5

786 Kata
Mich menggeliat. ‘Perasaan kok ranjangnya sempit sekali ya?!,’ Ia berpikir jika saat ini tengah memeluk Icha. ‘Tumben si Icha bau keringat?! Duh, keringatnya lagi,’ batin Michell. Lelaki itu membuka mata kala isakkan merasuk ke dalam gendang telinga. “Aaaa, Mamaaa! Mich perkosa anak gadis orang!” teriak Mich panik. Saking ketakutannya, anak ke dua Dipta Darmawan itu reflek melompat dari atas brankar. “Shel, Shel, misi! Selimut buat gue boleh?! Nanti burung gue terbang, Shel.” Pinta Michell sembari menari-narik selimut yang tengah Shella kenakan. “Aaaa… Astajim, Shella! Kok telanjang!” jerit Michell sembari menutup mata. “Shel, jangan porno! Takut khilaf Babang, Shel.” “Huaaa..” Shella berteriak histeris. “Lo perawanin gue. Begok.. Begok! Begok!” “Sumpah?!”, tanya Michell kepo. Ia membuka mata lalu menatap Shella. Semoga saja Shella mengangguk. Kan dia jadi seneng dapet perawan. Mana pake cinta lagi perkosanya. “Gue benci lo, Michell!” Dan ketika isakkan Shella semakin tak tertahankan, Michell tahu jika wanita itu sama sekali tak berdusta. “Eh! Maafin gue. Jangan nangis lagi ya, Shel. Nih.. Gue kasih selimutnya nih.” Hibur Michell sembari menyerahkan selimut yang ia kenakan. Siapa tahu dengan begitu Shella akan berhenti menangis. "Aaaaaa hiks, lo porno Micheeeelllll bangkeee hiks." Melihat ketelajangan Michell, Shella justru semakin anarkis dalam berteriak membuat Michell secepat kilat memungut dan memakai boksernya. "Udah! Gue udah pakai bokser nih." "Pergi lo! Gue nggak mau liat muka lo! Lupain semuanya!” usir Shella. "Nggak, kita pergi sama-sama!” tegas Michell. Mana mungkin ia melepaskan tanggung jawab. Terlebih pada Shella, wanita yang ia cintai segenap jiwa-raga. "Gue nggak mau! Gue benci lo!" Kata Shella tak kalah tegas. Iya tegas, tegas sekali menolak keberadaan Michell. "Semalem gue perkosanya gimana si? Kepo nih!", tanya Michell blak-blakkan. Shella memelototkan matanya tajam. “Sarap LO!” "Enak nggak ena-ena? Gue mabok ih, nyesel gue mending perkosa pas sadar bisa sama enaknya!” sesal Michell Glontaaaannnng! "Auuh benjol pala gue Shel!”, aduh Michell karena Shella melemparinya baskom seng milik rumah sakit. "KELUAR LO MICHELL." "Galak banget Nyonya Michell. Sayang, nanti malem di rumah lagi ya."  Michell mengedipkan sebelah mata. Menggoda Shella berharap keadaan akan mencair dan Shella nggak narik-narik urat lagi. Shella menggelengkan kepala. Sulit memang berhadapan dengan titisan Dajjal. Tak mau ambil pusing dengan kelakuan manusia laknat, Shella bergerak menuruni brankar. Ia meringis kesakitan, “Michell, sakit!” eluhnya merasakan sakit di inti tubuh. "Shel, Shel, lo nggak papa?” "Sakit…” adu Shella. "Sini gue bantu, mau ke kamar mandi?" Shella mengangguk. Ia memang tak mungkin bias sampai di toilet sendiri tanpa bantuan Michell. Hanya ada Michell dan Shella akan menahan malu untuk kali ini saja. "Keluar Mich!” usir Shella saat sampai di kamar mandi. "Nggak! Gue di sini jagain lo. Tenang aja, setiap jengkal tubuh lo, gue hapak Shel. Nggak usah malu.” Shella melakukan apa yang ia ingin lakukan. Sebenarnya dia risih terus diperhatikan oleh Michell. Apalagi saat ini tiba-tiba Michell semakin mendekat. "Gue mandiin ya Shel. Badan lo lengket." Bisik Michell lirih ditelinga sembari mendaratkan pelukkan erat. "Mich jangan lagi, please!" mohon Shella. Michell menggelengkan kepala. “Sekali lagi ya, Shell. Sebelum kita pulang.”, tawar Michell. Kali ini laki-laki itu melakukan dengan penuh kesadaran, segenap cinta dan pemujaan terhadap wanita yang ia cintai. * Michell mengecup kening Shella, "Gue suka lo Shel… Gue bakalan lindungin lo semampu yang gue bisa." ujar Michell sambil mengangkat tubuh Shella dari mobil. Michell membawa wanita yang ia cintai pulang ke rumah orang tuanya. Setelah ini, Michell akan menanggung semua hal mengenai Shella. Kepahitan, kesedihan ia ingin Shella membagi dan tak merasakan sendiri. “Kita pisahan bentar ya. Gue harus nyetir dulu.” Michell lantas menutup pintu mobil. Sampai di depan rumah, Michell terus memandangi wajah teduh Shella. Ia tersenyum, sebelum bergerak turun untuk membawa Shella turun dari mobil dan membawa wanita itu masuk ke dalam rumah. Hati-hati sekali, sepelan mungkin. Michell tak mau Shella terbangun dari tidur nyenyaknya. “Mich, Abang! Kamu apain mahasiswa Mamah?” Michell memberi isyarat untuk diem. Ia tahu orang tuanya panik, hanya saja keberisikkan mereka tentu akan membangunkan Shella dan Michell tidak mau itu terjadi. “Ok!,” ujar Dira pelan, paham akan maksud sang putra. “Bawa ke kamar Icha. Mamah tunggu kamu di sini.”, titah Dira tegas yang dianggukki oleh Michell. Michell membaringkan tubuh Shella ke atas ranjang Icha. "Jagain yang bener ya Cha. Abang mau ketemu Mamah dulu. Jangan lo apa-apain!" Icha menatap horor Michell. Bukan! Bukan karena perintah sang Abang yang meminta ia untuk menjadi juru jaga. Tanda-tanda keunguan yang Michell buat jelas ia tahu karena apa.  “Michell Darmawan lo gila!” desis Icha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN