Bab 9. Bertemu Calon Mertua

1204 Kata
Sorot mata tajam Kanaya menyorot lurus ke depan. Mengenai sosok pria yang berada di belakang kerumunan para wartawan yang sedang menjalankan tugas mereka. Sesosok pria yang sangat di benci Kanaya kini akhirnya muncul di depan Kanaya. Selama ini, Kanaya ingin sekali bertemu dengan Dilan untuk meminta pertanggung jawaban. Tapi Dilan menghilang, katanya dia sedang melakukan penenangan diri karena kejadia tabrakan itu. Tapi melihat keadaan Dilan sekarang, rasanya sangat sulit dipercaya kalau pria itu melakukan masa rehabilitasi. Sepertinya pria itu habis melakukan perjalanan liburan, karena tubuhnya terlihat sangat sehat dan tidak terlihat ada trauma di sana. “b******k! Kenapa sekarang dia baru muncul,” gumam Kanaya dalam hati memendam kemarahannya. Kenzo melirik ke arah Kanaya. Dia sedari tadi tidak mendengar Kanaya bicara lagi menjawab pertanyaan wartawan. Kenzo mengikuti arah pandang calon istrinya itu. Sorot matanya menyipit saat dia mendapati Dilan berdiri jauh di depannya. “Mau ngapaon dia di situ? Mau bikin ulah apa lagi dia,” geram Kenzo, tidak suka melihat adiknya muncul di depan publik tanpa izinnya. Untung saja keberadaan Dilan di sana tidak lama. Saat dia menyadari kalau kakaknya menyadari kehadirannya, Dilan memilih segera pergi dari pada nanti dia akan dimarahi lagi. Acara wawancara segera disudahi karena mood Kanaya dan Kemzo rusak. Pasangan itu segera masuk kembali ke ruang tunggu, setelah berpamitan. “Ngapain dia ke sini?” geram Kenzo bertanya pada Ivan. “Gak tau. Aku juga kaget.” “Mana dia sekarang?!” “Gak tau!” Ivan juga tidak mengetahui di mana Dilan sekarang berada. “Cari tau dia di mana. Jangan sampai dia mengacaukan semuanya!” titah Kenzo. “Iya. Aku akan segera mencari dia.” Ivan langsung menyuruh anak buahnya untuk mencari keberadaan Dilan. Mereka harus memastikan kalau Dilan tidak akan membuat ulah lagi, apa lagi saat ini di sini ada banyak wartawan. Kenzo tidak ingin apa yang dia lakukan untuk menyelamatkan keluarga dan perusahaannya, jadi sia-sia karena ulah konyol Dilan lagi. Pria manja itu selalu saja membuat ulah. “Ken, aku lelah. Aku mau pulang,” ucap Kanaya yang merasa seluruh energinya habis. “Aku anter,” jawan Kenzo. Kanaya menoleh ke arah Kenzo, “Kamu gak perlu sok baik. Aku bisa pulang sendiri.” “Jangan bodoh kamu! Kamu pikir para wartawan akan melepaskan kita begitu aja. Mulai sekarang kamu jangan banyak ulah. Apa lagi berhubungan lagi sama dosen gak jelas itu!” Kanaya melirik tajam ke arah Kanaya sambil cemberut. Dia tidak tahu kenapa ucapan yang keluar dari mulut pria tampan itu selalu kasar dan menyakitkan hati. Sangat bertolak belakang dengan parasnya yang mendekati sempurna. Kanaya memilih mengabaikan apa yang dikatakan Kenzo dari pada dia nanti akan tersulut amarah. Dia segera meraih tasnya lalu segera berjalan menuju pintu. Kenzo segera menyusul Kanaya. Dia menyuruh Ivan mengurusi Dilan dan dia akan mengantar Kanaya pulang. Dan benar saja, di depan lobi kantor, masih ada beberapa wartawan yang menunggu. Mereka pasti orang yang masih penasaran dengan pernyataan mendadak Kanaya dan Kenzo tadi. Selama di dalam perjalanan, Kanaya lebih memilih untuk memalingkan wajahnya ke luar mobil. Sesekali dia memejamkan matanya berharap ini hanya mimpi, meski dia tahu kalau itu sangat tidak mungkin. “Kapan kamu akan memenuhi perjanjian kita?” tanya Kanaya tanpa menoleh ke Kenzo. “Bilang aja siapa orangnya. Aku akan segera menyelesaikannya. Itu bukan hal sulit,” jawab Kenzo sambil terus melihat ke arah iPad yang sejak tadi berada dalam pangkuannya. Sepi. Suasana di dalam mobil kembali sunyi. Kanaya malas banyak bicara. Bersinggungan dengan Kenzo si pria jelmaan iblis itu membuatnya kehabisan energi. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana, rumah tempat Kanaya dibesarkan. Rumah itu tentu saja jauh dari kata megah dan sangat tidak mudah dipercaya kalau salah satu anggota keluarga itu akan menjadi anggota keluarga Sagala. “Ngapain kamu ikut turun?” Kanaya kaget saat melihat Kenzo ikut turun. “Kamu ini bodoh apa gimana sih sebenernya. Kita udah mengumumkan rencana pernikahan kita, jadi setidaknya aku harus ketemu sama keluargamu!” “Tapi ke –“ “Aku udah tau semuanya! Ayo masuk.” Kenzo yang tahu kalau ada awak media yang mengikutinya, segera meraih tangan Kanaya untuk dia genggam. Mereka berdua pun segera berjalan bersama masuk ke rumah Kanaya. Terdengar suara televisi dari dalam rumah, sepertinya penghuninya sedang bersantai di dalam. Kanaya menyuruh Kenzo duduk di sofa tua milik penghias rumahnya. Kanaya melihat ibu dan adik tirinya sedang menonton televisi bersama. Mereka sepertinya tidak menyadari kedatangan Kanaya yang sejak tadi berdiri melihat mereka. “Bu, ada tamu,” panggil Kanaya. “Siapa? Suruh masuk aja. Gak usah ganggu Ibu. Inget, jangan berisik!” jawab Linda tanpa melihat ke arah anak tirinya. “Ada Kenzo, Bu.” Linda sedikit tersentak dan langsung menoleh ke arah Kanaya. “Kenzo? Maksud kamu, Kenzo Sagala?” tanya Linda meminta kepastian. Kanaya mengangguk. “He em.” “Ish, kamu ni ya, kenapa gak bilang dari tadi! Duh, kudu ganti baju dulu nih. Riska, ayo siap-siap!” perintah Linda yang menyuruh putrinya juga bersiap menemui calon menantu istimewa di keluarga ini. Sementara ibu dan adiknya berdandan, Kanaya keluar dengan dua botol minuman kemasan di tangannya. Dia kemudian meletakkan air minum itu di meja, tepat di depan tamunya. “Cuma ini doang?” tanya Kenzo yang melihat meja itu terlalu kosong untuk menjamu tamu. “Mau apa lagi? Gak ada apa-apa di rumah,” jawab Kanaya. “Mana ibu kamu?” Kenzo mengalihkan pembicaraan. “Lagi ganti baju. Tunggu bentar. “Eeh ... ada tamu. Ya ampun, ke sini kok gak kasih tau dulu sih,” sapa Linda sok akrab sambil tersenyum pada calon menantunya. “Buset! Mau ke mana ni orang. Norak banget,” gumam Kenzo dalam hati melihat dandanan Linda. “Maaf, tadi cuma mau mampir aja kok sekalian nganter Kanaya,” jawab Kenzo. “Oh iya, kalian tadi abis konferensi pers ya. Tadi Ibu ngeliat loh. Seneng banget liat kalian sekarang akur. Kanaya anak Ibu ini emang beruntung banget. Dia baik banget, makanya dapet jodoh baik juga kayak Kenzo,” ucap Linda memuji Kanaya sambil meraih tangan Kanaya untuk dia genggam. Tentu saja Kanaya risih dengan perlakuan palsu ibunya. Dia ingin sekali menyetop ucapan sok manis ibunya itu di depan Kenzo, karena ini bukanlah sikap ibunya yang sebenarnya. Bukan hanya Kanaya yang risih, Kenzo yang sudah mengetahui latar belakang keluarga Kanaya lebih dulu sebelum dia menjebak Kanaya, juga merasa muak dengan sandiwara Linda. Ingin sekali dia menghardik wanita paruh baya itu, tapi itu tidak mungkin dia lakukan, karena nanti Linda bisa saja membuat masalah untuk pernikahannya “Ibu seneng banget kalo –“ “Maaf Bu, saya ke sini juga ada maksudnya,” potong Kenzo yang malas mendengar sandiwara Linda. “Ada maksud apa, Ken? Bilang aja,” jawab Linda sambil terus mengukir senyum ramah. “Begini Bu, pastinya Ibu sudah tahu tentang rencana pernikahan saya dan Kanaya. Sebenarnya saya datang ke sini ingin melamar Kanaya secara langsung di depan orang tuanya.” “Melamar? Ya ampun, seneng banget rasanya denger anak Ibu bakalan menikah. Emm tapi ....” “Maaf loh ya, bukannya Ibu mau menolak lamaran Kenzo buat Kanaya, tapi kan Ibu ini orang jawa ya, jadi biasanya tuh ....” “Mau berapa, Bu? Berapa yang harus saya bawa buat melamar Kanaya?” potong Kenzo yang mengerti ke mana arah pembicaraan Linda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN