Bab 12. Pertemuan Keluarga

1326 Kata
Sesuai dengan jadwal, hari ini akan ada pertemuan kedua keluarga calon mempelai untuk pertama kalinya. Pertemuan ini akan diadakan di sebuah hotel milik keluarga konglomerat itu. Kanaya sedang bersiap karena sebentar lagi sebuah mobil kiriman Kenzo akan datang menjemputnya. Dia juga sudah memakai gaun pilihan Kenzo, karena pilihan Restu kemarin langsung menjadi abu. “Kanaya! Cepet dikit dong. Kamu itu ngapain aja sih!” teriak Riska yang tidak suka kakak tirinya berdandan terlalu lama. “Bentar,” jawab Kanaya santai. Kanaya sebenarnya sudah selesai berdandan, tapi dia malas keluar dari kamarnya. Dia malas berinteraksi dengan dua orang dalam rumahnya itu, karena nanti pasti akan ada saja yang diiri Riska dari dirinya. Apa lagi saat ini Kanaya memakai pakaian dari brand mahal. Bukan hanya baju, tapi sepatu dan juga perhiasan yang menempel pada tubuhnya ini berharga mahal. Tentu saja semua ini Kenzo yang membelikannya. Sebuah pesan datang ke ponsel Kanaya. Dia mendapat kabar kalau mobil jemputan akan tiba sebentar lagi. Kanaya memilih untuk segera memakai sepatunya dan keluar dari kamar. “Waah, bagus banget bajunya, Nay. Itu yang dibeliin ama Kenzo ya?” puji Linda sambil mendatangi Kanaya. Kanaya melirik sekilas. “Iya,” jawab Kanaya singkat. “Kamu tuh gimana sih, Nay. Kalo kamu dibeliin baju sama Kenzo itu harusnya kamu juga harus beliin juga buat Ibu dan Riska. Liat nih baju Ibu, gak bisa dibandingin sama baju kamu.” Linda mulai mengeluh. “Tau nih! Harusnya aku yang pake baju semahal itu. Mana pantes cewek udik dan gak tau mode kayak kamu pake baju sebagus itu.” Riska ikut protes karena tidak mendapat jatah baju baru dari calon kakak iparnya yang super tajir itu. “Kalian kan punya uang banyak. Lagian yang mau nikah sama Kenzo itu Kanaya, bukan Riska apa lagi Ibu. Jadi jangan bersikap sok penting untuk ditanggung juga oleh Kenzo,” jawab Kanaya yang kemudian segera pergi ke ruang tamu. “Ooh ... udah mulai sombong kamu sekarang ya?! Liat aja, bentar lagi Riska juga bakalan dapet suami yang jauh lebih kaya dari Kenzo. Nikah jalur duka aja sombong!” sembur Linda. “Tau nih! Sombong banget jadi orang. Dasar matre! Rela ninggalin pacarnya buat cowok yang lebih kaya. Dasar gak tau malu!” Riska ikut menghujat Kanaya. Kanaya tidak membalas apa yang dikatakan oleh ibu dan adik tirinya. Dia memang tidak bisa menghindari kenyataan itu. Tapi sekali lagi, Kanaya melakukan semuanya karena sebuah tekanan dari titisan iblis itu. Tak lama berselang, ada sebuah klakson mobil di depan rumah Kanaya. Dua orang pria berpakaian rapi masuk ke dalam halaman rumah Kanaya. Itu adalah orang suruhan dari keluarga Kenzo. Kanaya dan keluarganya pun segera masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkan ke hotel milik keluarga konglomerat itu. Sepanjang perjalanan, Kanaya selalu berdoa, agar acara hari ini akan berjalan lancar. Akhirnya keluarga Kanaya tiba di sebuah hotel tempat acara akan dilangsungkan. Beberapa awak media sudah menyambut kedatangan Kanaya di lobi hotel. Seorang pria muda dengan mengenakan kemeja warna navi dan celana bahan berwarna hitam, datang mendekati Kanaya. Tangan pria itu dengan santai dan lihainya segera melingkar di pinggang ramping Kanaya. “Halo, sayang,” sapa Kenzo sambil tersenyum bahagia. Kanaya membalas senyuman Kenzo, “Hai. Udah nunggu lama?” Kanaya pun langsung memamerkan keahlian aktingnya. “Gak kok. Masuk yuk. Mari Bu, masuk yuk.” Kenzo mengajak keluarga Kanaya masuk, agar mereka segera lepas dari kilatan lampu blitz kamera wartawan yang terus membidik mereka. Di depan pintu masuk ruangan VIP yang dipakai oleh keluarga konglomerat itu, telah berdiri anggota keluarga Kenzo lainnya. Mereka juga memasang senyum terbaiknya untuk menyambut keluarga besan. Senyum penuh kepalsuan, yang membuat Kanaya muak melihatnya. “Cuma makan malam kok. Gak usah banyak diliput ya,” ucap Viktor sambil tersenyum pada para pencari warta. “Selamat malam Bu Linda. Terima kasih sudah menerima undangan sederhana kami,” ucap Viktor merendah di depan para wartawan saat menyapa keluarga besannya. “Sederhana apanya, Pak. Ini luar biasa banget. Makasih sudah undang saya dan keluarga,” jawab Linda yang tidak lupa terus melihat ke arah wartawan, berharap dia akan menjadi tokoh penting malam ini. “Bisa saja Ibu ini. Kalau begitu, mari masuk, Bu.” “Pak Viktor. Apa setelah hari ini, pernikahan akan segera dilangsungkan?” tanya seorang wartawan. “Pasti. Tunggu saja nanti ya. Pasti akan segera diumumkan. Udah dulu ya, kasihan tamu saya.” Viktor segera mengajak keluarga besannya masuk ke dalam ruangan tempat mereka akan makan malam bersama untuk pertama kalinya. Tentu saja yang bersemangat hanyalah Linda dan Riska, karena yang lain tahu kalau ini adalah bagian dari sandiwara. Begitu pintu ruangan ditutup, senyum yang tadi sangat lebar terukir di semua wajah, kini langsung menghilang. Mereka kembali menciptakan suasana dingin dan membentengi diri masing-masing, tidak ingin saling kenal. Riska segera duduk di dekat Dilan, sedangkan ibunya segera duduk di dekat Diana, mama tiri Kenzo. Linda berusaha akrab dengan calon besannya, berharap agar dia bisa diajak masuk ke circle pertemanan sosialita Diana yang dipenuhi kalangan borjuis. “Jadi kapan pernikahannya bakalan dilakukan, Ken?” tanya Viktor ingin tahu. “Minggu depan, Pa. Semua udah di siapkan,” jawab Kenzo. Kenzo menoleh ke arah Kanaya yang duduk di seberangnya. “Segera ikuti jadwalnya biar semua selesai tepat waktu.” Kanaya mengangkat pandangannya. “Iya,” jawab Kanaya malas. Tatapan mata Kenzo bertemu dengan Kanaya. Entah mengapa kali ini Kenzo seolah sulit melepas pandangannya dari Kanaya. Sebuah gaun berwarna biru langit dengan leher terbuka, memamerkan curuk leher Kanaya yang terbentuk dengan sempurna. Kulitnya yang putih bersih itu sangat kontras dengan gaun dan warna rambutnya yang hitam legam. Leher jenjang itu hanya dihiasi sebuah kalung berlian kecil tapi entah mengapa tampak sangat indah. Kecantikan berlian itu semakin memancar di bawah wajah ayu Kanaya. Sejenak Kenzo jadi ingat wajah wanita liar yang dia nodai beberapa waktu lalu. Wajah polos Kanaya sangat berbeda dengan wajah cantiknya saat ini yang berbalut make up tipis. Tatapan Kenzo lama berhenti di bibir ranum berwarna pink segar milik Kanaya. Entah mengapa bibir mungil itu membuat Kenzo ingin mencicipinya lagi, sehingga sampai membuatnya terpana. Kenzo mendengus dan sedikit menertawakan dirinya sendiri saat akal sehatnya kembali. Bagaimana mungkin dia bisa mengagumi wanita yang paling dia benci di dunia ini. “Bearti semuanya sudah disiapkan ya. Bu Diana, gimana kalo kita cari baju barengan. Kan nanti kita bakalan pake baju yang sama,” ucap Linda berusaha sok akrab. “Gak usah! Seleramu pasti murahan!” jawab Diana sambil melirik tajam ke arah Linda. “Gak usah ikut repot, Bu Linda. Semua udah disiapkan,” sahut Kenzo mencegah mertua pengeretannya itu ikut campur. “Oh gitu, ya udah deh.” Makan malam diikuti dengan suasana yang sangat hening. Hanya ada suara alat makan beradu dengan piring yang diiringi dengan alunan musik dari seorang pianis di sudut ruangan. Satu persatu makanan pun dihidangkan. Ini benar-benar makan malam pertemuan dua keluarga, karena mereka hanya bertemu, tanpa ingin mengakrabkan diri. Keluarga Sagala memasang tembok sangat tinggi yang tidak bisa dilewati oleh keluarga Kanaya. Mereka masih memandang keluarga Kanaya tidak pantas masuk ke keluarga mereka. Makan malam selesai. Orang-orang yang ada di dalam, sibuk dengan kegiatannya sendiri. Kanaya melihat ke arah Dilan. Pria itu benar-benar tidak tahu diri. Sejak tadi, tidak ada sedikit kata maaf atau sedikit berbasa-basi pada Kanaya. Pria itu hanya diam dan sesekali melihat ke arah Kanaya. “Dilan, kamu harus bergerak cepat. Bentar lagi Kenzo bakalan nikah, pak tua itu pasti bakalan bikin Kenzo makin susah kita singkirkan,” ucap Diana pada putra kesayangannya. “Trus Dilan harus ngapain, Ma. Lagian Dilan belum punya niatan buat nikah sekarang.” Diana melihat ke arah Dilan, “Jangan bodoh kamu, Dilan! Kalo kamu gak nikah juga, Sagala Grup pasti bakalan jatuh ke tangan Kenzo. Dan kita ... kita pasti bakalan ditendang sama Kenzo. Kamu harus nikah juga, harus!” tekan Diana. Dilan melirik ke arah mamanya, lalu dia menatap tajam ke arah Kanaya yang sedang duduk sendirian. “Jangan ngatur Dilan, Ma. Dilan akan cari cara sendiri!” tegas Dilan tanpa memindahkan pandangannya dari Kanaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN