Eps 5 Upik Abu di pagi hari

1183 Kata
Author P.O.V Pagi yang cerah. Sinar mentari menembus ke langit – langit rumah Alvin. Lebih tepatnya rumah Kakaknya yang bernama Jammy. Karena semenjak Kakaknya meninggal, dia terpaksa tinggal di Jakarta dan menjadi orangtua asuh untuk ponakannya Isabella. Hanya sementara. Sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh Papanya. Bersama Istri barunya Almira, dia mencoba untuk berdamai. Walau kenyataanya dia membenci wanita itu yang menurutnya aji mumpung. Hadir hanya untuk uang. “Bikin lagi!” titah Alvin pada Almira Untuk yang kesekian kalinya Alvin menolak teh buatan Almira. Wanita berparas cantik itu kembali ke dapur dengan perasaan kesal. Dia sudah tak tahu harus bagaimana lagi untuk membuat teh yang dapat diterima oleh lidah Alvin. Padahal dia membuat teh itu sudah sesuai takaran yang diajari oleh Bi’Inah tadi pagi. Namun tetap saja salah. Seolah Alvin sengaja membuat Almira kerepotan. “Om jahat banget sih. Dari tadi Tante Mira dibuat bolak – balik ke dapur,” dengus Isabella kesal “Memangnya kenapa? Kok jadi kamu yang marah – marah?” tanya Alvin sambil terus membaca koran “Ya kasihanlah. Bella tidak tega melihatnya. Lagipula biasanya Bi’Inah yang buatin teh itu. Kenapa sekarang malah jadi Tante Mira?” Mendengar hal itu Alvin langsung menghentikan bacaannya, dan menoleh kepada Isabella. “Mau siapapun yang buat itu teh, terserah Om. Anak kecil gak perlu ikut campur,” “Ya tapikan Tante Mira bukan pembantu,” “Ya memang. Tapikan dia numpang. Jadi harus tahu diri dong,” “OM ALVIN,” teriak Isabella tidak terima “Beraninya kamu berteriak di depan Om. Masih kecil juga. Lebih baik sekarang kamu berangkat ke sekolah,” tutur Alvin tegas “Eli. Cepat antarkan Bella ke sekolah,” lanjut Alvin kepada babysitter Isabella “Baik Pak,” ucap Eli menunduk hormat Isabella tak bergeming, dia masih diam ditempatnya. “Non, ayo Non. Nanti terlambat,” tutur Eli takut Keringat mengucur di dahi Eli. Dia takut Alvin tambah marah kalau Isabella tetap tidak mau nurut. “Non ayo,” ajak Eli sekali lagi Isabella yang sejak tadi menatap Alvin langsung menghembuskan nafas kasar. “Om Alvin jahat,” tutur Isabella dan berlari keluar Tak ada jawaban dari Alvin. Dia hanya menatap kepergian Isabella dengan wajah datar. Lima menit kemudian, Almira kembali ke ruang makan lagi dengan membawa segelas teh chamomile baru untuk Alvin. Hanya sedikit meminumnya, Alvin kembali meletakkan gelas itu. “Bikin lagi,” titah Alvin tegas “Lagi?” batin Almira tak percaya Dia sudah tak tahan lagi. Menurut Almira ini sudah keterlaluan. “Bisakah kamu beritahu aku dimana letak kesalahannya? Karena semua intruksimu sudah aku lakukan. Tapi tetap saja salah,” tutur Almira menatap Alvin Mendengar hal tersebut, Alvin balik menatap Almira. “Kamu ngebantah aku?” “Aku tidak membantahmu. Aku hanya bertanya dimana letak kesalahanku. Karena dari tadi kamu hanya menyuruhku untuk bikin lagi dan bikin lagi. Sementara aku tidak tahu dimana letak kesalahannya,” Alvin sadar apa yang dikatakan Almira itu ada benarnya. Namun dia sebagai laki – laki jelas tidak mau direndahkan. Apalagi di depan orang yang amat dibencinya. “Baik. Jika kamu bertanya dimana letak kesalahanmu, sekarang kamu minum teh ini,” tutur Alvin menunjuk pada teh yang dibuat Almira Almira belum merespon apapun. Dia masih diam di tempat “Minum aku bilang!” titah Alvin lagi Dengan hati – hati, Almira mengambil teh itu lalu meminumnya. “Gimana?” “Enak,” singkat Almira polos “Enak katamu? Teh kemanisan seperti ini kamu bilang enak? Bahkan ini tidak bisa disebut dengan teh chamomile. Rasanya seperti gula pasir tahu gak. Sebenarnya kamu bisa kerja apa enggak sih?” ucap Alvin marah - marah “Tapi kata Bi’Inah tadi....” “STOP. Jangan mencari alasan. Sekarang kamu balik lagi ke dapur, dan bikin sampai bisa,” potong Alvin tegas Almira masih terdiam “CEPAT!” teriak Alvin meninggikan suara Mendengar teriakan itu, Almira kaget dan langsung berlari ke dapur. “Hik, hik, hik,” isak tangis Almira pecah seketika Hatinya benar – benar dibuat sakit oleh Alvin. “Sabar ya, Non. Sabar,” ucap salah satu asisten rumah tangga bernama Susi “Apa salahku Mbak? Kenapa dia setega itu? Padahal baru tadi malam kita bertemu. Kenapa dia seolah sangat membenciku? Hiks,” “Pak Alvin memang seperti itu wataknya, Non. Keras. Jadi jangan diambil hati ya,” tutur mbak Susi memberikan penghiburan “Tapi ini sudah keterlaluan Mbak. Hanya gara – gara teh dia sampai sebegitunya. Padahal semua intruksi dari Bi’ Inah sudah aku kerjakan. Tapi kenapa masih saja salah?” Almira sungguh tak mengerti dengan sikap Alvin yang begitu kejam padanya. “Kalau masalah itu saya tidak bisa bantu, Non. Soalnya yang tahu hanya Bi’ Inah saja. Sebab dia yang lebih lama bekerja dengan keluarga Kenward. Bahkan Bi’ Inah dulu pernah lama di Jerman sebelum akhirnya pindah ke rumah ini. Jadinya dia lebih banyak tahu mengenai Pak Alvin. Namun sekarang Bi’ Inah-nya malah pergi untuk menjenguk saudaranya yang sakit. Maaf ya, Non. Biar nanti kalau dia sudah pulang, saya tanyakan,” Almira mengusap airmatanya dengan sesekali sesunggukan “Sudah, Mbak Susi gak perlu minta maaf. Bukan salah Mbak ataupun Bi’Inah. Aku aja yang mungkin terlalu bawa perasaan karena tidak terbiasa seperti ini. Sekarang aku harus secepatnya buat teh lagi takut Alvin menunggu lama,” “Biar saya saja ya Non yang buat. Non Almira berangkat saja kuliah takut terlambat,” tutur mbak Susi menawarkan diri “Jangan. Jika Mbak yang buat, Alvin akan tambah marah sama aku. Sudah gak apa – apa. Mbak Susi lanjutkan saja pekerjaannya,” “Tapi Non,” “Sudah Mbak. Aku gak apa – apa kok,” potong Almira cepat Mbak Susi yang kasihan hanya bisa mengangguk patuh lalu pergi dari hadapan Almira. Beberapa saat kemudian, “Loh Alvin kemana?” lirih Almira saat mendapati kursi makannya kosong “Non Almira,” sapa Jefri tiba – tiba “Eh Pak Jefri. Bikin kaget saja mendadak muncul,” “Hehe. Maaf ya Non,” “Gak apa – apa, Pak. Oh ya, lihat Alvin gak?” “Pak Alvin baru saja berangkat,” jawab Jefri sopan “Loh terus ini tehnya gimana?” “Kata Pak Alvin tehnya gak jadi Non. Beliau ada urusan mendadak,” “Serius?” tanya Almira mengangkat alisnya “Iya Non serius,” “Kalau gitu, kenapa Pak Jefri masih disini?” “Karena saya ditugaskan untuk mengantar Non Almira pergi ke kampus,” “Oh gak usah, Pak. Saya bisa berangkat sendiri. Kan Pak Jefri sudah tahu saya gimana,” tutur Almira sembari mengambil tas ranselnya. “Ya saya paham Non Almira tidak nyaman jika diantar. Cuma masalahnya ini perintah langsung dari Pak Alvin. Saya hanya menjalankan tugas saja,” “Bapak yakin?” “Iya yakin, Non. Kan Pak Alvin sendiri tadi yang bilang. Katanya takut Non Almira telat berangkat kuliah,” Satu kalimat terakhir membuat Almira terkejut. Pasalnya baru saja dirinya dibuat sakit hati oleh sikap Alvin yang marah – marah karena teh. “Mari Non saya antar,” tutur Jefri sopan Almira yang masih tak percaya hanya mengangguk singkat dan mulai berjalan ke arah luar. “Dasar pria aneh,” batin Almira menggerutu TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN