6

874 Kata
“Michell Darmawan, kamu apain Shella?!” tanpa basa-basi, Dira bertanya langsung pada topik sasaran. Michell menghembuskan nafas pelan. Merancang ancang-ancang ala dirinya. “Mamah, jangan shock ya!”, pinta Michell sembari menatap bergantian Dira dan Dipta yang mengangguk berbarengan. "Mich ena-ena in Mah. Enak ya rasanya ternyata..” Glekkk! Suara air liur tertelan cukup terdengar ditelinga Michell. "Mah! Mah! Jangan pingsan, Mah!" ujar Dipta menahan tubuh istrinya yang akan pingsan itu. "Belum pingsan Pah! Pah, itu anakmu begurunya sama Aldo apa Rio sih pah?", tanya Dira yang membuat Dipta melotot tajam pada Mich. Bisa-bisanya dalam keadaan penting, Dira mengajukan pertanyaan receh. "Pah, matanya baek baek pah awas copot!” kekeh Michell menggoda ekpresi yang ditampakkan oleh Dipta. "Micheeeeeeelllllll Darmawaaaaaaaaan!” “Michell! Mau kemana kamu?!” teriak Dipta. “Kamar, Pah! Mich ngantuk banget. Ena-ena bikin lemes.” Jawab Michell santai, sesantai para turis berjemur di pantai. “Michell balik kamu! Sini kamu Papah cekek, Mich!” Dipta mengelus dadanya. Sejak kecil memang hanya Michell yang susah diatur. Anak itu terlalu jahil, terlebih pada para wanita. “Astaga! Apa dosa hamba, Tuhan?! Anak hamba kenapa kaya Dakjal!” heran Dipta kenapa Michell bisa begitu keterlaluan. “Ya Tuhan! Anak hamba habis perkosa anak orang.” Dipta terduduk lemas di atas sofa. “Dia berguru sama temen hamba yang mana?!” tanya Dipta miris sembari menatap langit-langit ruang tamu. * Michell menutup telingan dengan bantal saat suara berisik mengganggu tidur siangnya. Demi apapun, ia pening dan masih butuh istirahat. "Ribut-ribut apaan sih nih." Dengus Michell lalu bangkit dari ranjang untuk melihat keributan yang tengah terjadi. “Ganggu mimpi gue ena-ena ama Shella aja sih!” gerutu Michell tak rela mimpinya terganggu.  "Ada apaan nih?!” tanya Michell di depan kamar Icha. Ia masih tak sadar situsi. Mata sipit Michell terbuka sempurna saat melihat gadis yang sudah ia gadisi menangis di atas ranjang Icha. “Loh Shella. Sayang kenapa nangis?” panik Michell. “Woi! Lo berdua kalau mau berantem jangan di sini. Ganggu, Anjim!” omel Mich pada kembarannya dan Audi yang tengah beradu mulut. Michell bergidik saat matanya bertatapan dengan Chello. “Apa?!”, bukan menjawab, Chello justru semakin memberikan tatapan laser penuh permusuhan. “Kok ada dua Michell? Michell yang mana?” isak Shella bingung melihat ada dua wajah yang sama persis. “Lo!” Marchello Darmawan— kembaran Michell, menunjuk wajah Michell sebelum berlalu keluar dari kamar sang adik. “Apaan sih?! Di, suami lo kenapa?!” bukan menjawab, Audi justru berlari sembari berteriak tak jadi meminta cerai dari Chello. “Hiks, Michell…” "Mbebnya Bang Mich jangan nangis dong. Shella udahan dong."  Mich tambah panik karena Shella semakin terisak. Ah, bukan terisak lagi tapi menangis kejer. "Cha, Cha, cewek kalau nangis biar diem di apain?” tanya Michell saking bingungnnya mendiamkan Shella. "Lah, Mana Icha tau Bang. Biasa Audi kalau nangis Icha toyor palanya biar sadar. Coba deh! Kali aja jin tomannya pacar Abang ilang." Kata Icha tanpa dosa dan Shella langsung melotot tajam saat Michell berjalan mendekat ke arahnya. "Duh, Mbeb, Cintanya Abang jangan-jangan ketularan Si Audi. Duh, toyor nggak ya?!”, bimbang Michell yang masih bisa didengar oleh Shella dan Icha. Melihat kebodohan Michell, Icha sekuat tenaga menahan tawa. Abangnya yang satu itu memang paling begok. Dikibulin aja nggak sadar. “Michell, sakit Cumi!” murka Shella kala Michell benar menoyor kepalanya. “Cha, lo ngibulin gue?!” garang Michell yang justru membuat Icha terbahak-bahak.  "Micheelll sakit cumi." Teriak Shella karena Mich beneran menoyor kepalanya. "Hiks, gue mutilasi lo Michell!" Jerit Shella lantang. "Ayang, ampun, Yang. Jangan nangis lagi, aelah! Bang Mich nggak punya balon bentuk hati, yang ada hati abang buat Dedek Shella seorang.” Shella ingin muntah mendengar gombalan Michell. ‘Sarap banget sih nih cowok!’, piker Shella. "Ya, Tuhan. Kenapa gantengan yang tadi Tuhan hiks, hiks." Ratap Shella menilai jika Marchello lebih tampan dan waras tentunya dari Michell. Michell tercengang. Demi sempak Nenek Tapasya! Berani sekali Shella bilang Chello lebih ganteng?— Michell nggak terima! Sejak kecil ialah yang selalu dielukan lebih tampang. Apalagi Oma Diranya. "Apaan-apaan? mulutnya minta dibacain yasin biar kebakar ya Shel? Gantengan gue!” nyolot Michell. "Ngaca-ngaca! Muka kaya kenalpot bajaj juga!" Kali ini yang bilang bukan Shella, bukan juga Icha. MIch mendengus sebal pada sang mama. Turun sudah harga dirinya di depan Shella. "Mama, main masuk kamar Icha aja. Keluar gih!” usir Michell dengan nada kesal. Pleetaak! "Mulutnya Mich minta mama bakar pake kemenyan?" Takut-takut Shella memandang Dira. Hati kecil Shella mengatakan jika wanita anggun dihadapannya merupakan sosok harimau buas yang tengah menyamar. Hal itu terbukti dari jitakkan maut dikepala Michell. “Buat sementara, Shella tinggal di sini ya?!” pinta Dira sembari menatap Shella, “Tidurnya sama Icha kok.” Dira menerangkan maksud dari kata tinggalnya. “Inget! Sama Icha loh ya! Bukan Michell!” ujar tajam Dira dengan tatapan penuh ancaman yang tertuju pada anak ke duanya. "Yay, akhirnya Icha nggak usah bangun tengah malem lagi buat anter pipis makluk aneh dari Kutub Selatan." Sorak Icha riang.  Michell menghentakkan kaki kesal. Jika begini, gagal sudah rencananya yang telah ia susun rapi. Jalan satu-satunya adalah meminta bantuan sang papa. Hanya ketua suku satu itu yang bisa menenangkan pertempuran melawan Ardira Maesaty.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN