Ada yang Mengawasi

1054 Kata
Di dalam perjalanan pulangnya, Besi terus memikirkan semua hal yang terjadi, juga tentang apa yang Rai katakan soal Profesor Kendra. Ia mulai menghubungkan itu dengan apa yang ia alami di Jakarta Underground sebelumnya. "Profesor Kendra masih hidup, tapi kondisinya tidak bagus." Apa yang terjadi kepada Profesor Kendra? Kenapa ia tetap berada di ST Tower. Dan kenapa kondisinya tidak bagus? Besi mencoba menguraikan pertanyaan demi pertanyaan yang timbul di dalam kepalanya. Ia ingin sekali mengetahui setiap detail yang mungkin disembunyikan oleh ST Tower. Begitu rapi dan terstrukturnya semua kekacauan yang terjadi. Besi juga penasaran siapa saja orang yang berada di balik ST Tower sebenarnya. Yang jelas, mereka semua sangat jahat dan lucunya, terlindungi. Besi berhenti di suatu tempat. Sejak jadi, sebenarnya ia hanya beputar-putar tak tentu arah, mengelilingi kota. Ia hanya merasa perlu memikirkan itu dan ia pikir, suasana malam hari memang cocok. Apalagi berada di luar rumah. Ia berhenti di sebuah kafe yang buka 24 jam. Ada beberapa anak muda yang sedang mengobrol, meskipun memakai masker, tapi mereka terlihat tenang-tenang saja. Sepertinya, pemerintah kota memang berhasil menenangkan warga. Besi memesan minuman dan kembali menatap pesan berisi nomor telepon mantan istrinya dan alamat rumah baru mereka. Sebenarnya, yang ia inginkan saat ini adalah menghubungi nomor itu dan berbicara sebentar dengan Vanes. Ia benar-benar sangat menginginkan itu, tapi ia lagi-lagi didera kebingungan tentang bagaimana cara memulai obrolan. Padahal, dilihat dari reaksi Vanes terakhir kali, sepertinya gadis itu biasa-biasa saja. Nyaman-nyaman saja dengan kehadiran Besi. Ah, Besi lelah. Tapi untuk pulang ke rumah dan tidur, rasanya ia juga tak ingin. Lelaki itu kemudian hanya terpejam beberapa saat, untuk kemudian kembali terbangun karena pesan beruntun yang dikirimkan oleh seseorang. Saat Besi membuka pesannya, ia terkejut, tapi berusaha agar tetap tenang. Rai: Sepertinya, tadi ada yang mengikuti. Jangan pulang ke rumah. Pergilah ke tempat ramai untuk lepas dari orang yang mengawasimu. Lalu,  beritahu orang-orang terdekatmu untuk pergi dari rumah mereka. Aku punya firasat buruk. Aku mendengar percakapan atasanku kalau mereka merasa kau dan teman-temanmu akan berpotensi menghancurkan ST Tower. Jangan telepon aku. Nomor ini tidak akan aktif lagi sekarang. Besi terdiam sebentar, ia berusaha melihat ke sekitar, tapi dengan tingkah yang natural, sehingga tidak terlalu mencurigakan. Ya, ia memang menemukan satu mobil yang tak jauh dari mobil yang ia parkir. Ia tidak tahu kenapa dicurigai, tapi sepertinya ia, Rai, Aul, Joni dan bahkan kedua temannya yang lain, Ipang dan Dollar, pasti sedang dalam situasi yang tidak baik. Sudah pukul empat dini hari, Besi kembali masuk ke dalam mobil dan mencari keramaian. *** Pagi hari yang cerah, semua warga kota disambut dengan pengumuman dari wali kota bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap wabah yang terjadi. Bersama ST Tower, pemerintah sudah bekerja sama dan akan terus memantau perkembangan semua warga yang sudah mendapatkan pengobatan serta pencegahan. Aul dan Joni juga menonton pengumuman itu di rumah masing-masing. Sebenarnya, Joni sendiri tak ingin menonton pengumuman itu. Karena dibandingkan dengan informasi yang penting dan bermanfaat, pengumuman itu lebih banyak diisi dengan membanggakan ST Tower. Sudah berkali-kali Joni mencoba berpindah chanel televisi, tapi semua channel hanya menayangkan berita itu. Bahkan di media sosial, itu saja yang sedang ramai. Menyebalkan memang. "Bagaimana? Pengumuman itu sudah jelas, bukan? Jadi, berhentilah cemas," ucap sang kakak. "Tidak. Pengumumannya tidak jelas. Kebanyakan hanya berbicara soal apa yang ST Tower lakukan. Sebenarnya, siapa yang membayar siapa di sana? Apakah pemerintah membayar ST Tower untuk semua obat yang dibuatnya? Atau ST Tower yang membayar pemerintah untuk mempromosikannya? Menggelikan." "Itu bukan urusan kita, Jon. Tidak perlu repot-repot memikirkannya. Kita sudah mengikuti semua prosedur yang ada. Dan tentunya itu adalah hal terbaik yang memang harus kita lakukan saat ini. Oh iya. Kakak juga dapat pemberitahuan kerja dari kantor, kalau Kakak bisa mulai bekerja lagi besok. Kau juga pasti harus kembali ke kuliah." "Kembali kuliah?" "Iya! Menyenangkan, bukan? Aku cukup kagum dengan kota kita. Betapa cepatnya kita bisa pulih dari wabah yang datang. Kita harus bersyukur untuk semua kecanggihan dan kecerdasan manusia abad ini." Joni terdiam. Melihat dan mendengar semua kata-kata positif yang kakaknya katakan, ia jadi malu sendiri. Sejak kemarin dan sampai hari ini, ia selalu mengatakan hal-hal buruk tentang kota, wabah, dan ST Tower. Semua hal negatif itu seperti berputar-putar di dalam kepalanya dan bercampur dengan semua ketakutan-ketakutan yang ia miliki sebelumnya. Mungkin, ini juga yang Aul rasakan, pikir Joni. Ia juga berpikir, pasti Besi, Ipang, dan Dollar juga merasakan hal yang ia rasakan. Ketakutan untuk semua yang sebenarnya bisa saja tidak seburuk yang terpikirkan. Ah, tapi tetap saja ... ia tidak bisa berbaik sangka terhadap ST Tower. Mustahil dan rasanya akan sangat sulit untuk menaruh sebuah kepercayaan kepada ST Tower itu. "Ayolah, kau harus lebih bersemangat!" Kakaknya Joni terlihat lebih ceria dan itu membuat Joni sedikit menampilkan senyumnya. "Kakak harus mengerjakan beberapa hal. Habiskan sarapanmu dan belajarlah. Kau tahu? Kakak rasanya tidak pernah melihatmu membuka buku lagi. Apa kau benar-benar anak kuliahan? Ya ampun." Joni tersenyum mendengar omelan sang kakak. Ia menatap nasi goreng di depannya dan mulai menyendoknya perlahan. Sambil menatap ke luar jendela, mencuri pandang cahaya matahari di luar yang menimpa dedaunan. Sungguh kota yang indah. Kota yang seharusnya akan selalu baik-baik saja. Ya, ia berharap begitu. Di rumah Aul, tak jauh berbeda. Kedua orang tuanya sudah mulai beraktivitas dan terus meminta Aul agar tidak terlalu cemas dalam memandang segala sesuatu yang terjadi. "Ayah akan mengantarmu ke psikiater lagi. Kau sudah melewatkan jadwal yang seharusnya, bukan?" "Oke. Tapi, apa mungkin psikiaternya sudah kembali bekerja? Aku ragu." "Ayah akan menghubunginya nanti. Mungkin besok? Sekarang Ayah harus bekerja lagi." "Apa mereka tidak meliburkan Ayah?" "Ul, ayahmu dan rekan kerjanya sudah libur berapa hari? Lagi pula, keadaan kota sudah mulai membaik? Seperti yang disampaikan di berita televisi, semuanya sudah mulai membaik. Kita harus bersyukur untuk itu. Kau juga akan mulai berkuliah dan tentu saja, kau harus berhenti berpikir buruk. Tentang apa pun itu. Satu lagi, ceritakan segala sesuatunya kepada Ayah atau Ibu. Oke? Jangan ada yang ditutup-tutupi." Aul mengangguk. "Oke. Akan kulakukan sesuai dengan apa yang Nyonya Besar perintahkan," ucap Aul sambil mengejek sang ibu. Ibunya hanya tersenyum. "Habiskan sarapanmu." "Oke!" Aul bergegas menghabiskan sarapannya. Ia ingin segera kembali bermain game. Apa lagi, memang? Kegiatannya yang paling menyenangkan baginya saat ini ya, hanya itu. Bermain game sampai puas. *** "Halo?" tanya Joni dengan nada yang malas. "Joni, dengar. Ini penting ...." Pemuda itu segera bangkit dari kasurnya setelah apa yang Besi sampaikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN