"Rahel kamu gak papa?!"
Rahel yang baru masuk ruangannya sampai berjengkit kaget mendapati kehadiran Arthur yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Iya memangnya aku kenapa?" balasnya jadi heran sendiri.
Arthur melenguh pelan, "aku melihat berita tentang Pak Sutopo dan aku ingat kemarin kamu juga habis meeting dengan dirinya. Huft ... untung kamu gak papa." Gumamnya menghela napas lega.
Rahel mengerjap, namun tidak berniat memberi tahu kejadian yang sesungguhnya, toh menceritakan hal seperti itu malah akan mempermalukan dirinya sendiri, apalagi ia benar-benar harus menjaga image di kantor ini.
Apapun akan ia lakukan demi mencapai posisi tertinggi.
"Hm aku tidak papa, kamu bisa kembali ke ruanganmu Thur, aku mau bekerja."
Arthur menelan ludah, menatap dirinya dengan sedikit ragu. "Soal telepon kamu kemarin.." Ujarnya menggantung membuat Rahel langsung terkesiap panik, astaga jangan bilang lelaki ini masih mau membahas perihal telepon itu lagi.
"Ehem! Kan sudah aku jelasin waktu itu, itu cuma bawahanku aja." Rahel mengibaskan tangannya dengan wajah menahan panik, "duh aku ada kerjaan penting, kita bahas lagi nanti ya Thur." Rahel berusaha menghindari tatapan lelaki itu sambil berpura-pura sibuk.
Arthur menatapnya beberapa saat, sebelum akhirnya tersenyum dengan tak terbaca. "Hm, aku pergi dulu kalau begitu." Pamitnya kemudian melenggang keluar diikuti lirikan diam-diam Rahel untuk memastikannya, dan begitu yakin Arthur sudah keluar sepenuhnya ia spontan menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan lemas.
Astaga kenapa lelaki itu curigaan sekali!
***
"Rahel!" sapa Lucas tersenyum lebar sambil melemparkan sapu di tangannya dengan asal begitu melihat kedatangannya.
Bukan cuma Rahel yang mendelik kaget, semua bawahannya pun ikut melotot serempak melihat kelakuan Lucas barusan. Lucas nampak bodo amat, bahkan dengan terang-terangan berdiri di depan Rahel.
"Kamu bisa nggak panggil aku dengan lebih sopan!" tukasnya membuat Lucas mengernyit.
"Mau dipanggil apa memangnya? Oh iya, Nyonya Rahel!" serunya membuat Rahel kembali mendelik, kenapa ia jadi geli sendiri mendengar lelaki ini memanggilnya seperti itu padahal ketika bawahannya yang lain memanggilnya begitu ia biasa saja.
"Yaudah panggil sesuka kamu saja!" ketusnya segera melenggang pergi entah kenapa jadi salah tingkah sendiri. Gawat dirinya benar-benar mulai kacau.
Lucas justru tersenyum jahil, kemudian mengejar Rahel. "Nyonya sini biar saya bawakan tasnya, Nyonya tidak boleh lelah."
Rahel melotot galak kearah Lucas, "jangan bersikap menggelikan seperti itu!"
Lucas justru tertawa terbahak-bahak makin iseng, "duh Nyonya hati-hati di depan ada tangga, sini biar saya gendong biar Nyonya tidak lelah."
Habis sudah kesabaran Rahel, dengan gregetan ia memukul lelaki itu. "Diam!" pekiknya garang kemudian segera berjalan cepat-cepat pergi ke kamarnya dengan wajah merah malu.
Para bawahan yang menyaksikan hal tersebut sontak saja saling berpandangan satu sama lain, sekarang mereka semua jadi paham jika Lucas bukan bawahan biasa di rumah ini.
***
Tok tok tok.
"Masuk aja gak dikunci!"
Ceklek.
"Aku bawain makanan."
Mendengar suara yang sudah tidak asing lagi itu membuat Rahel spontan mengangkat wajahnya, dan benar saja dugaannya ternyata yang datang adalah lelaki yang tadi sempat mengisenginya itu. Lucas menaruh nampan makanan ke atas nakas, dengan tidak tau diri seperti biasa ia duduk di sebelah Rahel mengintip pekerjaan perempuan itu.
"Kamu rajin banget ya," ujarnya manggut-manggut.
Rahel mendorong jidat Lucas yang melongok mendekati dirinya dengan jari telunjuk, "iya, gak kayak kamu."
Lucas mendelik tak terima, "aku rajin ya, kamu tau gak dari pagi aku nyapu, ngepel, bahkan sampe potong rumput. Sebenarnya aku disini kerja jadi apasih kok aku disuruh ngerjain semuanya!" cebiknya mencuatkan bibirnya lucu.
Rahel terkekeh menahan geli, sepertinya Lucas dikerjai oleh para pembantunya, tapi biarin aja deh lagian lelaki ini memang sesekali perlu dikasih pelajaran. "Kamu sendiri yang minta kerja jadi harus tanggung risikonya." Balas Rahel makin membuat Lucas merengut, namun tak lama lelaki itu menatap Rahel dengan serius.
"Gimana tadi di kantor, gak ada yang gangguin kamu kan?" tanyanya memelan.
Rahel terkesiap, jari di atas keyboard laptopnya tanpa sadar menggantung di udara. Ia menghela napas perlahan sebelum akhirnya kembali mengetik di laptopnya. "Memangnya siapa yang berani ganggu aku?" balasnya tersenyum sombong.
Lucas seketika menghela napas lega, "iya juga sih siapa yang berani ganggu kamu, kamu kan nyeremin." Gumamnya membuat Rahel mendelik tajam.
"Apa katamu?"
Lucas menyeringai usil, "aku tebak pasti kamu tipe atasan yang galak dan suka marah-marah."
"Ngg–" ucapan Rahel entah kenapa tidak ia lanjutkan seolah sadar jika tebakan Lucas barusan memang tepat, namun karena sudah terlampau gengsi ia tetap sok-sokan tidak mau kalah. "Jangan sok tau kamu!" ketusnya membuat Lucas justru tertawa geli, dari tatapannya saja ia sudah bisa menebak jika ucapannya tadi benar.
Grep.
"Jangan galak-galak dong, kalau kamu sering senyum pasti makin cantik."
"Heh berani sekali kamu peluk-peluk aku!" pekik Rahel jelas syok karena lelaki ini dengan sangat berani memeluk dirinya.
"Sudah jangan berlebihan aku hanya lelah karena seharian bekerja, setidaknya biarin aku istirahat." gumamnya menaruh kepalanya di pundak Rahel.
Rahel yang awal tadi sangat galak jadi perlahan mulai bersikap tenang, "kalau mau istirahat di kamarmu sana, kamu pikir aku kasur?!"
"Hm kamu lebih nyaman daripada sekedar kasur."
Deg.
Rahel rasanya benar-benar ingin memukul lelaki ini, bisa-bisanya lelaki ini berujar hal seperti itu dengan sangat santai, Rahel jadi tidak terima karena merasa dirinya yang panik sendirian sedangkan lelaki ini nampak fun-fun saja.
"Aku sangat beruntung karena wanita yang kutiduri adalah kamu dan bukan wanita murahan."
Rahel awalnya terkesiap tidak menduga topik itu yang akan muncul, namun entah kenapa ia jadi lebih santai menanggapinya.
"Aku yang nggak beruntung karena dapat lelaki seperti kamu." Balasnya membuat Lucas justru terkikik geli.
"Setidaknya aku lelaki yang bertanggung jawab."
"Tanggung jawab apanya, palingan jika ternyata aku hamil kamu juga akan melarikan diri, kamu aja masih minta uang sama aku." Celetuk Rahel asal.
"Aku akan tanggung jawab!" tegas Lucas membuat Rahel spontan menoleh dengan tak menduga, Lucas menatap wajahnya lamat-lamat. "Aku akan tanggung jawab jika kamu hamil, aku bersumpah!"
Rahel tertegun beberapa saat, sebelum dengan canggung menyentil jidat Lucas. "Tenang aja aku gak mungkin hamil, aku kemarin datang bulan."
Lucas berseru kecewa, "padahal pasti lucu jika aku punya bayi, ah gimana kalau kapan-kapan kita coba buat lagi!" tawarnya yang kali ini bukan hanya mendapat sentilan tapi Rahel sampai menggeplak kepalanya dengan keras.
"Sekali lagi kamu ngomong begituan aku bakal potong burung kamu!" ancamnya membuat Lucas spontan mundur melindungi aset masa depannya.
"Ih ngeri banget." Serunya ketakutan yang dibalas Rahel delikan sinis, namun tanpa diduga diam-diam Rahel sedang menata hatinya.
Padahal Lucas mengatakannya hanya untuk bercanda tapi kenapa dirinya deg-degan beneran.
***
"Ahhm..."
Rahel meremat sprei, perutnya menggelinjang dengan d**a naik turun merasakan desakan kuat di area intimnya. Lelaki di atasnya yang sedang memompa dirinya itu nampak menggigit bibirnya dengan mata terpejam keenakan.
Suara gesekan kulit mereka menimbulkan sensasi makin mendebarkan yang menyengat, deritan ranjang sampai terdengar saking intensnya kegiatan mereka.
Hanya satu hal yang merasuki otaknya, nikmat. Kenikmatan yang sudah beberapa tahun tidak pernah ia rasakan ini membuatnya sangat kecanduan oleh rasanya lagi, apalagi dengan pemilik tubuh yang berbeda membuat pengalaman, rasa, dan segalanya terasa makin mendebarkan.
"S-siapahh ... ahh n-namamu?"
Lelaki itu menurunkan pandangan kepadanya, namun pinggulnya masih bergerak karena sedang menuju puncak. "Apa?" tanyanya mendekatkan wajahnya ke wajah Rahel.
Rahel meremat rambut lelaki yang wajahnya hanya terlihat samar-samar karena kamar yang temaram itu, "s-siap ... siapahh ahh namamu?" ulangnya tepat di sebelah telinganya.
Lelaki dengan peluh membasahi wajahnya itu mengecup bibirnya, "Lucas." Bisiknya membuat Rahel terdiam mencerna, "namaku Lucas, panggil aku ketika kamu o*****e bersamaku." Bisiknya lagi membuat Rahel masih terdiam, namun hal selanjutnya membuat Rahel yang belum siap menjerit tertahan, lelaki itu kali ini menggerakkan pinggulnya dengan gila, bahkan kedua kakinya dipegangi agar lebih terbuka yang membuat aksinya benar-benar berani untuk ukuran hubungan semalam.
Tentu saja desahan Rahel makin menggila, bahkan tanpa sadar Rahelpun ikut menggerakkan pinggulnya karena terbawa suasana. Keduanya terus berpacu seolah ada batasan waktu yang mengekang mereka, sampai akhirnya Rahel menjerit kencang merasa di puncak.
"Ssshh... L-LUCAS aaahh ... haah hhh."
Rahel terperanjat dari tidurnya dengan napas memburu, disibaknya selimutnya dan ia langsung tau jika mimpi barusan membuatnya terangsang. Rahel memukul kepalanya sendiri merasa menjijikkan, namun tak lama ia justru mengernyit.
"Jangan-jangan itu ingatan ketika malam itu." Gumamnya langsung menjerit tertahan.