Awal Pertemuan

1597 Kata
“Sayang … hanya kamu yang bisa membantu menyelamatkan Perusahaan Papa yang sedang berada di titik krisis,” pinta Satria pada putri sulungnya. Karena kecurangan yang dilakukan oleh lawan bisnisnya membuat perusahaan lokal milik Satria Atmaja menjadi goyang. Keterlibatan orang dalam membuat lawan bisnisnya dengan mudah mencari celah untuk menyerang kelemahannya. “Tapi Kak Caca masih muda, Pa,” ucap Arya, putra bungsu pengusaha senior tersebut. Brinda Osha Atmaja atau yang biasa dipanggil Caca hanya diam sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Gadis cantik itu tidak pernah menduga jika pembicaraan keluarga setelah makan malam yang biasanya hangat kini terdengar menakutkan di telinganya. Baru satu tahun yang lalu dirinya menjadi salah satu dokter spesialis Neurologi di rumah sakit Angkasa. Sebenarnya ia ingin meraih mimpinya terlebih dahulu sebelum menikah. Namun, pada kenyataannya semua tidak sesuai dengan apa yang ia rencanakan. Caca benar-benar merasa dilema. Dirinya tidak mungkin menolak permintaan papanya yang kini sedang kalut untuk mencari solusi permasalahan yang ada di perusahaannya. Apalagi mengingat dirinya adalah putri sulung dari keluarga Atmaja, tentu menjadi beban tersendiri bagi gadis cantik tersebut. “Banyak keluarga yang juga bergantung pada Perusahaan. Kalau kamu menolak menikah dengan Andra, bagaimana dengan nasib mereka semua?” tanya Hanum, mama Caca dengan suara lembutnya. Mendengar pertanyaan dari mamanya, membuat Caca semakin merasa bersalah. Memang benar dengan apa yang dikatakan oleh mamanya, menurutnya. Jika bukan dirinya lantas siapa yang akan bisa menyelamatkan perusahaan papanya. Perlahan-lahan Caca kemudian mengangkat wajahnya. Dengan sorot mata yang penuh beban, gadis cantik pemilik mata almond itu pun akhirnya menyetujui perjodohan yang diinginkan oleh kedua orang tuanya. “Ya, Pa, Caca mau …,” ucap gadis itu pada akhirnya. Mendengar jawaban yang memang dinanti-nantikan, seketika membuat sepasang paruh baya itu pun menghembuskan napas leganya. Tampak Hanum langsung beranjak dan berpindah duduk ke sebelah putrinya untuk memeluk anak sulungnya tersebut. Namun, berbeda dengan Arya, meskipun pemuda itu masih duduk di bangku kuliah, ia tetap tidak setuju dengan keputusan kedua orang tuanya. Menurutnya, masih ada jalan selain mengorbankan perasaan dan masa depan kakak perempuannya. “Pa … Ma, kasihan Kakak kalau harus mengorbankan mimpinya,” ucap Arya mencoba membujuk kedua orang tuanya agar membatalkan perjodohan tersebut. Di samping itu, di jaman modern seperti sekarang ini, kenapa pernikahan masih harus diatur oleh orang tua, menurutnya. Arya memang tahu mimpi kakak perempuannya yang ingin menolong orang lain melalui ilmu yang telah dia pelajari. Bukan karena idealis atau apa pun namanya, tapi yang jelas hati Caca merasa mendapatkan sebuah panggilan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya melalui keahliannya. Pemicu dari panggilan hati nurani gadis itu tak lain karena banyaknya orang yang tidak menyadari gejala awal pada penderita gangguan saraf otak. Omnya yang juga merupakan dokter spesialis Neurologi banyak menjumpai pasien yang berobat karena terlambat menyadari adanya gangguan tersebut. “Kak, tolong dipikirin lagi? Kakak jangan sampai menyesali keputusan yang udah Kakak ambil,” tanya Arya beralih mencoba membujuk kakaknya. Melihat putra bungsunya seakan ingin memperngaruhi kakaknya, membuat Hanum pun seketika mendengus. Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik itu tidak suka mendengar perkataan yang diucapkan oleh anak laki-lakinya. “Jangan mempengaruhi Kakak kamu! Bagaimana nanti nasib Perusahaan? Bagaimana kelanjutan kuliah kamu? Bagaimana nasib semua karyawan itu? Apa kamu yang ingin bertanggung jawab?” tanya Hanum bertubi-tubi. Mendengar mamanya sudah menggunakan nada tinggi dalam berbicara, membuat Caca akhirnya harus segera turun tangan. Ia tidak ingin masalah perusahaan pada akhirnya akan membuat keharmonisan keluarganya yang selama ini terjalin dengan sangat baik akan ikut terimbas. “Ar … Kakak udah pikirin, untuk mimpi itu, Kakak bisa meraihnya sambil menjalankan kewajiban sebagai seorang istri,” ucap Caca dengan bijak. Satria yang mendengar penuturan dari putrinya seketika menyunggingkan senyumannya. Lelaki paruh baya itu sangat yakin jika Caca pasti mau menerima perjodohan yang telah dia rencanakan sebelumnya. Apalagi mengingat hati putrinya yang lembut, semakin mudah untuk membujuknya. “Baiklah, kalau kamu memang sudah berpikir, Papa akan memberi tahu Om Katon agar segera mencari hari baiknya,” ucap Satria pada akhirnya. “Papa dan Mama pasti menginginkan yang terbaik buat masa depan kamu,” ucap Hanum menimpali dengan lembut. Setelah pembicaraan malam itu, selang dua hari kemudian terjadi pertemuan dua keluarga di kediaman keluarga Atmaja. Hanum sejak pagi telah sibuk mempersiapkan segalanya untuk menyambut keluarga sahabat baiknya yang sekaligus juga calon besannya. Pada malam hari, tamu yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba tepat pukul tujuh. Hanya dihadiri oleh keluarga inti dari keluarga Wijaya, mereka berniat melamar anak gadis keluarga Atmaja. Meskipun perjodohan memang telah mereka rencanakan, tetap mereka harus melalui prosedur layaknya pernikahan pada umumnya. Saat mereka sudah sampai di kediaman Atmaja, mereka pun disambut oleh Satria dan Hanum. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu, seperti biasanya mereka akan berbasa-basi sebentar. Setelah para maid selesai menyajikan camilan dan minuman, tampak Katon ingin menyampaikan sesuatu. “Sebenarnya kedatangan kami kemari ingin menyampaikan niat baik kami kepada keluarga Atmaja. Kami sekeluarga ingin melamar Brinda Osha Atmaja untuk putra kami Affandra Bimantara Wijaya,” ucap Katon dengan lancar. Mendengar ucapan dari sahabat baiknya, seketika membuat Satria dan Hanum mengembangkan senyumnya. Meskipun perjodohan memang telah direncanakan, tetap membuat jantung paruh baya itu ikut berdegup tak karuan. Mereka tidak pernah menduga akan berada di titik ini. Di mana anak gadisnya akan diminta oleh orang lain untuk dijadikan menantu. “Kami sebagai Wali dari Putri kami, Brinda Osha Atmaja, dengan senang hati menerima lamaran dari Ananda Affrandra Bimantara Wijaya,” jawab Satria dengan lega, karena di samping putrinya berada di keluarga yang tepat, perusahaannya juga bisa terselamatkan, menurutnya. Setelah menyampaikan niatnya, akhirnya mereka pun mendapatkan jawaban yang mereka inginkan dari tuan rumah. Kemudian setelah itu tampak Hanum mulai beranjak dari duduknya dan berniat untuk memanggil putri sulungnya. Di dalam kamar, tampak terlihat Caca sudah bersiap dengan duduk menunggu sambil memainkan ponselnya. Perjodohan ini memang tidak pernah ia inginkan, tapi Caca tetap harus bersikap sopan pada keluarga calon suaminya. Apalagi mengingat dirinya juga mengenal baik keluarga calon mertuanya membuat gadis itu malah harus bisa menjaga sikapnya demi nama baik keluarganya. Di saat fokusnya melihat media sosial miliknya, tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu kamar. Detik kemudian gadis itu pun langsung membuka pintu dan melihat mamanya telah berdiri tepat di depan pintu. Melihat penampilan putrinya yang terlihat begitu cantik, membuat Hanum tersenyum senang. Dari dulu putri sulungnya memang tidak pernah membantah setiap apa yang dia katakan. “Ayo, Sayang! Kamu udah ditunggu,” ajak Hanum dengan senyum lembutnya. Tanpa menjawab perkataan dari mamanya, Caca hanya menganggukkan kepala dan melangkah keluar kamar. Kemudian ibu dan anak itu pun berjalan berdampingan menuju ke ruang tamu. Di mana adanya pertemuan kedua keluarga yang sedang berlangsung. Sesampainya di bawah, Caca tampak terlihat melangkah dengan anggun menuju ke ruang tamu. Semua mata langsung tertuju padanya dengan memberikan tatapan penuh kekaguman. Sekilas gadis itu melihat sosok lelaki tampan yang sedang memandangnya dengan tatapan tajamnya. “Kamu cantik sekali, Sayang,” ucap Dayu dengan bahagia yang melihat Caca berjalan mendekatinya dan mencium punggung tangan Katon dan Dayu secara bergantian. Gadis itu tampak cantik sekali, dengan mengenakan dress yang panjangnya di bawah lutut, membuat Caca terlihat semakin anggun. Warna burgundy yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang seputih porcelain membuat gadis itu tampak terlihat semakin bersinar. Dengan mengenakan makeup tipis natural, kecantikan seorang Brinda Osha Atmaja terlihat semakin terpancar. Andra seakan lupa caranya untuk berkedip. Bahkan, lelaki tampan itu terlihat hanya diam mematung sambil terus melihat ke arah calon istrinya. Tama, kakak Andra juga tak kalah terpesonanya ketika melihat kecantikan tuan putri dari keluarga Atmaja yang terlihat bersinar. “Kak Caca memang udah cantik, tapi malam ini dia seperti seorang bidadari,” ucap Arya di dalam hati. Sebagai seorang adik, tentu dirinya sangat bangga melihat kecantikan kakaknya yang terlihat memukau semua mata yang ada di dalam ruangan tersebut. Bahkan, teman-teman kuliahnya juga sering menggodanya setelah melihat kecantikan kakak perempuannya. “Sungguh nikmat Tuhan mana yang kau dustakan,” bisik Tama pada adiknya. Tampak Andra seperti baru tersadar dari lamunannya saat mendengar bisikan dari kakaknya yang memang selalu senang menjahilinya. Seketika ia pun langsung berdeham untuk menetralkan detak jantungnya yang tak karuan. Hanum kembali membimbing putrinya untuk berdiri di sebelah sofa yang sedang diduduki oleh suaminya. Tampak gadis cantik itu hanya menurut layaknya sebuah manekin. Setelah mengambil keputusan pada waktu itu, Caca memang sudah pasrah akan nasibnya. Ia sendiri tidak tahu apakah nantinya ia akan mendapatkan kebahagiaan ataukah tidak di dalam kehidupan pernikahannya. Detik berikutnya, tampak Andra segera berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya. Setelah lelaki itu berhadapan dengan Caca, ia pun segera mengeluarkan kotak kecil beludru berwarna navy. “Brinda Osha Atmaja, saya Affandra Bimantara Wijaya melamar kamu untuk menjadi istri saya satu-satunya dan ibu dari anak-anak saya,” ucap Andra dengan lancar dan tegas. Caca yang terlihat gugup tampak hanya diam mematung sambil menatap tepat ke dalam manik mata lelaki yang berdiri tepat di hadapannya. Tampak semua orang menunggu dengan penasaran. Wajah Satria dan Hanum tampak cemas. Keduanya khawatir jika putrinya akan berubah pikiran di saat yang tidak tepat. “Sayang, Nak Andra menunggu jawaban kamu,” ucap Hanum dengan lembut. Wanita paruh baya yang sejak tadi berada di dekat Caca, berbicara sambil sedikit meremas lengan atas putrinya. Apa yang dilakukan oleh Hanum, tak lain hanya ingin mengingatkan putrinya tentang pembicaraan mereka sebelumnya. Seakan baru saja tersadar dari lamunannya, gadis cantik pemilik mata indah itu pun langsung menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Entah kenapa tiba-tiba lidahnya terasa kelu hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan dari calon suaminya. Melihat jawaban yang diberikan oleh Caca, seketika membuat semuanya menghembuskan napas leganya. Bahkan, mata gadis itu juga melihat sebuah senyuman tipis yang menghiasi bibir Andra. Untuk sejenak, gadis itu pun tertegun dengan ketampanan seorang Affandra Bimantara Wijaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN