Menjemput Istri

1980 Kata
Caca ingat dengan jelas ketika baru pertama kali diboyong oleh Andra ke apartemen. Dokter cantik itu benar-benar tidak habis pikir dengan keputusan yang diambil oleh suaminya kala itu. Ingin protes, tentu ia tidak memiliki cukup nyali. Apalagi mengingat perusahaan papanya masih membutuhkan bantuan dari papa mertuanya, tentu semakin membuat Caca tidak berani mengambil sikap apa pun yang nantinya malah akan merugikan dirinya sendiri. Yang jelas saat ini, dirinya harus mampu bertahan dalam pernikahan di atas kertas ini, menurutnya. Ya … wanita cantik dengan segala kesempurnaannya itu menganggap pernikahannya hanyalah sebuah status belaka. Apalagi mengingat suaminya sendiri seakan tidak menerima kehadirannya sebagai seorang istri, membuat Caca harus bisa menempatkan posisi dirinya yang sesungguhnya. Meskipun hatinya terasa sedang ditusuk-tusuk, Caca tidak berani mengungkapkan kesedihannya. Ia harus bisa menahannya seorang diri agar perusahaan papanya masih tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya. Setelah sampai di dalam kamar, Caca mulai mengeluarkan semua pakaiannya yang ada di dalam koper untuk ia tata ke dalam lemari. Akhirnya wanita itu mengambil sisi positifnya dari keputusan Andra agar dirinya tidak semakin bersedih. Apalagi mengingat keduanya masih belum saling mengenal satu sama lain, pastinya nanti akan membuat keduanya merasa canggung, menurutnya. Jadi mungkin lebih baik jika mereka memang tidur di kamar yang terpisah. “Akhirnya selesai juga,” ucap Caca sambil merebahkan dirinya di atas ranjang. Untuk sejenak, wanita itu menatap langit-langit kamar. Ingatannya menerawang ke beberapa jam yang lalu. Di mana suaminya tampak seperti lelaki pada umumnya yang memperlakukan istrinya dengan sangat baik. Detik kemudian, tampak Caca mulai tertawa lirih. Wanita cantik itu tampak sedang menertawakan dirinya sendiri. “Akting kamu benar-benar sempurna, Mas,” lirih Caca. Akhirnya perempuan itu menemukan jawaban dari sikap suaminya yang menurutnya berubah-ubah. Semua yang dilakukan oleh Andra ternyata tak lain hanyalah sebuah akting belaka. Ingatannya, bahkan merekam dengan begitu jelas bagaimana perubahan sikap suaminya ketika sedang di hadapan keluarganya. Sikap yang jauh berbeda ketika mereka hanya berdua. Apalagi ditambah dengan perjanjian pernikahan yang diberikan padanya, semakin membuat Caca merasa seperti orang bodoh yang menganggap mereka berdua sama-sama menerima pernikahan ini, meskipun tidak dilandasi dengan rasa cinta. “Kamu bahkan nggak punya beban ketika melakukan semua kebohongan itu,” lanjut Caca kembali. Wanita itu benar-benar merasa heran pada suaminya yang dengan mudahnya merubah raut wajahnya. Mungkin jika Andra diikutsertakan ke dalam nominasi piala penghargaan untuk para aktor, kemungkinan besar lelaki itu akan dapat memenangkannya. “Baiklah, kalau seperti itu yang kamu mau,” ucap Caca pada dirinya sendiri. Akhirnya perempuan itu pun pasrah dengan nasib pernikahannya. Namun, yang pasti wanita itu akan tetap bertahan hingga suaminya bertemu dengan seseorang yang dia cintai dan akhirnya menceraikannya. Biarlah Andra yang mengajukan cerai padanya. Yang terpenting bukan dari pihaknya yang menggugat perceraian terlebih dahulu. Ia sudah bertekad akan bertahan hingga perusahaan papanya kembali stabil. *** Hari-hari pun berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir dua minggu sejak pembicaraan di antara keduanya ketika di ruang tengah, Andra tidak menampakkan batang hidungnya kembali. Namun, siapa sangka jika Andra tiba-tiba muncul di apartemen. Caca pun sempat terkejut dengan kedatangan suaminya yang menurutnya tiba-tiba. Meskipun dengan hati yang hancur karena permintaan Andra, Caca tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan sangat baik. Kini kurang lebih satu minggu Andra berada di apartemen, meskipun tiap hari selalu pulang larut malam. Selama itu pula keduanya seakan hidup di dunianya masing-masing. Memang sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati bersama jika keduanya tidak akan saling mengusik pribadi masing-masing. Sama seperti Andra, Caca merasa tidak terganggu sedikit pun dengan kehidupan barunya. Menurutnya, ia malah lebih nyaman hidup seperti ini. Di samping ia tidak harus berbasa-basi pada sang suami, ia juga bisa langsung beristirahat ketika pulang dinas dari rumah sakit. Ya … Caca pada akhirnya memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap dan permintaan suaminya. Ia harus bisa melindungi hatinya sendiri. Karena jika bukan dirinya sendiri yang melindungi lantas siapa lagi? Sedangkan semua juga tahu bagaimana sikap mamanya terhadap dirinya. Yang terpenting bagi Caca, dirinya telah berusaha menjadi istri yang baik untuk Andra. Jika sikapnya masih juga tidak diterima oleh suaminya, maka ia bisa apa selain pasrah. Hingga pada suatu saat, Dayu meminta Andra untuk mengajak Caca makan siang di kediaman Wijaya. Oleh karena itu, mau tak mau akhirnya lelaki itu pun harus menjemput istrinya di rumah sakit. “Sial! Gue nggak mungkin nungguin dia kayak orang bodoh sendirian di dalam mobil,” ucap Andra pada dirinya sendiri. Tiba-tiba terlintas nama sahabatnya yang bekerja di rumah sakit yang sama dengan Caca. Kemudian ia pun bergegas menelepon Erlan hanya sekedar untuk numpang menunggu istrinya di dalam ruangan sang sahabat. “Lan, lo ada di mana sekarang?” tanya Andra tanpa berbasa-basi ketika panggilannya telah mendapatkan jawaban dari seberang. “Hah … ya di rumah sakitlah, emangnya lo yang bisa atur waktu lo sendiri. Gue itu dokter yang waktunya nggak sebebas lo,” jawab Erlan dengan santainya. Mendengar ucapan dari sahabatnya, seketika membuat pria itu pun berdecak tidak suka. Jika bukan karena permintaan mamanya mana mau sekarang ia menjemput istrinya. “Ck … gue ke ruangan lo sekarang!” jawab Andra dengan santainya. Lelaki itu berkata sambil keluar dari mobil sport-nya. Dengan kemeja kerja yang sudah digulung hingga siku, membuat otot dilengan lelaki yang berpenampilan sempurna itu terlihat manly. “Gila, lo! Sekarang pasti lo udah ada di parkiran rumah sakit?” tanya Erlan dengan nada yang terdengar sudah tidak bersahabat. Sebagai sahabat, tentu Erlan sangat memahami kebiasaan Andra. Lelaki itu sudah bisa menebak jika sahabatnya sudah berkata demikian, berarti Andra telah berada dekat dengan dirinya. Tak sampai lima belas menit CEO muda itu pun telah duduk berhadapan dengan dokter tampan yang sekaligus juga menjadi sahabat baiknya. Tampak Erlan menatap ke arah Andra dengan tatapan yang seolah-olah sedang menuntut sebuah penjelasan. “Ngapain lo nemuin gue? Tumben banget lo harus rela jauh-jauh datang dari kantor lo?” tanya Andra lagi. Tahu dengan arti tatapan lekat yang ditujukan kepadanya, membuat Andra pun akhirnya membuka mulutnya. Lelaki itu akhirnya memberi tahu maksud kedatangannya ke rumah sakit. “Gue diminta Nyokap buat jemput Caca, salah satu dokter Neurologi di sini. Mungkin lo kenal sama dia,” ucap Andra dengan santai. Mendengar penuturan dari laki-laki yang duduk tepat di hadapannya membuat perasaan Erlan tiba-tiba tidak enak. Satu nama yang disebutkan oleh sahabatnya merupakan nama yang sama dengan nama yang masih bersemayam di dalam hatinya hingga kini. Berbeda dengan Andra, lelaki itu melihat sahabatnya tiba-tiba mengerutkan dahinya, membuat ia kembali membuka mulutnya untuk memberikan penjelasan. Memang selama ini tidak ada yang mengetahuinya jika dirinya telah menikah. Kala itu pekerjaan Caca yang melarang wanita itu untuk menikah, membuat semua sepakat untuk merahasiakan pernikahan tersebut. Karena masih berjalan di tahun pertama sebagai dokter, membuat dua keluarga memutuskan untuk menggelar penikahan secara tertutup yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat saja. “Nyokap pengen Caca jadi menantunya,” ucap Andra menjelaskan. CEO yang terkenal dingin dan arogan itu masih cukup waras untuk tidak membuka status pernikahannya dengan Caca. Meskipun perjanjian pernikahan telah disepakati mereka berdua, Andra masih memiliki hati untuk tidak membuat istrinya berada dalam masalah. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Andra, seketika membuat Erlan terkejut. Lelaki itu tidak tahu jika perempuan yang selama ini ingin ia raih kembali hatinya, ternyata juga diinginkan oleh sahabat baiknya. “Gi … gimana lo bisa kenal sama Caca?” tanya Erlan dengan terbata-bata. “Gue pribadi nggak kenal itu cewek, tapi keluarga gue yang maksa gue buat nikahin dia,” jawab Andra sambil memainkan ponselnya. Mendengar penuturan dari sahabatnya membuat Erlan seketika merasa lemas. Lelaki itu seakan tidak memiliki tenaga hanya untuk sekedar membuka mulutnya. Menurutnya, pupus sudah harapannya untuk mengejar cinta seorang Brinda Osha kembali. Apa tekadnya harus berakhir di sini? Kali ini Erlan tidak bisa berpikir dengan jernih. Di dalam benaknya hanya ada sebuah rasa kecemasan yang menyelimutinya. Ia harus berpikir dengan kepala dingin agar dapat menentukan langkah selanjutnya. “Udah waktunya jam istirahat, ruangan dia di mana?” tanya Andra sambil melirik jam yang melingkar di tangannya. Seakan baru saja tersadar dari lamunannya, membuat Erlan mau tidak mau harus menunjukkan di mana ruangan mantan kekasihnya berada. Ia tidak ingin membuat sahabatnya menaruh rasa curiga terhadap dirinya. Beberapa saat kemudian akhirnya Andra telah berada di dalam ruangan Caca. Lelaki itu sempat terpana dengan penampilan istrinya yang terlihat mempesona bagi dirinya. Tiba-tiba ada sedikit rasa tidak rela jika kecantikan istrinya dilihat oleh laki-laki lain. Dengan mengenakan midi dress berwarna navy penampilan Caca terlihat anggun dan elegan. Bahkan, dengan rambut hitam berkilau yang terurai panjang membuat kecantikan wanita itu semakin bersinar. Andra tampak menghampiri wanita itu yang sedari tadi tampak sibuk sedang merapikan mejanya. Tampak raut wajah kesal yang terlihat menyelimuti lelaki itu. Memang ia akui jika hatinya merasa kesal ketika melihat istrinya terlihat cantik dengan penampilan yang begitu elegan. Katakanlah lelaki itu egois, tapi ia sendiri tidak tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini. “Jadi, kamu di sini jadi dokter apa mau tebar pesona?” tanya Andra yang terdengar sedang menyindir istrinya sendiri. Ketika mengatakan itu, Andra tampak terus mengamati penampilan istrinya dari atas ke bawah dengan tatapan tidak bersahabatnya. Aroma lembut yang bercampur manis yang menguar dari tubuh wanita yang ada di hadapannya, seketika memanjakan indra penciuman lelaki itu. Lagi-lagi dirinya disuguhi aroma yang membuatnya nyaman. Caca yang mendapatkan sindiran dari suaminya hanya bisa memejamkan matanya. Bahkan, perempuan itu juga terlihat menghela napasnya dalam-dalam dan lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia berharap apa yang dia lakukan dapat meredam emosinya yang mulai terpancing. “Katanya nggak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing, dasar psikopat!” gerutu Caca di dalam hatinya. Tak ingin berlama-lama berada di dalam situasi yang canggung, akhirnya Andra mengajak Caca untuk segera pergi. Ia tidak ingin terlambat sampai di kediaman keluarga Wijaya, karena nanti jam tiga lelaki itu ada meeting penting dengan rekan bisnisnya. “Cepat masuk, Mama udah nungguin kita,” pinta Andra ketika sepasang suami istri itu sudah berada di dekat mobil. Wanita itu pun tampak mulai memasuki mobil dalam diam. Bahkan, selama perjalanan menuju kediaman keluarga Wijaya, Caca masih betah untuk diam tak bersuara. “Ingatlah! Nanti kamu harus bisa menjaga sikap di depan Mama,” pinta Andra tanpa menolehkan kepalanya. Lelaki itu berbicara sambil fokus mengemudi, sedangkan Caca yang mendengar perkataan suaminya seketika memalingkan wajahnya ke arah suaminya yang fokus mengemudi. Bahkan, wanita cantik pemilik mata almond itu juga terlihat mendengus. Hingga mobil terparkir sempurna di depan garasi rumah megah tiga lantai, Caca masih tetap diam. Perempuan itu memang tidak ingin membuka mulutnya hanya untuk sekedar menjawab ucapan suaminya yang tidak cukup sekali dia katakan. Ketika ia hendak melangkahkan kakinya menuju teras, tiba-tiba lengannya ditarik dari belakang oleh Andra. Lelaki itu seakan tidak puas jika tidak mendengar jawaban secara langsung dari istrinya sendiri. “Kamu denger ucapanku atau nggak?” tanya Andra dengan suara yang tertahan. Lelaki itu tidak ingin perdebatan dengan istrinya nanti akan didengar oleh orang lain dan akhirnya malah akan melaporkan dirinya pada sang mama. Namun, ia harus bisa memastikan agar istrinya tidak membuat ulah yang nantinya akan membuat mamanya bersedih karena mengetahui kebenaran rumah tangganya. “Anda jangan khawatir! Urusan saya dengan Anda bukan dengan keluarga Anda,” jawab Caca dengan tak kalah sinisnya sambil menepis tangan Andra yang mencengkeram lengannya. Bahkan, perempuan itu berbicara dengan suara yang penuh penekanan. Sejak dulu Caca memang tidak suka jika ada yang mengintimidasi dirinya. Maka dari itu ia harus membuka mulutnya untuk membuat suaminya itu terdiam. Bahkan, perempuan itu berkata sambil menatap tajam tepat ke dalam manik mata sang suami. Berbeda dengan Andra, lelaki itu tampak terkejut dengan perubahan sikap istrinya. Bahkan, kali ini wanita itu juga menggunakan bahasa formal padanya. Untuk sesaat lelaki itu pun tercengang dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Caca. Namun, ketika ia kembali tersadar, istrinya telah memasuki pintu utama. Detik kemudian, ia pun segera memanggil salah seorang pegawai yang bekerja di rumah orang tuanya untuk mengambil beberapa barang bawaannya. Tentu keduanya datang tidak dengan tangan kosong. Setelah selesai dengan urusannya, ia pun lantas bergegas menyusul Caca masuk ke dalam rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN