Si Sakit Jiwa

1016 Kata
Mereka berlima sampai di ruang perawatan. Hanya, masalah kembali terjadi. Ruangan itu terkunci rapat. "Sial!" Besi mengumpat pelan. Aul sudah cukup kesulitan menggendong Joni. Joni sendiri kembali tertidur. Setelah sempat sedikit sadar tadi, Joni kembali memejamkan mata lagi. Mungkin ia sudah kehabisan tenaga. "Kenapa?" tanya Dollar. "Pintunya!" teriak Besi, tanpa bisa ditahan. Ia jadi kesal. "Ah. Sepertinya, ini dikunci dari dalam," ucap Dollar. "Dari dalam?" tanya Ipang, heran. Dollar mengangguk. Besi kembali mencoba membuka pintunya. Berkali-kali, ia menggerakkan gagang pintu, berharap pintunya bisa terbuka. "Ap-a maksudmu, itu berarti, ada seseorang yang sedang berada di dalam ruangan ini? Seseorang seperti apa kira-kira? Apakah masih normal seperti ki-ta?" tanya Aul sedikit kepayahan. "Ya, bisa iya, bisa juga tidak," balas Dollar. "Cepat, buka saja! Bagaimanapun caranya, buka saja! Aku sudah tidak kuat menggendong Joni!" Dollar mengetuk pintu. Besi membiarkan Dollar melakukan itu. Sebenarnya, ia tak begitu yakin soal apa yang Dollar katakan bahwa ada orang lain di dalam ruangan tersebut. "Buka pintunya," ucap Dollar. Berusaha menahan suaranya agar tak terlalu keras. Ia bahkan menempelkan mulutnya sedikit ke pintu, berharap yang di dalam dapat mendengar suaranya tanpa ia harus teriak-teriak. Besi kembali mencium aroma busuk. Ia merasa ada yang tidak beres di sekitar situ. Ada cahaya lampu, tak jauh dari tempat mereka berdiri dan Besi langsung tahu. Itu sumbernya. "Pasti ada yang tertarik dengan lampunya. Dengan cahaya lampu itu. Cepatlah, Dollar. Kalau tidak, kita mungkin harus segera mendobraknya." "Tidak. Sebentar. Sabar. Aku yakin, di dalam ada orang. Kalau kita mendobraknya, itu berarti akan ada keributan yang tidak perlu. Kita tahu sendiri, kan. Cahaya, suara berisik, teriakan, hal-hal semacam itu, akan mengundang mereka untuk datang." Tak ada yang menyangkal pernyataan Dollar. Sementara itu, kaki Aul sudah bergetar menahan bobot tubuh Joni. Keringat juga membanjiri pelipisnya. "Cepatlah, aku mohon," ucap Aul. Bukannya tidak mendengar ucapan Aul, tapi Dollar juga sedang berusaha. Ia terus mengetuk pelan, menggerakkan gagang pintu dengan pelan, dan seolah berbisik lewat pintu itu. Seolah memang akan ada yang mendengarnya dari dalam. Tak lama setelah itu, pintu ruangan itu benar-benar terbuka. Hal itu mengagetkan semua orang. "Serius?" tanya Ipang, sedikit tak percaya. Itu adalah seorang sipir. Tanpa basa-basi, sebelum sipir itu sempat bicara, Dollar menonjoknya sampai pingsan. "A-apa, yang kau lakukan?" tanya Besi. "Apa lagi? Pikirmu, dia akan membiarkan kita masuk begitu saja? Ayo!" Semuanya masuk. Aul akhirnya dapat bernapas lega, sesaat setelah membaringkan Joni di sebuah tempat tidur. "Jadi, ini ruang perawatan?" tanya Aul, melihat sekeliling. Bersih, rapi. Ia takjub, karena semenjak ia sampai di tempat itu, baru kali ini ia melihat sebuah pemandangan yang cukup menarik. Ruangan rapi dan bersih. "Harus kita apakan orang ini?" tanya Dollar. Kakinya menggeser tubuh sipir yang tergeletak. "Ambil pistolnya," ucap Besi. Dollar pun mengangguk. Ia mengambil pistol sipir itu. "Bagus juga. Kita bisa melumpuhkan mahluk aneh itu, beberapa mungkin, dengan senjata ini," lanjutnya. "Oke. Sekarang, mari periksa Joni." Besi mendekat ke arah Joni dan memeriksa betis Joni yang terluka. Jahitannya baik-baik saja, tapi mungkin karena dipaksakan berjalan, serta Joni tak mendapat asupan makanan yang benar, pemuda itu jadi sangat lemah. Besi kembali mencari sesuatu. Infusan. "Apa yang kau cari?" tanya seseorang. Ketika semua orang berbalik, mereka terkejut. Itu adalah sipir yang ditonjok oleh Dollar tadi. Ia rupanya bangun dengan cepat. Sambil memegangi kepalanya yang mungkin masih sakit, ia bertanya seperti itu. Dollar hampir menonjoknya lagi, tapi sebelum itu, Besi sudah lebih dulu berbicara. "Aku mencari infusan. Ini ruang perawatan. Kau pasti tahu, bukan?" Sipir itu mengangguk. Ia terlihat tidak terlalu berbahaya. Lagi, pistol yang ia miliki sudah disita oleh Dollar. Jadi seharusnya mereka sudah tidak terlalu takut. "Aku juga sama seperti kalian. Aku terjebak di sini." Satu kalimat yang membuat Ipang, Aul, Besi, dan Dollar, seketika menurunkan kewaspadaannya. Akhirnya Besi dan yang lainnya membiarkan sipir itu bekerja. Ia memasang selang infus di tangan Joni, memeriksanya, dan memastikan banyak hal lainnya. "Dia akan segera membaik. Hanya butuh istirahat." Satu kalimat yang membuat semuanya merasa lega. Setelah itu, mereka semua beristirahat. Duduk-duduk saja, sambil sedikit berbincang dengan sang sipir yang katanya terjebak. "Kenapa kau masih di sini? Bukannya sipir yang lain sudah pergi semua? Menyelamatkan diri mereka?" tanya Besi. Sipir itu mengangguk. "Ya, memang. Aku juga sama. Aku hendak menyelamatkan diri, tapi memang aku saat itu, kembali kemari karena ada seseorang yang tertinggal." "Seseorang? Kau rela kembali ke sini, demi menyelamatkan seseorang?" Hanya anggukan kepala yang sipir itu tunjukkan terhadap pertanyaan Besi. "Siapa?" tanya Besi lagi. Sipir itu menunjuk ke arah pintu lain di ruangan tersebut. "Ada di sana? Kenapa?" "Karena memang dia harus di sana. Dia tidak sama dengan kita." "Apa?" Ipang, Aul, Dollar, jadi penasaran dengan apa yang dikatakan oleh sipir itu. "Kalau kau ingin tahu, buka saja pintunya, tapi hati-hati." Besi terdiam beberapa saat sebelum akhirnya beranjak menuju pintu itu, dan hendak menuntaskan rasa penasarannya. Hati-hati? Apakah berbahaya? Besi tak cukup bodoh untuk langsung membuka pintu itu, tanpa persiapan. Ia meraih pistol yang sedari tadi dipegang oleh Dollar dan memegangnya erat-erat. Bersiap untuk kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi. Besi membuka pintunya perlahan. Seketika sebuah suara geraman yang amat keras terdengar di telinganya. Sesosok mahluk mengerikan yang terikat ada di ruangan itu. Sepertinya, memang sengaja diikat di sana. "Apa yang sudah kau lakukan kepadanya?" tanya Besi. Dollar dan Ipang mulai mendekat. Mereka juga ingin melihat. Sementara Aul, ia merasa lebih baik diam saja. Ia sudah muak dengan tampang mahluk-mahluk itu. Ia merasa lebih baik berada di samping Joni saja. "Aku melakukan hal yang seharusnya kulakukan. Dia temanku. Jadi, aku mengikatnya dan tidak meninggalkannya. Untuk itulah aku di sini." "Kau gila." "Haha. Menurutmu, apa tidak ada yang gila di sini? Bukankah cukup bagi kalian, keadaan ini membuat kalian sakit jiwa?" "Ya, tapi setidaknya kami masih bisa membedakan mana yang harus dilakukan dengan benar, dan mana yang tidak." Besi menjawab tegas, lalu menutup pintunya. Membiarkan suara geraman dari mahluk itu teredam sepenuhnya. "Gila," ucap Besi sambil memandang ke sipir itu. "Lebih gila lagi, jika aku membuat kalian jadi santapannya. Mau?" Sang sipir malah menantang. "Tapi kau sendiri, kita bisa melumpuhkanmu. Lagi, aku punya senjatamu." Sipir itu tersenyum. "Bagaimana dengan gas berisi cairan bius?" ucapnya sambil menyeringai, mengambil sesuatu dari laci meja di sampingnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN