Sebelum pulang ke rumah, Rara masih duduk di salah satu ruangan, ya, mungkin seperti ruangan paling elite sedunia. Kalah banget dengan ruangan milik ayahnya.
"Om, tinggal di mana sih?" Rara mulai bertanya pada Dennis.
Tak ada tanggapan apa pun dari pria berdarah Asia ini. Masih belum menyerah, sengaja masuk ke kantor General Manajer bukanlah sesuatu makna yang penting untuk gadis remaja seperti Rara ini.
"Ah iya, gua lupa. Biasanya seorang General Manajer itu tinggalnya di hotel, ya? Soalnya, kan, dia harus mengurus segala kinerja perusahaan hotel ini. Pasti berat banget posisi itu. Belum lagi kalau ada yang komplain soal penginapan, kebersihan, penampilan segala sistem mekanik pun. Wah ... ini benar ular berbisa (luar biasa) ... Mantap, loh, Om. Gua salut sama Om!" Diajukan dua jempol kepada Dennis masih fokus dengan laptopnya. Merasa diabaikan oleh lelaki tiang listrik, benar bikin gadis pendek ini jengkel.
"Benar, makhluk tiang listrik, kalau orang lewat pukul tiangnya bunyi teng! Menggema suaranya..." gumamnya mengomel
Kedua telinga Dennis terdengar sangat jelas apa yang di katakan itu dari gadis aneh ini. "Kalau nggak, menginap saja di rumah papaku. Kalau gua kan belum punya rumah. Jadi tinggal bareng nggak masalah menurutku," usulnya
Dennis masih sibuk dengan laptopnya, gadis pendek ini merasa dicueki lagi sama makhluk tiang listrik.
Tap!
Laptop yang di depan Dennis membuatnya menatap lebih tajam sangat menyeramkan untuknya. Rara dengan berani tanpa ada sedikit etika itu menutup laptop dengan cara yang kasar banget.
"Om, gua bicara sama kamu, loh! Serius amat sih dari tadi. Om, nggak kasihan sama gua dari tadi mengoceh terus. Memang Om nggak tertarik sama gadis kayak gua imut, manis, suara merdu lebah madu, hmm?" Di balas tatapan tajam itu.
Rara paling bisa saja buat Dennis terdohok sama sifat absurdnya. Untung Rara putrinya Edy pemilik perusahaan perhotelan ini, jika bukan, mungkin itu mulut bisa di kasih lakban hitam kalau perlu lempar tubuhnya dari gedung tinggi tersebut.
"Om, kenapa bisa dilahirkan mata sipit sih? Apa waktu Mama papa Om suka beli sumpit banyak, ya? Jadinya mata pun sipit begini. Unik sih, Rara suka ..." ucapnya berbinar - binar.
Dennis bangun dari duduknya, bersiap untuk istirahat, malas melayani gadis aneh bin ajaib ini. Saat pintu dibuka, Rara ingin mencegahnya tapi sesuatu menyengat siku mereka berdua.
Drrtt...
Keduanya terundur beberapa senti, wajah terkejut. Saling bertatapan satu sama lain. "Tuh, kan ... Tiang listrik marah sama gua. Kalau mau marah jangan setrum dong. Fisik gua belum siap tapi hatinya siap disetrum kok," gombalnya
Dennis tidak menanggapi, memilih untuk keluar dari kantornya.
Masa bodoh untuk setrum atau apalah, yang ia inginkan untuk istirahat, banyak yang harus di kerjakan besok.
Langkah kaki menuju arah lift, merasa ada yang mengikuti. Berhenti langkah kaki ikut berhenti juga. Menoleh, gadis aneh itu malah senyum padanya dan say hello lagi. Diikuti langkah kakinya lebih cepat, namun gagal lagi mengikuti Dennis. Panggilan dari Ayahnya sudah bersuara.
"Rara!"
Huh... Papa ini sebel deh. Oke untuk sekarang Om Oli selamat. Tapi selanjutnya gua bakalan buat dia senyum-senyum terus. - batinnya dalam hati.
"Ya Pa, I'm coming!" teriaknya tatapan sepasang mata memperhatikan sikap konyol absurd gadis pendek itu.
Dijepit lengan Ayahnya begitu mesra, bagaimana tidak sayangnya si Edy sama putrinya ini. Sebenarnya dia ingin punya satu anak lagi. Karena setiap berhubungan selalu saja terganggu.