7. The Woman in Black vs Drunken Woman

1858 Kata
  Adri menatap tanpa minat pada kumpulan orang-orang bergaya formal yang memenuhi ballroom hotel. Rata-rata tamu yang datang adalah pengusaha atau pembisnis yang akan bekerja sama dengan PT. Royal, tempat dimana Adri bekerja. Adri melihat sekumpulan ibu-ibu didampingi dengan beberapa anak gadis mereka yang berdandan layaknya patung pajangan di pusat perbelanjaan.   "Kayaknya mbak Adri nikmatin banget ya pesta ini?"   Adri hampir menjatuhkan piringnya ketika seorang lelaki tampan dengan pakaian semi formalnya muncul secara tiba-tiba dari sisi kirinya. Arkan membalas tatapan terkejut Adri dengan senyum merekah.   "Loh bapak Arkan? Kok bapak di sini juga?"   Arkan terkekeh pelan. Entah untuk pertanyaan Adri yang sudah jelas jawabannya atau terkekeh untuk ekspresi Adri yang cukup absurd untuk dilihat. "Kok masih manggil 'bapak' sih? Kan saya bilang waktu itu panggil Arkan atau mas Arkan aja. Iya nih, saya dikirim sama Papi buat gantiin dia ngasih selamat ke bang Rully."   Adri mengangguk mengerti, tepatnya pura-pura mengerti.   "Terus sekarang bang Rully nya mana?" tanya Arkan sambil memperhatikan sekitar.   Adri mengangkat bahu tidak peduli. Lalu Adri meninggalkan Arkan menuju meja dessert.   "Mbak Adri kok nggak makan hidangan utamanya?" tanya Arkan lagi sambil mengekori Adri yang sudah bersiap untuk mengambil lagi beberapa potong kue yang menggoda selera. "Enggak, saya udah kenyang," jawab Adri tanpa menatap Arkan karena mata dan tangannya tengah sibuk pada kue-kue yang berjejer di atas meja.   Arkan tidak patah semangat. Dia terus mengekori Adri sampai gadis itu mau mengalihkan perhatian padanya.   Adri memasukkan sepotong kue cokelat ke mulutnya. Matanya sibuk mengawasi sekitar, sambil mencari dimana letak Rully yang dengan seenaknya meninggalkan dia sendirian di lautan manusia-manusia bersetelan formal yang tidak bisa dijadikan teman mengobrol.   "Abang saya pasti lagi sibuk sama kolega bisnisnya. Apalagi malam ini banyak pebisnis-pebisnis ternama yang datang, siapa tau ada yang bisa diajak kerja sama."   Adri mengutuk pemikirannya yang sangat mudah terbaca. Pasti Arkan tau kalau dirinya sejak tadi sedang mencari keberadaan Rully. Adri menatap Arkan sambil mengunyah kue dalam mulutnya yang membuat pipinya mengembung. "Oh. Tapi si bos mau ngapain juga saya nggak peduli kok." Dengan sedikit penekanan dan intonasi yang sengaja diperjelas Adri segera berbalik meninggalkan Arkan. Bukannya tidak suka jika dia mendapatkan seorang teman mengobrol. Tapi Adri memang sedang tidak mood untuk mengurusi adik tiri bosnya tersebut.   Arkan akhirnya menyerah mengikuti Adri karena dari wajah cewek itu tertampak jelas bahwa cewek itu sedang tidak ingin bersama siapa-siapa. Atau mungkin hanya bersamanya. Arkan akhirnya memilih pergi ke tempat prasmanan untuk mengisi perutnya. Cewek ini susah ditaklukin. Pikirnya sambil memulai menyendokkan makanan ke piringnya.   ---   Adri dapat melihat Rully tengah berjalan kearahnya dengan tatapan tajam. Adri mengerutkan dahinya dan mengingat-ingat apakah dia melakukan kesalahan sejak tadi atau tidak dan seingatnya dia sama sekali tidak melakukan apa-apa sejak tadi selain makan dessert. Masa iya sih si bos marah Cuma karena gue makan dessert kebanyakan?   "Adri, seharusnya kamu berada di sisi saya selama pesta berlangsung," bisik Rully tajam.   Adri mendengus. Lah yang ninggalin gue siapa coba? Adri hanya menunduk untuk mencari aman, "Maaf, Pak," ucapnya.   Rully mendesahkan nafasnya. Tidak seharusnya juga dia marah pada Adri, gadis itu sudah bekerja keras untuknya dan gadis itu sudah sangat mempermudah pekerjaannya. "Iya nggak apa-apa. Sepertinya kamu bosan di sini, tunggu sebentar, biar saya pamit dulu dengan yang lain." Rully berbalik untuk berpamitan namun langkahnya seketika terhenti. Tubuhnya mengejang kaku.   "Kak Rully? Kak Rully!!!"   Rully terpaku pada tempatnya berdiri kini. Seorang gadis cantik dengan gaun satin hitam sepanjang mata kaki terpasang indah di tubuh bagai modelnya, tersenyum senang dihadapan Rully, sambil berdiri bersebelahan dengan Arkan.   Rully merasa dunianya runtuh. Hatinya yang sudah ia tata baik-baik sejak 7 tahun yang lalu kembali porak poranda ketika bertemu kembali dengan gadis itu. Dia sungguh belum siap bertemu dengan gadis yang pernah berarti untuknya. Yang sangat berkenang untuknya. Yang pernah menjadi pusat dunianya.   Adri mengerjapkan matanya tidak mengerti situasi. Yang dia tau, gadis yang sedang berdiri dihadapan Rully dan dia saat ini adalah gadis yang sangat cantik. Dia bahkan tidak percaya kalau gadis itu manusia biasa sepertinya karena gadis itu cantik dan bersinar layaknya bidadari. Lebay memang, tapi begitulah adanya. Mungkin kalau gadis ini seorang artis, Adri akan sangat menwajarinya.   Adri tiba-tiba merasakan remasan pada tangan kanannya yang terjuntai bebas di sisi tubuhnya. Adri menatap siapa yang baru saja meremas tangannya dan Rullylah pelakunya. Adri belum sempat mengutarakan rasa sakit akibat remasan Rully karena lelaki itu sudah menariknya dengan kasar untuk pergi dari hadapan Arkan dan gadis yang tidak dikenalnya itu. Sebisa mungkin Adri menstabilkan langkahnya agar tidak terjatuh karena terbelit ujung gaunnya yang panjang.   "Pak...Pak Rully, tunggu sebentar Pak!" lirih Adri mulai merasakan perih pada tangannya yang dicengkram kuat Rully.   Wajah lelaki itu memerah. Rahangnya mengeras.   "DIAM!"   Adri terdiam. Bentakkan Rully membungkamnya. Membiarkannya menelan perih pada tangannya akibat cengkraman Rully pada lengannya.   Rully membawa Adri ke lantai 5. Tempat dimana club hotel khusus tamu VIP terletak. Lelaki itu melepaskan tangan Adri lalu menarik kursi bar dengan kasar dan segera duduk di atasnya setelah melepas dengan kasar tuxedo dan dasi yang dikenakannya.   Adri hanya bisa berdiri mematung disamping Rully. Bahkan untuk mengumpat saja dia tidak punya nyali.   "Gue minta vodka!"   Seorang bartender dengan kemeja putih, rompi hitam dan dasi kupu-kupu merahnya segera mengambil apa yang diminta customernya. Bartender muda itu meletakkan sebuah gelas khusus untuk minum dan sebuah wadah berisikan es batu bulat-bulat lonjong.   Dengan terburu-buru Rully menuangkan es batu dan vodka itu hingga gelas terisi penuh lalu ia menenggaknya dalam hitungan detik.   "Pa—pak Rully!"   Rully mengangkat sebelah tangannya memerintahkan Adri untuk diam. Karena dia sedang benar-benar tidak ingin diganggu.   Adri mengehentakkan kakinya geram. Terakhir kali Rully mabuk Adrilah yang harus membopong lelaki itu dengan susah payah ke apartment dan itu sudah menjadi pengalaman buruk yang tidak ingin dia ulangi.   Dengan cepat Adri mendorong gelas berisikan vodka keempat yang hampir Rully tenggak. "Enggak, Pak! Saya nggak ngizinin bapak minum ini!" ucapnya tegas.   Rully sudah mulai sempoyongan tapi belum kehilangan kesadarannya. Dia masih sangat sadar untuk melihat ekspresi tidak suka di wajah Adri ketika melihatnya meminum minuman tersebut.   "Lo nggak tau apa-apa!" ucap Rully sambil berusaha merebut kembali gelas ditangan Adri, namun gadis itu menggeleng sambil menahan gelas itu ditangannya. Adri cukup bersyukur club khusus tamu VIP ini kosong dan sepi hingga kejadian ini tidak akan membuat keduanya malu seperti kejadian di Fable waktu itu.   "Ya emang! Gue nggak tau apa-apa. Yang gue tau tuh elo, t***l!" seru Adri sambil mendorong bahu Rully hingga lelaki itu terduduk kembali.   "Siniin gelasnya, Adrianni!"   Adri menggeleng dan justru menenggak isi gelas itu hingga Rully melotot tidak percaya. Namun detik berikutnya, Rully justru mendecih dan tertawa meremehkan. "Yaudah, ambil tuh gelasnya! Gue nggak butuh gelas!!" Rully meraih botol bening bertuliskan absolut vodka dihadapannya itu lalu mendekatkan mulut botol ke mulutnya tetapi dengan cepat Adri meraih botol itu. Rully mengerang protes, dia berusaha meraih botol itu namun Adri dengan cepat menenggak isinya hingga tak tersisa.   Wajah Adri memerah, tenggorokannya terasa sakit dan kepalanya berputar. Adri sangat payah dalam urusan minum alkohol, seumur-umurnya Adri hanya pernah dua kali menenggak wine dan bir saat dia pertama kali mencoba clubbing. Dan vodka adalah salah satu minuman dengan kadar alkohol tinggi dan Adri baru saja meminum setengah isi botol tersebut. Tidak heran jika Adri merasakan pusing dan mabuk sekarang.   "Uhuk...hik...." Adri mulai bergerak-gerak sempoyongan. Dia bahkan terbatuk-batuk dan cekukan.   "Dasar b**o!" Rully menangkap tubuh Adri yang hampir jatuh dan dengan segera mendudukan gadis itu di atas kursi bar.   "Lo—hik—lo yang b**o!! Bos gendut! Hik..." Adri mulai meracau-racau tidak jelas.   "Ahahaha.....bos! Lihat deh tampang lo! Hahaha... ganteng sih, tapi ngebosenin!" Adri muali meracau tidak jelas.   Rully menunggu Adri untuk tertidur namun tampaknya gadis itu akan terus meracau sampai benar-benar lelah. Dan entah kenapa menonton Adri mabuk dan meracau, sedikit membuat Rully terhibur. Sangat terhibur.   "Adrianni."   "APAANSIH?!! Bentar-bentar Adrianni, bentar-bentar Adrianni, ribet lo!" Adri tiba-tiba meledak setelah beberapa detik diam. Gadis itu mengerjapkan matanya yang teler. Tangan kirinya menepuk-nepuk bahu Rully dan lelaki itu tak berniat sama sekali untuk menghentikan aksi gadis itu.   This is really unexpexted. Jika ada seseorang yang seharusnya mabuk dan meracau jelas orang itu adalah Rully, bukan Adri. Rully lah yang pergi kesini untuk mabuk. Rully jadi kehilangan moodnya untuk minum dan mabuk karena dia merasa beban dan fikirannya hilang begitu melihat Adri yang menggila dibawah efek alkohol.   Adri mengacungkan jari telunjuknya kearah Rully. Menunjuk-nunjuk lelaki itu dengan amat tidak sopan. "Elo!!" ucapnya sambil menoyorkan tubuhnya lebih dekat kearah Rully hingga lelaki itu dapat mencium bau vodka dari mulut Adri. "Bos b******k!" ucapnya lagi.   Rully hanya diam mendengarkan. Walaupun dia sangat ingin protes dan marah atas tindakan kurang ajar Adri namun dia sadar gadis itu tengah tidak sadar. Lagipula menonton Adri yang hilang kesadaran justru menghiburnya, jadi Rully menelan semua omelan yang akan ia keluarkan untuk Adri dan memilih menonton gadis itu beraksi.   "Adrianni ambilin ini, Adrianni urusin itu, Adrianni kamu terlambat, Adrianni kamu ceroboh, Adrianni, Adrianni, yaelaah! Emangnya gue ini b***k lo apa?" Adri memukul cukup keras bahu Rully setelah megutarakan kalimatnya.   Rully masih diam mendengarkan keluh kesah sekretarisnya. "Gue tepat waktu lo bilang kerjaan gue salah, gue benar tapi lo bilang kerja gue lambat, lo seenaknya merintah-merintah gue, gue terteka, lo tau nggak?!"   "Lo itu brengsek... gimana bisa lo memperbudak gue layaknya babu! Untuk apa gue kuliah sampe sarjana! Buat apa gue sekolah lagi khusus untuk jadi sekretaris kalo akhirnya gue Cuma jadi babu?"   "....."   "Lo kira gue nggak capek apa? Ngikutin kemauan lo, laki-laki yang katanya bachelor most wanted tapi sampe sekarang masih aja jomblo! Lo tuh kayak mimpi buruk, tau nggak!! Gue nggak bisa bebas jalan-jalan, weekend gue udah tepar duluan karena capek jadi b***k lo selama weekday! Bahkan gue belom pernah pacaran sampe sekarang! Lo tuh ngerepotin!"   "Adrianni!" Rully mulai tidak terima akan kata-kata Adri yang memojokkan dirinya.   Adri mengangkat sebelah tangannya dan mengibaskan tangannya. Lalu dia kembali menunjuk Rully dengan telunjuknya. "Big baby!! Style baju lo kuno dan lo tuh gendut, juga nyebelin pake banget! Hehehe...satu-satunya hal positif dari lo itu...lo ganteng, eh kaya juga deh, eumm terus pinter! Eh tapi jomblo, percuma."   "Adrianni Hanggita!" kali ini Rully bahkan ingin membekap Adri kalau gadis itu tak berhenti berkicau. Namun nampaknya Adri masih belum selesai bicara.   "APA??? Lo mau gue bilang, 'Iya, Pak, maafkan saya'? Dih, nggak akan ya!!" perlahan-lahan kepala Adri mulai terkulai. Namun gadis itu masih menggumam-gumam tak jelas.   Rully menghela nafasnya. "Adrianni," ucapnya lembut.   "Iya, Pak. Maafin saya..." Dan itulah kalimat terakhir yang dapat Rully dengar sebelum kepala gadis itu tergeletak lemah sepenuhnya di atas meja bar disusul dengan sebuah dengkuran halus. Dan Rully yakin jika Adri sudah terlelap sepenuhnya.   Dengan pelan Rully meletakkan tangan Adri melingkar pada lehernya setelah meninggalkan uang sejumlah harga minuman dan tips pada sang bartender. Rully menenteng heels Adri beserta tas genggam peraknya sambil menjaga Adri pada gendongannya.   Sebenarnya bisa saja lelaki itu membayar orang untuk membopong Adri hingga dia tidak perlu repot-repot membawa gadis itu dengan tangannya sendiri, namun Rully merasa ini merupakan kesalahannya sudah menarik gadis itu ke club dan membuat gadis itu berakhir dalam keadaan mabuk seperti ini, dan sebagai lelaki dengan rasa bertanggung jawab tinggi, Rully rela menggendong Adri dan mendapati tatapan-tatapan selidik pengunjung hotel lainnya. Bahkan Rully rela jika orang-orang itu mengasumsikan mereka adalah sepasang pengantin baru. Sungguh Rully tidak peduli lagi dengan orang lain, selain gadis digendongannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN