Langkah Bianca perlahan mundur. Ia ingin menjauh, tapi kakinya terasa berat. Ada sesuatu yang menahannya, mungkin kenangan, atau mungkin perasaan yang belum benar-benar mati. Arjuna masih berdiri di tempat, bahunya turun, menatap perempuan yang dulu begitu ia cintai, kini berdiri beberapa langkah di depannya, tapi rasanya seperti terpisah oleh jurang yang sangat lebar. "Bianca …" panggilnya lirih, hampir seperti bisikan yang tertiup angin. Bianca menggeleng, matanya menatap kosong ke arah lantai marmer yang memantulkan bayangan mereka. "Kita nggak bisa terus begini, Mas. Aku nggak mau menyakiti siapa pun lagi." "Jadi kamu milih Damian?" suara Arjuna serak, nadanya seperti patah di ujung kalimat. Bianca menatapnya, kali ini dengan mata yang basah tapi tegas. "Aku memilih tenang, Mas. A