Anto masih menatap penuh gairah. Sedangkan Ayu kini menatap panik. Dia tak henti menyingkirkan tangan nakal Anto darinya, tetapi lelaki itu terus saja mengulangi hal yang sama. “Santai aja … ndak usah takut. Enak, kok!” bisik Anto lagi. Ayu semakin gusar. “J-jangan, Mas … walau bagaimanapun juga kita masih belum muhrim.” Anto mengembuskan napas gusar, lalu kemudian menarik tangannya sambil cemberut. Beruntunglah kemacetan itu segera berakhir. Anto kembali sibuk menyetir. Sedangkan Ayu sibuk ber-istigfar dengan detak jantung yang masih memompa sangat kencang. Ayu sibuk menarik rok gaunnya agar bisa lebih turun lagi. Semua ini terjadi karena sang bude yang memaksanya mengenakan pakaian terbuka seperti itu. Keadaan mendadak terasa sangat canggung. Sesekali Ayu melirik Anto yang tampak g