1.{IDOLA}
Didepan gerbang sekolah yang sudah terbuka lebar itu, berdiri dua orang laki-laki yang menjadi pusat perhatian semua murid. Dengan badan tegap nan tinggi, mereka seolah menghadang jalan masuk menuju SMA Kebangsaan . Seragam mereka tidak serapi murid pada umumnya, dengan dua kancing atas yang terbuka memperlihatkan kaos putih mereka. Tanpa dasi dan seragam yang tidak dimasukkan kedalam celana, semakin membuat penampilan mereka jauh dari kata rapi.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan mereka tidak ada yang berbeda. Karena saudara kembar, memang identik dengan segala hal yang sama. Mulai dari postur tubuh, cara berpakaian, sampai kesukaan. Namun saudara kembar yang satu ini hanya bisa dibedakan dari ekspresi wajah dan cara mereka tersenyum.
Surya Laksmana, bisa dikenali lewat ekspresi dingin yang tidak pernah tertinggal dari wajah tampannya. Ia juga sangat irit dalam mengeluarkan kata, tatapan tajam dan aura dinginnya, membuat ia mendapatkan julukan ‘Pangeran es SMA Kebangsaan’. Ia seperti balok es yang tidak bisa dipeluk ataupun digenggam oleh orang lain.
Berbeda dengan Bintang Laksmana, ia identik dengan senyum menawan yang semakin membuat para kaum hawa betah menatap wajah tampannya. Ia juga mudah bergaul dan suka menebar pesona, membuatnya menjadi primadona SMA Kebangsaan.
Surya yang memang memiliki sifat tidak sabaran, berdecak sebal kala sedari tadi harus mengikuti adiknya yang berdiri tidak jelas di depan gerbang. Ia semakin meradang kala melihat adiknya, Bintang Laksmana sedang asyik membalas sapaan dari para gadis dengan senyum manis. Menjadi pusat perhatian saja sudah cukup membuatnya risih, kini ia harus mendengar suara teriakan yang seolah menulikan pendengarannya karena ulah Bintang.
“Sampai kapan lo terus senyum tiap ada cewek lewat?” Suara berat dan serak yang keluar, semakin menegaskan image dinginnya. Ia kini menghadap Bintang yang masih setia memasang senyum memuakkan bagi Surya.
“Sampai gigi gue kering.” Jawab Bintang acuh, masih sibuk menebar pesona kepada para gadis manis yang lewat di depan mereka. Berbeda dengan saudaranya yang hanya memasang datar, wajah Bintang begitu cerah pagi itu. Senyum manis yang menghiasi wajah tampannya pun, semakin membuat para kaum hawa terpikat
Surya yang sudah sangat bosan berdiri di depan gerbang, berdecak sebal lalu melangkah pergi. Namun langkahnya terhenti kala Bintang mencekal tangannya. “Mau kemana lo bang? Tega amat ninggalin gue.” Bintang memasang wajah memelas, mencoba untuk membangkitkan rasa belas kasihan sang Kakak.
“Bodo amat, kan lo yang lagi nungguin pacar. Ngapain juga gue harus berdiri gajelas disini.” Namun ia tetaplah Surya, yang tidak mudah tertipu oleh wajah memelas adiknya. Ia menghempaskan tangan Bintang kasar, lalu menenggelamkan tangannya ke dalam saku celana.
“Eh itu pacar gue dateng,”
Menghiraukan tatapan tajam kakaknya, Bintang malah melambaikan tangan kepada dua gadis yang sedang berjalan mendekati gerbang. Gadis yang memiliki wajah manis nan lugu, melambaikan tangan membalas sapaan Bintang. Rambut hitam kecoklatannya menjuntai indah, dengan bibir merah muda yang semakin membuat penampilannya sempurna, gadis itu bernama Bila Zakaisha, kekasih Bintang.
“Apaan sih alay banget pakek nungguin di depan gerbang.” Gerutu gadis yang berada di sebelah Bila.
“Sirik mulu lo.” Balas Bila tak terima dengan cibiran sahabatnya, Elisa Kirania.
Gadis yang memiliki wajah jutek itu hanya memutar bola matanya malas. Ia merogoh saku, mengabil ikat rambut dan mengikat rambut hitam sepunggungnya menjadi satu. Meskipun bibir merah ranumnya hanya membentuk satu garis lurus, ia tetap sangat cantik dengan wajah jutek. Ia terdiam, menatap kembaran kekasih sahabatnya, Surya dari jauh.
Elisa tidak pernah menyukai Surya karena menurutnya Surya adalah laki-laki sombong yang tidak bisa menghargai orang lain. Namun pagi itu, ia mulai merasa tertarik kala sebuah pemikiran gila muncul dibenaknya. “Bil, kayaknya asik kalau gue deketin si Pangeran es.”
Bila yang mendengar ucapan gila sahabatnya sontak menghentikan langkah, lalu menatap Elisa yang sedang menatap lekat Surya. “Banyak cowok yang ngantri mau jadi pacar lo El, lo malah tertarik sama Surya yang super dingin itu?”
Elisa mengangkat bahunya acuh, masih menatap Surya dengan tatapan mengintai. “Kan asik kalau gue bisa dapetin kembaran pacar lo, keren gitu.”
“Gue udah bilang berapa kali? Kalau sarapan itu pakek nasi, jangan pakek detergen, biar otaknya kagak hilang.” Dengan emosi yang menggebu-gebu, Bila berbicara tepat ditelinga Elisa. Membuat sang empunya bergidik lalu mengusap telinganya yang sedikit berdengung karena suara cempreng Bila.
“Pagi Bi.” Sapa Bintang yang kini sudah berada di depan Bila. Dengan senym manisnya, ia mampu menghilangkan emosi Bila yang hampir meledak karena Elisa. Membuat gadis cantik itu tersipu malu.
“Alay.” Gerutu Elisa sambil berlalu meninggalkan Bintang dan Bila. Perlahan namun pasti, Elisa melangkah mendekati Surya yang sedang menatapnya tajam. Menghiraukan tatapan tajam Surya, Elisa malah menerbitkan senyum indahnya. Membuat beberapa pasang mata dari kaum adam tidak bisa terlepas dari wajah menawan Elisa.
“Pag-“
“Mau apa lo?” Sarkas Surya memotong sapaan Elisa. Ternyata senyum manis Elisa yang menghipnotis banyak pasang mata, tidak mempan terhadap Pangeran es. Karena menurut Surya, Elisa bukanlah perempuan. Di matanya, Elisa sama sekali tidak memiliki sisi feminim yang bisa membuatnya menyebut Elisa sebagai perempuan.
“Jangan belagu, gue modusin klepek-klepek lo nanti.”
Surya hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu melangkah meninggalkan Elisa. Tidak memperdulikan tingkah absurd cewek pembuat onar itu. Ia sudah curiga semenjak gadis itu menatapnya lekat dari kejauhan, dan ternyata ia ingin mencari gara-gara dengannya.“Cewek freak.”
Elisa yang diacuhkan begitu oleh Surya tentu meradang, apalagi pemuda itu langsung berbalik pergi dengan mengatainya. “Liat aja Surya, gue bakal buat lo bucin sama gue!” Teriak Elisa yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Surya.
“Lo apain abang gue?” tanya Bintang yang sudah berada di sebelah Elisa, memandang gadis itu dengan tatapan curiga.
“Udah lo diam aja ya calon adik ipar.” Elisa menepuk pelan pundak Bintang dengan senyum lebar. Dengan seribu rencana yang sudah tersusun rapi dikepalanya agar bisa mendapatkan hati sang pangeran es.
“Bil, gue tunggu di kelas ya. Gue nggak mau jadi obat nyamuk lagi,” Ia melambakan tangan sambil melangkah menjauhi Bila dan Bintang.
“Kayaknya temen kamu itu gila beneran deh, kurang kasih sayang.” Bintang menggelengkan kepalanya.
“Dari dulu kali.” Jawab Bila singkat.
Bintang menganggukkan kepala setuju, lalu menunduk menatap Bila yang sedang menatap ponselnya. Ia tersenyum kecil, menyodorkan telapak tangannya membuat Bila mengerutkan dahi bingung. Bila mendongak, menatap Bintang dengan tatapan bertanya.
Ketidak pekaan Bila, membuat Bintang menghela napas panjang. Tanpa menjelelaskan, ia langsung mengambil tangan Bila dan menggenggamnya erat. Bila tentu saja terkejut dengan serangan mendadak Bintang. Ia mengedarkan pandangannya, menatap banyak murid yang sedang memperhatikan mereka. Ada yang tersenyum geli, menatap mereka dengan iri, dan tentu murid yang suka mencibir tidak ketinggalan untuk mengomentari mereka.
“Bin malu ih dilihatin,” Bila mencoba untuk melepaskan tautan tangan mereka, namun gagal karena Bintang semakin mempererat tautan itu. Bila mendongak, menatap Bintang yang sedang tersenyum lebar sampai lesung pipinya tercetak jelas. Hal itu sontak membuat beberapa murid perempuan jomblo berteriak histeris.
“Subhanallah manis banget pacar orang.”
“Kak Bila beruntung ya dapetin kak Bintang.”
Kalimat terakhir itu terdengar oleh Bintang, membuat ia menoleh ke sumber suara. “Salah Dek, yang bener itu aku beruntung banget dapetin cewek secantik Bila.”
Lagi-lagi, Bintang membuat banyak kaum hawa menjerit histeris. Senyum manisnya kembali bangkit, sambil menatap Bila yang sedang tersipu malu. Bintang terkekeh, lalu mengelus lembut puncak kepala Bila.
“Masih pagi udah buat terbang aja elah,” Bila memukul dada Bintang, membuat sang empunya malah terkekeh gila. Teriakan melengking disekitarnya, membuat Bila tersadar untuk segera mengamankan Bintang. Ia menarik Bintang untuk segera masuk ke dalam gedung sekolah. “Masuk Bin, sebelum kamu habis dimangsa chili-chilian.”
-
Pelajaran sudah dimulai, semua murid kelas XI IPA 7 sedang berkutat dengan soal Fisika mereka. Hingga sebuah pengumuman yang disiarkan lewat pembesar suara setiap kelas berbunyi, membuyarkan konsentrasi seluruh isi kelas bahkan satu sekolah.
“Mohon maaf bagi Bapak Ibu guru yang sedang mengajar di kelas, pengumuman bagi setiap murid yang mengikuti turnament mewakili sekolah. Harap segera berkumpul di ekstrakulikulernya masing-masing, sekian terima kasih.”
Setelah pengumuman disiarkan, Pak Budi segera berdiri dan menatap muridnya yang sedang tersenyum gembira. “Yang ikut turnament angkat tangan.”
Hampir semua murid yang ada di kelas mengangkat tangan, membuat Pak Budi terlonjak kaget. Lalu mulai menghitung jumlah murid yang akan meninggalkan kelas. Dari tiga puluh lima siswa, hanya ada lima belas siswa yang nanti akan berada di kelasnya. Pak Budi menghela napas pelan, lalu mulai merapikan mejanya.
“Bagi yang berkepentingan, silahkan meninggalkan kelas. Sisanya silahkan mengerjakan tugas yang bapak berikan.”
“Baik pak.” Jawab satu kelas serempak.
Pak Budi yang baru mengingat bahwa kelas MIPA 7 yang sedang beliau ajar rata-rata atlet yang nantinya akan membanggakan nama sekolah, memberikan keringanan untuk menunda tugas dan fokus kepada pertandingan yang akan datang. Melihat pak Budi yang keluar dari kelas, membuat semua murid sontak bersorak kegirangan.
“Selamat, nggak jadi meletus ini otak.”
“Persetan dengan fisika, ayo otot kesayangan ku. Kita cari wanita cantik yang berkeliaran di luar sana.”
“Mending kepanasan terus gue, daripada belajar Fisika.”
Elisa juga ikut berdiri dengan membawa tas kecil, karena ia juga salah satu murid yang mengikuti turnament. Namun baru saja ia sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti kala Bila mencekal tangannya. Elisa yang bisa menebak kalimat Bila selanjutnya, menatap jengah sahabatnya itu. “Apa lo? Udah sini aja kerjain tugasnya.”
“Ikut El.” Pinta Bila dengan memasang wajah memohon.
Elisa memutar bola matanya malas, ia tahu betul alasan Bila mengikutinya adalah Bintang. Bukan untuk memberikannya semangat. “Bucin emang ga ada obat. Buruan ambil topi di laci gue.”
Bila yang mendapat persetujuan Elisa, tersenyum senang. Karena peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan murid lain mendekati lapangan kala para atlet sedang melakukan latihan untuk turnament. Hanya orang-orang tertentu saja, atau dia datang dengan salah satu peserta. Dengan segera, Bila berlari menuju meja mereka untuk mengambil topi Elisa.
Setelah mendapatkannya, ia segera berlari kembali ke Elisa dan memeluk lengan Elisa manja. Elisa yang melihat tingkah manja Bila, hanya bisa terkekeh. Ia merampas topi yang berada di tangan Bila dan mengenakannya ke kepala Bila. Ia tidak ingin sahabatnya yang cantik itu kulitnya terbakar.
Sesampainya mereka di lapangan, Bila meringis pelan kala melihat banyak roti sobek di depannya. Siapa lagi kalau bukan murid dari ekstra tinju, ekstra yang Elisa juga termasuk kedalam anggotanya. Ia lalu menoleh ke arah Elisa yang sedang mengambil sesuatu dari dalam tas sportnya. Bila mulai mengedarkan pandangannya, mengabsen satu persatu ekstrakuliker yang ada dan mencari kekasihnya. Sambil menggerakan jari telunjuknya, ia mulai menyebutkan ekstra yang sedang berkumpul di lapangan untuk mendapatkan instruksi.
“Futsal, basket, voli, tinju, renang, lompat jauh, lompat tinggi, karate, silat, lari, tenis lapangan,”
Bila tersenyum, kala melihat kekasihnya, Bintang sedang berjalan bersama Surya. Dengan senyum manisnya, Bintang selalu mampu membuat Bila terpaku. “Itu dia ekstra tenis meja.”
Ekstra yang diikuti oleh Bintang, dan juga Surya, tenis meja. Dua saudara kembar yang sejak berumur sepuluh tahun menyukai olahraga tenis meja itu memutuskan untuk mencari sekolah yang memiliki ekstra tenis meja yang maju. SMA Kebangsaan, sekolah biasa yang mengedepankan prestasi non akademik. Atletik adalah salah satu identitas mereka, meskipun SMA Kebangsaan bukanlah sekolah khusus atlet.
“Bil, duduk sini. Kalau ada yang tanya bilang lo asisten gue.” Ucap Elisa mengalihkan fokus Bila. Ia melilitkan kan putih panjang yang ia bawa ketanganya, menaruh tasnya di atas paha gadis itu agar tidak menjadi santapan empuk lelaki yang ada disana.
Bila yang sudah puas memandangi kekasihnya, menoleh kepada Elisa dan membenarkan posisi topinya. Memandang Elisa yang sedang mengenakan hand wrap dengan wajah datar. Bila tersenyum tipis, lalu mengambil tangan Elisa dan membantunya mengenakan hand wrap itu.
“Jangan lupa gaji gue sebagai asisten ya.” Gurau Bila disela-sela kegiatannya.
Elisa terdiam, lalu menggelengkan kepala pelan. “Balik aja lo sono, ga usah lihat si Bintang.”
Bila sontak mendongak, dan mengerucutkan bibir sebal. Sedangkan Elisa, malah tertawa karena merasa puas berhasil membuat sahabatnya kesal. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi, Elisa segera mendekati anggota ekstra yang lain.
Elisa Kirania, gadis cantik dari ekstra tinju. Dengan kemampuannya menganalisis lawan yang tidak pernah meleset, membuat Elisa menjadi harapan sekolahnya untuk selalu membawa pulang piala, walau sebenarnya itu tidak pernah menginginkan hal itu.
“Kalian silahkan mencari pasangan duel, dan siapa yang bisa menumbangkan lawannya kurang dari sepuluh menit. Silahkan maju dan melawan Elisa.”
Semua anggota ekstra tinju mengangguk patuh, lalu mulai melaksanakan perintah coach Hendra tanpa sepatah kata apapun. Ekstra yang sangat disegani itu, terkenal akan cara latihan yang keras dan tanpa banyak bicara. Tidak terkecuali Elisa yang sebenarnya tidak bisa diam walau hanya semenit.
“Bosenin emang nih ekstra,” Gerutu Elisa pelan. Dengan tatapan tajamnya, ia menatap anggota ekstra yang lain, mencoba mengusir kebosanannya dengan mancari mangsa. Namun ia malah semakin bosan, kala melihat anggota ekstra tinju yang tidak serius dalam berlatih. Elisa berdecih, menggelengkan kepala lalu segera mengalihkan pandangannya.
Dan seketika itu juga, ia tersenyum kecil kala melihat targetnya yang hanya berjarak beberapa meter. Mata elangnya mengamati lekat Surya yang sedang melakukan pemanasan. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, membuat Elisa bisa melihat jelas wajah dingin Surya. Wajah dengan satu ekspresi yang semakin memacu adrenalinnya untuk mendapatkan balok es itu.
“Bang, lo dilihatin Elisa.” Bintang yang menyadari tatapan intens Elisa, berbisik kepada Surya yang begitu fokus melakukan pemanasan.
Surya yang sedang melakukan pemanasan, berdecak sebal karena ocehan adiknya. Ia yang begitu berambisi dalam olahraga tenis meja, tentu tidak suka jika adiknya tidak serius dalam berlatih. Namun saat matanya tidak sengaja bertemu dengan mata coklat Elisa, ia mematung.
Ia menghentikan aktivitasnya, dan menatap balik Elisa dengan tatapan tajam andalannya. Alis hitamnya terangkat sebelah, kala melihat gadis itu malah terkekeh kala mendapatkan tatapan tajam. “Ngapain sih tuh cewek gila gangguin gue?”
“Suka kali.”
Jawaban dari Bintang itu membuat Surya mengernyitkan dahi. Ia tidak pernah menyangka dan bahkan tidak akan pernah mau disukai gadis seperti Elisa. Gadis yang suka memukuli orang lain dan kini tengah mencoba untuk mengganggu hari-harinya.
“Apa yang membuat kamu tidak memperhatikan latihan hari ini Elisa?”
Senyum Elisa yang tadinya terbit karena tatapan aneh Surya, langsung sirna kala teguran coach Hendra membuat semua orang terdiam. Elisa berdesis pelan, merutuki kebodohannya yang membuat ia harus berakhir dengan mendapat hukuman.
Ia berjalan menghadap Coach Hendra yang sedang melipat tangan di depan dada dan menatap Elisa tajam. Elisa berdiri tegap sambil menatap sang pelatih dengan wajah datar.
“Sebagai hukuman, kamu harus melawan saya. Mari kita lihat sudah berkembang sejuah mana kemampuan kamu,” Coach Hendra yang tidak pernah memberi ampun pada kesalahan sekecil apapun itu, tidak bisa diam kala anak didiknya yang berharga tidak serius dalam latihan.
Semua anggota ekstra tinju sontak membelalakkan mata terkejut, dan ternyata ekstra tenis meja yang berada di sebelah ekstra tinju juga ikut terkejut dengan ucapan Coach Hendra. Mereka langsung menghentikan latihannya dan lebih memilih untuk melihat pertarungan antara Elisa dan Coach Hendra yang terkenal tidak memiliki belas kasihan.
Tanpa ragu sedikitpun, Elisa mengangguk patuh. Tidak memperdulikan semua tatapan yang tertuju padanya, Elisa mengencangkan hand warpnya. Tanpa mengenakan sarung tinju, ia begitu berani melawan pelatih yang memiliki badan tiga kali lipat lebih besar darinya. Ia mulai memasang posisi siaga, mengepalkan tangannya di depan wajah dan maju perlahan mendekati coach Hendra, namun ia tak kunjung menyerang.
Coach Hendra yang merasa geram karena merasa Elisa hanya mengulur waktu, mulai melayangkan tinjunya ke wajah Elisa. Elisa menghindari pukulan itu dengan mudah, tanpa berniat untuk membalas. Ternyata, pertahanan Elisa malah semakin membuat pelatihnya itu amat geram. Ia tidak menyangka jika Elisa hanya akan diam tanpa menyerangnya, hal itu sama saja dengan menunjukkan kepada lawan jika tidak memiliki kemampuan.
Tanpa memedulikan apapun lagi, Coach Hendra mluai menyerang tanpa memberi celah Elisa untuk membalas. Namun Elisa sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan membalas seranganya, ia hanya menghindar dan menatap tajam coachnya. Setelah beberapa menit hanya menghindar, Elisa tersenyum miring.
“It’s time to begin.”
Tanpa coach Hendra sadari, Elisa langsung menyerang ketitik lemahnya, rahang sebelah kiri. Namun sama seperti Elisa, Coach Hendra langsung menangkis serangan Elisa. Walau sedikit terkejut, ia berhasil menghindari Elisa. Coach Hendra mundur untuk merancang strategi. Namun siapa sangka, Elisa langsung maju dan mencoba untuk meninju coach Hendra lagi.
Coach Hendra yang mengetahui bahwa Elisa mengincar rahang kirinya, fokus melindungi kelemahannya. Namun lagi-lagi, Elisa memberikan kejutan yang tidak terduga. Dengan satu pukulan keras, Elisa meninju rahang bawah coach Hendra membuatnya terhuyung mundur. Dengan wajah yang masih terkejut, Coach Hendra menatap Elisa yang sedang tersenyum miring. Lalu membungkuk untuk memberikan hormat.
Bila yang sedari tadi menonton dari pinggir lapangan, hanya bisa mencengkram roknya. Meskipun sudah sering melihat sahabatnya itu berkelahi, ia masih belum terbiasa. Karena ia benci dengan kekerasan. Sedangkan semua penonton lain, hanya bisa diam membeku. Masih tidak percaya pelatih hebat seperti coach Hendra terpukul mundur dengan satu pukulan dari gadis bertangan mungil.
Sambil mengatur napasnya yang masih tersenggal, Elisa mengangkat kepalanya. Menoleh ke samping dan mengunci pandangannya kepada Surya. Setelah melakukan hal yang amat mengejutkan, Elisa malah melontarkan senyum manisnya kepada Surya. Membuat semua mata tertuju pada Surya.
“Saya rasa, kalian sudah siap menghadapi turnament besok jika memiliki Elisa.” Ucap Coach Hendra bangga. Ia kini tahu mengapa sekolah mau melakukan apapun untuk merekrut gadis mungil itu untuk menjadi atletnya. Karena Elisa memiliki kemampuan yang luar bisa dan cara melumpuhkan lawan yang unik.
Elisa menoleh ke arah Coach Hendra yang sedang tersenyum kepada Elisa, merasa bangga memiliki murid yang sangat spesial sepertinya. Elisa kembali menunduk, lalu menjawab. “Saya akan selalu menepati janji saya.”
“Kalian! Kenapa tidak berlatih? Kalian mau saya hukum lari lapangan seratus kali?!”
Pelatih ekstra tenis yang baru saja datang, dibuat naik pitam kala melihat anak didiknya tidak melakukan tugas dengan benar. Dengan segera, semua anggota ekstar tenis meja berhamburan untuk melanjutkan latihan mereka. Tak terkecuali Surya yang masih terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat.
Bersamaan dengan bel istrahat yang berbunyi, semua ekstra yang akan mengikuti turnament selesai melakukan latihan. Tentu saja lapangan kini dipenuhi dengan murid lain yang ingin memberikan idola mereka minum. Di SMA Kebangsaan, atlet yang mewakili sekolah dianggap seperti artis. Dan diangkatan kelas XI, Surya dan Bintanglah yang paling populer.
Dengan keringat yang bercucuran membasahi sekujur tubuhnya, dua saudara kembar itu menepi ke pinggir lapangan untuk bersitirahat. Dengan kompak, mereka mengambil botol air minum. Mengguyur badan mereka yang penuh dengan keringat, membuat otot di perut mereka tercetak jelas. Murid perempuan yang melihat itu, sontak menjerit kegirangan.
“Nikahin aku dong kak.”
“Pokoknya aku mau dua, gamau satu.”
“Caranya buat anak kembar gimana sih?”
“Kak tata surya, aku padamu.”
Surya meringis pelan, merasakan telinganya memanas mendengar semua teriakan para wanita itu. Sedangkan Bintang, malah tersenyum manis sambil melambaikan tangannya. Tanpa memperdulikan para penggemarnya, Surya duduk membelakangi mereka dan menundukkan kepala. Mengatur napasnya perlahan agar tidak terlalu merasa lelah.
“Bintang, haus ya.”
Bila yang melihat kekasihnya menjadi sasaran empuk para gadis genit, langsung berlari dengan membawa minum Elisa, tentu saja tanpa persetujuan Elisa. Bintang sontak terlonjak kaget, lalu tersenyum senang kala mengetahui Bila datang membawakannya minum. “Makasih Bi.”
Bila mengangguk antusias, merasa sangat puas dengan tatapan iri gadis centil yang menunggu di belakang pembatas lapangan. Ia menggigit bibir bawah, kala Bintang mengelus rambutnya sambil meneguk minum yang ia berikan.
“Duduk sini jangan berdiri terus nanti capek.” Ucap Bintang sambil menarik Bila untuk duduk di sebelahnya.
“Kamu kapan belinya? kok bisa keluar masuk lapangan?”
Ia mendekatkan wajahnya ke Bila, menopang tubuhnya dengan tangan di belakang tubuh Bila. Melindungi gadisnya yang sedang menjadi santapan empuk anggota ekstra lain yang tersihir oleh kecantikan Bila. Bila yang tidak menyadari hal itu, tersenyum polos lalu menoleh ke arah Elisa yang sedang meredam emosi mendengar ocehan para laki-laki yang ingin memberikannya minum.
Ia membelalakkan mata, kala Elisa tengah menatapnya tajam. Elisa berkacak pinggang, tidak terima karena minumannya diambil begitu saja. Dan lebih parahnya Bila memberikannya kepada Bintang. Bila sontak mengalihkan pandangannya.
“Itu minum Elisa,” Jawab Bila polos dengan cengiran khasnya.
Bintang terkekeh, lalu mencubit pelan hidung Bila. Membuat sang empunya meringis pelan. “Jahat banget kamu, terus Elisa mau minum apa? Kamu nggak tahu apa kalau dia habis adu jotos sama coachnya?”
“Tau kok, aku dari tadi disini. Lagian siapa suruh cari gara-gara sama coach Hendra. Kamu tenang aja yang mau ngasih dia minum banyak kok.”
Bintang sontak membulatkan matanya, memandang Bila tanpa berkedip. Ia baru menyadari bahwa gadis cantik bertopi yang sedari tadi menarik perhatiannya adalah kekasihnya sendiri. “Jadi bidadari yang pakai topi tadi kamu?”
Bila sontak tersipu malu mendengar gombalan Bintang. Ia menunduk, menyumbunyikan wajah merahnya dengan telapak tangan. Lalu mencubit perut six pack Bintang membuat Bintang mengaduh kesakitan.
“Sat, pacaran ditempat lain sana!”
Surya yang baru saja mengatur napasnya, malah dibuat sesak dengan adiknya yang sedang menjadikannya obat nyamuk. Dengan kekesalan yang sudah memuncak, ia melempar Bintang dengan botol kosong yang sedang ia bawa.
Lalu datang seorang gadis yang ia tidak tahu dari mana, semakin membuat emosi Surya meningkat. Dengan make up tebal menghiasa wajahnya, rok minim diatas lutut membuat Surya ingin menendang jauh gadis itu. “Kak Surya pasti haus ya, ini buat kak Surya.”
Mencoba untuk meredam emosinya, Surya memandang datar botol minum yang disodorkan oleh gadis misterius itu. Ia menghembuskan napas, mengulurkan tangannya untuk mengambil minum itu. Ia pikir gadis itu akan segera pergi jika ia diam dan menerimanya. Namun tiba-tiba, Elisa datang dan merebut minuman itu.
Meneguknya langsung di depan Surya dan gadis itu. Setelah menghabiskan setengah dari isinya, Elisa melempar minuman itu ke Surya, lalu tersenyum manis kepada Surya yang sedang menatapnya dengan penuh kebencian. Pada saat itu juga, Surya rasanya sangat ingin memukul kepala Elisa dengan bet tenis yang ia bawa.
“Dengerin lo semua, mulai sekarang Surya itu punya. Gaada cowok manapun apalagi cewek yang boleh deket sama dia lebih dari dua meter.”
Setelah membuat pengumuman yang menghebohkan seantero SMA Kebangsaan itu, Elisa kembali menunduk dan menatap Surya yang sedang mematung. Tidak terkecuali semua yang mendengar pengumuman Elisa. Elisa, playgirl terganas di SMA Kebangsaan. Sedang mencoba untuk bermain-main dengan pangeran es SMA Kebangsaan.