa keberatan sedikitpun justru nampak senang-senang saja menyuapi Lucas. "Aku ngantuk, hoaaam..." "Habis makan jangan langsung tidur." Lucas merengut, "ngantuk." "Iya tunggu sebentar, lima menitan gak papa baru kamu tidur. Gak baik langsung tidur setelah makan." Meskipun dengan wajah terpaksa Lucaspun akhirnya tetap menuruti perintah Rahel, melihat wajah terkantuk-kantuk Lucas yang sedang ditahan benar-benar menggelitik perutnya namun Rahel masih tetap berusaha cool. Grep. "Aku ngantuk..." gumamnya memeluk perut Rahel dan menyandarkan wajahnya di punggung Rahel, sikap manja Lucas tidak bisa ia tolak seolah lelaki ini sudah menghipnotisnya. "Tunggu bentar," gumam Rahel menepuk-nepuk kepala Lucas. "Hm." Suara lelaki itu sudah tidak terdengar dan hanya berganti dengkuran halus, sepertinya Lucas memang benar-benar ngantuk. Akhirnya Rahel merapikan tidurnya dan menyelimutinya, ini kenapa kesannya ia seperti Ibu yang sedang mengurus anaknya coba. Rahel awalnya ingin beranjak melanjutkan pekerjaannya begitu selesai merapikan selimut Lucas namun justru tatapannya tertuju pada bibir lelaki itu yang sedikit terbuka karena mendengkur halus, entah kerasukan setan darimana ia tanpa sadar menyondongkan wajahnya turun ke wajah Lucas sampai hidung mereka bersentuhan. Deg! "Jangan gila Hel!" tukasnya menyadarkan diri dan segera menjauh namun tepat sekali tangannya di tarik oleh Lucas yang sepertinya sedang mengigau, sontak saja Rahel kembali terjatuh ke dekapan lelaki itu bahkan dengan jarak yang lebih intim. Jantungnya berdegup sangat gila detik itu juga, belum lagi hembusan napas mereka yang terasa satu sama lain menimbulkan sensasi panas yang menantang. Kedua bola mata Rahel bergerak tanpa bisa ditahan, dan tanpa sadar bibirnya sudah menyatu dengan milik lelaki itu. Ada sensasi panas yang luar biasa menyengat badannya, ia hanya menempelkannya saja beberapa detik sebelum segera memundurkan wajahnya yang merah padam begitu kesadarannya kembali. Rahel sontak membekap mulutnya dengan wajah syok luar biasa. DIRINYA BENAR-BENAR SUDAH GILA! Ia segera beranjak pergi menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya, ditatapnya pantulan wajahnya sendiri di cermin dengan napas memburu. "K-kenapa aku melakukannya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN