"Kamu ini, ceroboh!"
Adri hanya bisa diam menelan setiap omelan yang keluar dari mulut Rully. Wangi tubuh Rully yang menggoda indera penciumannya membuat seluruh syarafnya terasa mati.
Rully masih berjalan dan mengomel. Beberapa kali dia membenarkan Adri yang melorot dalam gendongannya. Ya, Adri kini tengah berada pada gendongan belakang seorang Ruliano.
"Kamu nggak liat apa di sini ada banyak benda-benda tajam? Gimana kalo yang tadi kamu injek itu paku atau besi yang udah karatan? Masih untung kamu nginjeknya kerang!"
"Pa—"
"Gimana kalau pendarahannya nggak mau berhenti?"
"Pa—"
"Gimana kalau kamu mati kehabisan darah?!!"
"Pak Rully..."
"APA?!!" bentak Rully karena Adri sama sekali tidak mengindahkan omelannya.
Adri memicingkan matanya menahan keras emosinya untuk tidak meledak. "Hotelnya....kelewatan."
Rully segera berhanti melangkah. Dia menatap ke sisi kiri jalan. Benar saja. Saking fokusnya mengomeli Adri ,Rully tidak sadar jika dia sudah melewati hotel tempatnya dan Adri tinggal.
"Engg—enggak kok, saya tau! Eum—" Rully meneguk salivanya. "Saya emang nggak mau bawa kamu ke hotel."
Adri mengernyit. "Hah? Terus kemana?"
"Kemana aja! Saya kan ngajak kamu jalan-jalan. Dan perjalanan kita ini belum selesai, masih banyak tempat yang ingin saya kunjungi."
Adri menutup mulutnya sebisa mungkin menahan tawanya. Dia tau, itu hanyalah akal-akalan Rully untuk menutupi rasa malunya atau saltingnya. Rasanya Adri ingin sekali melihat wajah Rully yang sedang salah tingkah, sayangnya dia hanya bisa melihat rambut Rully saja dengan posisinya yang sekarang.
Rully membawa Adri berjalan hingga kesebuah tempat ramai semacam pasar malam. Begitu melihat sebuah toko klontong Rully segera masuk kedalamnya. Adri menunduk sepanjang jalan. Bagaimana tidak? Semua orang dijalan memerhatikan dia dan Rully. Ck!
Ya kalau di drama korea sih adegan begini sweet, lha ini, di Indonesia udah kayak tukang minta-minta yang nggak bisa jalan terus digendong kelilingan supaya dapet duit.
"Malam...ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang penjaga toko dengan logat Bali nya yang kental.
Rully tersenyum tipis sambil matanya yang menelusuri isi toko. "Jual sandal nggak, bli (panggilan untuk orang Bali)?"
Penjaga toko itu mengangguk ramah lalu berjalan masuk kedalam untuk menunjukkan Rully dimana tempat sendal-sendal khas Bali berada.
"Saya Cuma bisa beliin ini dulu. Pilih aja yang kamu suka," ucap Rully pada Adri agar gadis itu memilih sendal.
"I—iya pak, kalau gitu bisa.....turunin saya dulu? Hehe" tanya Adri karena Rully tidak kunjung menurunkannya.
Rully terlihat berfikir lalu akhirnya menurunkan Adri di atas sebuah kursi kayu panjang yang tersedia di dalam toko tersebut. "Kalau gitu kamu kasih tau saya aja mana yang kamu suka dan saya yang akan ngambilin."
Adri menatap tidak percaya ke arah Rully bosnya. Bos yang setiap harinya ini selalu memarahinya kini dengan suka rela menjadi pelayan-dalam konteks tidak langsung-nya. Sungguh sebuah keajaiban.
Rully masih menunggu Adri untuk memilih sendal mana yang diinginkannya. Adri masih terdiam memandangi Rully dengan pandangan tidak percaya, membuat lelaki itu gemas. "Woy! Cepat tunjuk!" ucapnya membuat Adri tersadar dari ketidakpercayaannya.
Adri mengangguk dan matanya mulai menulusuri etalase yang memajang sendal-sendal tradisional sederhana yang tersedia. Pilihannya jatuh pada sendal kayu simple berwarna merah muda dengan gambar bunga matahari menghiasinya.
Rully menatap sendal tersebut lalu mengangkatnya untuk memastikan. Adri mengangguk antusias. "Iya, Pak, yang itu!" ucapnya dengan senyum lebar.
Rully tidak bisa untuk tidak ikut tersenyum. Lelaki itu mengangguk mengerti lalu membawa sendal itu ke penjual untuk membayarnya.
Kenapa hati gue deg-degan?
---
"Pak, maafin saya udah ngerepotin bapak," ucap Adri malu.
Rully hanya diam saja tidak menjawab dan masih terus berjalan. Masa dia marah karena gue udah ngerepotin dia?
Kini Rully masih membawa Adri dalam gendongannya. Pasalnya, kaki Adri masih terlalu sakit untuk memakai sendal yang baru saja dibelikannya. Sendal itu kini tengah ditenteng dengan erat di tangan kirinya. Tsk! Adri merasa benar-benar tidak berguna. Kenapa dia tidak berpura-pura saja bisa berjalan dan menahan sedikit rasa sakit dikakinya? Atau memang ini merupakan modusnya untuk bisa 'sedikit' balas dendam kepada Rully? Ya kapan lagi kan Adri bisa digendong Rully lagi seperti sekarang. Ngaco lo, Dri.
"Kamu nggak perlu ngerasa bersalah" akhirnya Rully membuka suara setelah dalam beberapa waktu hanya diam saja. Meskipun dia berkata begitu Adri tetap saja merasa tidak enak. "Maaf udah nyeret kamu, sampe kamu luka kayak gini," ucapnya lagi.
Rully berhenti berjalan. Adri melihat sekeliling. Ini masih disekitar pantai Kuta.
Rully menurunkan Adri di atas sebuah kursi kayu dan membiarkannya duduk di sana setelah itu dia menyusulnya duduk di atasnya. Keheningan mendera mereka karena sama-sama tidak tau harus berbicara apa.
"Kamu tau nggak kenapa saya nyeret kamu tiba-tiba ke club kemarin malam?" tanya Rully tanpa memandang Adri. Dia menatap lurus kearah pantai hitam pekat dihadapan mereka.
Adri melihat Rully bernafas dengan teratur, namun setiap hembusannya seperti tengah melepaskan gas-gas mengandung beban yang memberatkannya. "Eum...enggak Pak. Saya cuma ingat, setelah bapak ngeliat seorang ce—perempuan yang bareng bapak Arkan, bapak tiba-tiba langsung nyeret saya pergi," ucapnya takut-takut.
Keheningan kembali mendera mereka, hanya terdengar suara debur ombak dari kejauhan dan deruh nafas yang saling bersahutan.
"Iya, emang itu karena dia."
Dia? Emangnya siapa sih dia? Ingin sekali Adri menanyakan hal ini, namun lidahnya terasa berat sekali. Suaranya seakan terkunci ditenggorokan.
"Dia... cinta pertama saya," jawab Rully atas pertanyaan yang menggaung-gaung dipikiran Adri.
Rully menghela nafasnya sekali lagi. Adri masih memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Lalu Rully memulai cerita yang memaksanya membuka ingatan lamanya.
12 tahun yang lalu. Tepatnya ketika Ruliano masih berusia 17 tahun. Tidak seperti kebanyakan remaja seumurannya. Rully remaja sudah terlahir sebagai anak ke-3 dari keluarga terkemuka ,keluarga Permana. Dan dia memiliki masa remaja yang berbeda dengan remaja lainnya.
Hari itu,kakak perempuan tertuanya baru saja melangsungkan pernikahan. Andara Permana secara resmi melepaskan status lajangnya untuk pria berkebangsaan Amerika. Pesta megah yang berlangsung selama tiga jam itu cukup membuat letih seluruh orang yang terlibat termasuk keluarga utama. Malam itu tidak hanya merayakan pernikahan Andara, namun tanpa terduga sang kepala keluarga, Herman Permana berdiri di podium dengan bangga. Memperkenalkan dua anak laki-lakinya yang tidak lain adalah adik kandung Andara. Bagas Permana dan Ruliano Permana.
Bagas sudah menjadi anak kebanggaan Herman karena keahliannya di bidang strategi bisnis, bahkan sejak SMA, Herman sudah bisa melihat bakat anaknya itu karena dia sudah memberikan pelatihan khusus untuk anak keduanya tersebut. Dan tidak perlu dipikir dua kali, Bagas adalah penerus utama keluarga Permana.
Bagas yang saat itu sudah berusia 20 tahun dengan resmi diperkenalkan sebagai penerus PT. Royal Cendana.
Rully yang memang lebih setuju abangnya itu menjadi penerus perusahaan keluarganya malam itu hanya terlihat tersenyum di mejanya. Dia tidak merasa iri ataupun kesal, karena dia memang tidak pernah berminat dengan hal-hal perusahaan. Baginya hidup adalah....musik.
Rully sangat menyukai berbagai jenis musik. Dia senang mendengar musik ataupun memainkannya. Dia di anugerahi suara yang bagus, sehingga dia bisa bergabung dengan grup band disekolahnya. Dan Hestilia—Bundanya—sangat bangga akan bakat Rully.
Siang itu, tepat di hari ulang tahun Rully, dia dan grup bandnya mengikuti lomba band tingkat nasional. Karena kesibukan sang Ayah yang tidak bisa hadir pada hari pentingnya, Hestilia, bunyanya lah yang datang sendiri demi anak bungsunya.
Semua berjalan baik-baik saja hingga beberapa menit sebelum nomor urut band Rully dipanggil, Rully mendapat telfon jika mobil yang ditumpangi ibunya baru saja kecelakaan. Dan kehidupan indah Rully berubah menjadi mimpi buruk baginya.
Seluruh keluarga Permana amat mencintai sosok lembut penyayang Hestilia. Kepergiannya membawa berita duka yang begitu dalam bagi seluruh anggota keluarga besar Permana. Herman bahkan masuk rumah sakit selama seminggu ketika tau bahwa istrinya sudah pergi untuk selamanya.
Rully adalah orang yang paling merasa bersalah atas kepergian ibunya. Orang yang sangat menyayangi dan membanggakan dirinya melebihi Andara ataupun Bagas karena bakatnya dalam musik. Orang yang tidak pernah membentaknya karena dia pulang larut hanya karena latihan band. Orang yang selalu mendukung Rully untuk menjadi apa yang diinginkannya.
Rully mengurung dirinya selama dua hari didalam kamar. Tanpa mau siapapun mengganggunya, walaupun itu Andara ataupun Bagas. Rully terus mendekap erat foto mendiang ibunya yang tengah tersenyum penuh kasih, tidak peduli matanya sudah perih karena terus-terusan menangis. Ini mungkin kali pertama dirinya menangis setelah beranjak remaja, dan juga menjadi kali terakhir dirinya menangis. Rully ingin ibunya kembali dihadapannya. Memeluknya, maka dia akan berhenti menangis. Meskipun dia tau semua itu tidak mungkin.
Enam bulan pasca meninggalnya Hestilia, keluarga Rully mulai kehilangan keharmonisan. Andara lebih sering tinggal di negara asal suaminya dan hanya sesekali menelfon ke rumah, itupun hanya untuk beberapa menit saja.
Bagas yang memang gemar bergelut dengan urusan bisnis mulai mencintai bisnis yang dibangunnya sendiri, sehingga dia bahkan kewalahan untuk sekedar mengecek perusahaan keluarganya.
Malam itu, Rully yang tengah makan malam sendirian diruang makan besar keluarganya tengah menunggu kepulangan Hermawan dari China setelah enam hari perjalanan bisnisnya. Namun dia kembali tidak sendiri. Saat itu, Rully melihat ayahnya membawa dua orang yang nampak asing dimatanya. Dan dia harus menelan kepahitan, karena dua orang itu telah resmi menerima marga Permana dibelakang namanya. Rully tidak bisa menolak ataupun protes, karena dia melihat senyum yang sudah lama hilang dari wajah sang ayah. Dengan berat hati, dia memeluk lelaki berambut hitam yang tingginya sama dengannya dan menganggapnya sebagai adik.
Kedatangan Arkan dan Mami Vera cukup membawa pengaruh baik. Rully bisa merasakan kembali kehangatan keluarga yang telah lama hilang dari keluarganya. Umurnya dan Arkan yang hanya terpaut dua tahun membuatnya cukup akrab dengan adik tirinya tersebut. Dan Rully menyayangi Arkan layaknya dia menyayangi Bagas ataupun Andara.
Sedikit berbeda dengan makan malam biasanya. Kali ini Rully yang sudah berusia 19 tahun sedang makan malam dengan tenang bersama Arkan dan Mami Vera. Tiba-tiba dia mendengar bunyi benda pecah belah dibanting dengan kuat dari arah ruang kerja Hermawan. Ketiga orang itu berlari kearah ruangan pribadi kepala keluarga Permana tersebut dan menemukan Bagas dan Hermawan tengah beradu argumen. Bagas terlihat tenang namun tidak dengan Hermawan yang terlihat sangat berapi-api.
Tidak lama Rully tau, Bagas abangnya itu baru saja memohon kepada ayahnya untuk mundur sebagai penerus PT. Royal Cendana. Padahal besok, adalah hari dimana penyerahan secara resmi PT. Royal Cendana atas nama Bagas Permana sebagai Presiden Direktur. Dan Bagas, dengan seenaknya menolak amanat besar itu dan lebih memilih bisnis pribadinya.
Mami Vera mengelus pelan punggung Hermawan, menenangkan suaminya itu agar bisa memahami pilihan Bagas.
Rully dan Arkan yang memilih pergi dari sana menahan langkahnya ketika Hermawan akhirnya bersuara dengan tegas mengatakan, jika Rully adalah pewaris utama PT. Royal Cendana. Dan Rully tau, sejak saat itu...hidupnya telah diatur.
Ya, sejak saat itu dia telah menjadi boneka keluarga Permana. Disetting sebagai penerus perusahaan yang bijaksana dan harus melepaskan masa mudanya dalam didikan keras sebagai bekal baginya untuk menjadi Direktur Utama, PT. Royal Cendana.
Rully sudah menjadi direktur sejak usianya 20 tahun. Selama satu tahun (sejak dia berusia 19) dia dilatih khusus oleh orang-orang terpercaya Hermawan untuk mendalami seluk-beluk perbisnisan dan juga PT. Royal Cendana itu sendiri.
Bagi Rully, Arkan adalah energi penyemangatnya. Dia dan Arkan bisa saja bertengkar hingga adu jotos dan baru berhenti setelah ada darah yang mengalir dari salah satunya. Namun detik berikutnya, dia dan Arkan bisa menjadi kakak adik paling akrab yang melebihi keakraban saudara kandung. Mungkin karena saudara-saudara kandung Rully sendiri tinggal terpisah dengannya. Namun, semenjak dua tahun lalu...tepatnya ketika Arkan baru saja genap satu tahun menjadi saudara tirinya, Rully menemukan satu lagi alasan untuknya menjalani kehidupannya yang cukup rumit.
Natasha Aruni. Seorang gadis yang dikenalkan Arkan pada Rully sebagai sahabatnya.
Arkan adalah tipe player dan suka flirting kepada banyak gadis. Tidak sulit bagi Arkan untuk meluluhkan hati seorang gadis, dan Rully tau betul itu.
Rully sempat ragu ketika Arkan bersumpah satu-satunya gadis yang tidak pernah Arkan permainkan adalah Tasha. Baginya, Tasha adalah sahabatnya yang sangat polos dan tulus. Rully juga sempat ragu ketika Arkan mengaku tidak ada rasa sedikitpun pada Tasha hingga akhirnya Rully sadar jika dirinyalah yang mulai terjebak pesona kepolosan dari Tasha, hingga akhirnya mereka berdua berpacaran.
Selama satu tahun pelatihan Rully sebagai calon direktur, dia hanya perlu mengingat Tasha dan senyumnya maka dia akan kembali bersemangat. Terkadang dia merasa sangat lelah karena menjadi Direktur bukanlah impiannya. Tapi, hanya dengan mengingat senyuman Tasha dan semangat darinya, Rully merasa dia kembali bersemangat.
Hari itu, setelah peresmian Rully sebagai direktur utama PT. Royal, Hermawan juga mengumumkan jika Arkan akan berangkat ke London untuk melanjutkan sekolahnya. Rully adalah orang yang merasa paling kehilangan karena adik tirinya itu cukup berarti selama beberapa tahun belakangan.
Tidak cukup kejutan dari Arkan yang akan pergi ke London, keesokan harinya Rully kembali mendapatkan kejutan dari gadis yang paling dicintainya. Tasha menelfonnya sambil menangis dan mengatakan dirinya saat ini sudah berada di bandara.
Rully masih berfikir positive jika Tashanya sedih karena sahabatnya akan pergi jauh. Namun ucapan Tasha memporak-porandakan hatinya.
Tasha akan pergi, untuk menyusul Arkan. Satu-satunya laki-laki yang Tasha cintai. Yang menjadikannya alasan kenapa dia mau menerima Rully.
Dan sejak saat itu, Rully menutup hatinya rapat. Merubah kepribadiannya menjadi lebih tertutup. Dan merasa jika semua orang menutupi sifat asli mereka dengan kedok. Rully tidak pernah percaya dengan orang lain sejak saat itu.
Anjir! Cewek k*****t! Eh...kenapa rasanya gue marah banget ya denger cerita Pak Rully.