Ł
Setelah itu akhirnya Kharisma pun berusaha untuk merundingkan hal itu dengan Sera. Gadis itu sendiri berjanji akan memikirkan dengan baik dan penuh tanggung jawab semua yang ingin Kharisma ketahui. Kharisma tak perlu khawatir mengenai itu semua. Yang harus ia pikirkan sendiri sekarang adalah hanya bagaimana cara paling baik untuk pembuatan proposal guna pendirian klub dan bagaimana nanti cara saat harus berhadapan dengan Ben.
*
“Aku udah ngomongin semua hal itu sama Bu Citra. Beliau bilang katanya akan ada paling nggak sebuah ruang klub yang nggak digunakan lagi. Aku percaya kalau kita bisa saja pakai ruangan itu bagaimanapun situasinya. Tapi, yang harus kamu tau sekarang adalah bahwa itu akan jadi ruangan yang tidak terlalu besar. Tidak spacious. Itu kenapa jangan sampai membuat klub yang merepotkan atau membutuhkan lahan besar. Yang sederhana, simple, dan mudah aja,”pinta Kharisma. Gadis di hadapannya langsung manggut manggut tanda setuju
*.
Pergi ke tempat itulah mereka berdua.
Sera auto membelalakkan mata kala melihat lokasi ruangan yang kan jadi tempat penyelenggaraan klub mereka di denah sekolah. Ia langsung melihat ragu ke arah siswa di sampingnya. bertanya, “Memang kamu yakin apa mau ngajak Mercy bikin klub yang lokasinya ada di pinggiran sekolah dan tak terlacak jarak pandang begini? Lokasi ini cukup jauh lho dari gedung sekolah,” ucap siswi itu ragu berusaha melihat gedung sekolah mereka yang sudah tak lagi tampak di kejauhan. Sekolah mereka memang salah satu yang memiliki lahan paling besar di pulau reklamasi itu.
Kharisma menjawab, “We have no choice. Aku nggak berpikir kita bakalan punya pilihan lagi, Sera. Cuma space di daerah ini yang tersedia buat pendirian sebuah klub baru. Apa kamu udah mikir kira-kira kita mau buat klub apa?” ia bertanya.
Sera membalas, “Aah, habis dengar jawaban kamu kok yang ada aku malah jadi makin ragu, ya. Udah kepikiran beberapa jenis kegiatan sih. Tapi kalau tempatnya seperti lubang tikus begini sih aku bahkan sama sekali nggak yakin kalau si Mr. Super Duper Effective and Efisience yang sangat berlebihan itu bahkan mau datang. Pokoknya kamu buat dulu dia mau ke tempat ini. Nanti barulah bakal aku pikirkan lagi apa yang selanjutnya harus kita lakukan,” pinta gadis itu berusaha menenangkan diri. Ia percaya semua akan baik-baik saja. Ia juga percaya harus percaya pada abilitas diri sendiri dan tak boleh palingkan wajah dari tantangan yang sudah ada di depan mata.
“Terus soal anggota, apa kamu udah nemuin kiranya siapa lagi orang yang mau gabung ke klub kita nanti?” tanya anak remaja laki-laki itu serius menyangkut topik ini.
Sera membalas, “Kamu sendiri kira-kira kalau ditawari untuk masuk ke klub yang sama sekali tidak menjanjikan atau terlihat masa depannya kayak gini mau apa nggak?” tanya gadis itu balik.
Mendengar itu Kharisma langsung membuang muka tanda acuh. Dengan enteng menjawab, “Sudah pasti aku enggak bakal mau, sih. Buang-buang waktu dan tenaga saja.”
Sera langsung membatin saat mendengar jawaban ketua klubnya saja yang sangat tidak meyakinkan seperti itu, fiuuh. Ia berkata, “Aku masih berusaha. Berdoa saja di hari H nanti paling tidak sudah ada beberapa orang siswa kurang kerjaan yang bersedia gabung dengan klub ini,” balas siswi itu serius.
Ł
Mercy memang seorang anti sosial. Namun, dalam dirinya seperti ada dua diri yang menolak fakta itu. Fakta untuk menerima nasib dan kondisinya sendiri sebagai seorang anti sosial yang akan hidup menyendiri sampai mati. Dan fakta untuk menyadari bahwa hidup sebagai anti sosial bisa berbahaya untuk masa depan yang akan ia lewati. Namun, di satu sisi juga Mercy menikmati hidup yang meski harus ia jalani sebagai seorang penyendiri, namun di saat sama pun ia begitu menikmati. Di sisi lain, sebenarnya ia tidak ingin jadi seorang penyendiri menyedihkan. Yang ia inginkan hanya jadi seorang anak normal yang biasa saja. Tidak usah berlebihan walau di sisi apa pun. Ia tak merasa akan butuhkan semua itu juga, kok.
Di sisi lain ia pun sangat bahagia dan mengapresiasi sikap wali kelasnya yang begitu memikirkan hidup dan masa depan serta kebaikannya. Sampai rela buat anak normal seoerti ketua kelasnya (dan temannya) untuk lakukan ini semua. Tapi ia juga tentu saja masih sangat ragu, apakah memang kehidupan sosial yang normal akan bisa menerima dirinya? Apakah usaha Kharisma untuk bantu dia keluar dari semua jurang kegelapan ini akan berbuah bahagia?
Ah, ya sudahlah, mari kita lihat saja nanti. Apa yang kiranya akan terjadi.
*
Mercy terperangah kala melihat sebuah bangunan berlantai dua di hadapannya. Bangunannya memang tidak begitu besar. Bentuknya hanya seperti balok bantet yang diberi atap. Cat di bagian luarnya tampak mulai mengelupas menunjukkan betapa telah terlupakannya bangunan itu. Warna dasar putih telah berubah jadi kusam yang muram dan buat suasana hanya terasa makin kelam. Tidak lupa di sekelilingnya menjulang beberapa pohon hutan lindung mini milik sekolah.
Kharisma membiarkan Mercy menikmati pandangannya akan ruang klub mereka. Saat pertama dia juga sempat terperangah untuk beberapa lama kala menyadari wujud bangunan di depannya. Pemandangan bangunan itu sendiri memang sangat bertolak belakang dengan segala macam fasilitas lain di Apocalypse High School yang hampir semua terkesan sangat mewah juga terawat dengan baik. Bu Citra sendiri bilang bangunan itu terakhir digunakan kalau tidak salah sekitar lima tahun lalu.
Mereka berdua langkahkan kaki guna masuki bangunan. Kharisma beri informasi jika lantai satu untuk ke depannya nanti akan miliki fungsi sebagai gudang karena memang sepertinya berfungsi begitu sejak awal. Desain bagian dalamnya buat lantai satu memang kurang cocok jika harus difungsikan sebagai tempat berkegiatan. Itulah kenapa ruang klub mereka yang sebenarnya nanti akan ada di lantai dua yang lebih terang dan terasa lebih hidup karena mendapat lebih banyak menerima kucuran sinar cahaya matahari.
Ruangan di lantai dua tampak jauh lebih terawat timbang lantai satu yang sudahlah gelap, penuh debu, listrinya mati, banyak barang posisinya tidak beraturan pula. Sera dan Kharisma memang sudah berusaha membersihkan di kunjungan pertama mereka. Tapi, ya tetap saja tenaga hanya dua orang memangnya bisa diharapkan apa, sih?
“Satu anggota lagi yang katanya akan kamu bawa ada di mana?” tanya Kharisma melihat Sera yang sedang menunggu seorang diri di balik sebuah meja.
Siswi itu menjawab, “Tenang saja, dia hanya sedang pergi ke kamar mandi. Lebih baik kalian duduk aja dulu mengistirahatkan kaki. Pasti cukup capek kan kalau harus jalan kaki ke tempat ini dari sekolah,” persilahkan gadis itu cukup ramah.
Mereka berdua pun berusaha untuk duduk saja dengan lebih santai. Yang resah hanya Mercy karena dia memang sedang memikirkan pekerjaan. Namun, di balik itu semua harus ia akui bahwa ia merasa cukup atau bahkan sangat terharu karena ada dua orang yang bersedia bantu dirinya yang ia pikir tak punya value dalam kehidupan dunia ini atasi penyakit anti sosial parah yang ia derita.
Walau ia tak atau juga, entah nanti akan ada gunanya atau tidak.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dari dalam. Feng terlihat keluar sambil beberapa kali meneteskan cairan antiseptik di tangannya untuk membersihkan dari kuman-kuman tak diinginkan.
“Feng,” takjub Kharisma memanggil anak remaja yang tak ia sangka akan berada di sana saat itu semangat, “jadi kamu bersedia untuk masuk ke dalam klub ini, ya? Terus sama kegiatan kamu yang sangat banyak di komite perpustakaan itu gimana?” tanya Kharisma lagi mengonfirmasi. Pasalnya ia tak sudi jika memang harus sampai mendapat masalah gara-gara klub yang baru ia dirikan memiliki anggota dari komite yang cukup penting dan prestisius seperti itu.
“Jangan khawatir, Kharisma. Kamu berhak merasa tenang saja karena aku ini orangnya multitasking kok,” jawab Feng dengan aura kesombongan menguar pekat dari dalam dirinya, tapi ya biasa saja karena ia memang terlihat seperti orang yang bisa lakukan banyak hal di waktu persamaan.
“Oke... multitasking. Tapi kenapa kamu bisa, maksudnya mau masuk ke klub ini? Apa yang kamu lakukan sama Feng, Sera?” tanya Kharisma ke gadis bertampang sok polos itu bingung, tepatnya penasaran.
Sera menjawab, "Jadi, begini ceritanya..."
Ł
Suatu hari tepatnya beberapa hari lalu, saat masuk jam istirahat kedua sekolah tak Sera gunakan untuk bersantai melepas lelah seperti teman-temannya yang lain seperti hari-hari biasa yang telah lalu. Saat itu ia sendiri sudah cukup pusing untuk memikirkan bagaimana cara paling baik guna dapatkan seorang lagi siswa yang kiranya bersedia jadi anggota untuk klub apalah apalah yang akan Kharisma dirikan. Semua orang yang ia kenal di sekolah sepertinya sudah ia tawari. Dan jawaban yang mereka beri rata-rata seragam yaitu seratus persen menolak. Tiga puluh lima persen karena ragu dengan kredibilitas klub yang tak jelas dan tak ada prestasi apa punnya itu. Sementara sisa yang lain sendiri mereka mengaku sudah memiliki kegiatan lain yang harus dilakukan dan tak bisa menambah kegiatan apa pun lagi.
Tiba-tiba ia ingat pada cerita Kharisma tentang bagaimana Feng beri dia informasi yang cukup bagus terkait Mercy. Berbekal pengetahuan itu maka melesatlah ia ke gedung perpustakaan.
*
“Kira-kira siapa lagi ya yang mau gabung ke klub buatan Kharisma?” curhat Sera pada Feng yang memang kebetulan waktu itu terlihat sedang tidak ada kerjaan.
“Udah kamu tanyain sama para temen sekelas kamu?” tanya Feng acuh tak acuh.
“Udah. Tapi mereka tuh kebanyakan anggota komite. Kamu punya saran apa tidak? Siapa sih yang deket sama Mercy? Masa satu orang pun nggak ada," tanya Sera nyaris saja putus asa. Lelah sungguh dirasa jiwa.
“Ada kok, ada," jawab Feng enteng.
Kedua mata Sera auto berbinar kala mendengarnya. “Siapakah itu gerangan?!” ia bertanya semangat.
“Bu Endri, pustakawati perpustakaan ini. Dia sering ngobrol sama Mercy. Keliatannya mereka deket banget. Soalnya, percaya atau enggak…” beritahu Feng enteng.
Seketika sekujur tubuh siswi itu jadi terasa cukup tegang.
“...aku pernah denger Mercy ketawa ngakak waktu ngobrol sama dia, lho,” lanjut Feng ceritakan pengalamannya.
Sera auto membatin, what?!
“Mungkin mereka memang cukup deket. Tapi aku nggak mungkin ajak seorang pustakawati sekolah kita sendiri buat jadi anggota klub yang didirikan oleh siswa, ‘kan?” tanya Sera serius.
Feng menjawab, “Yaah, selain itu aku nggak punya rekomendasi yang lain lagi. Kamu sendiri tau anggota komite perpustakaan itu kayak hidup dalam penjara yang hanya penuh dengan para buku.”
“Umm, gimana kalau sama kamu sendiri, Feng? Kamu kan setau aku lumayan deket juga yah sama Mercy dan Kharisma," tanya Sera kepo. Berharap pertanyaannya akan menggiring ke sesuatu yang miliki akhir baik untuk mereka semua.
Anak remaja laki-laki itu langsung menjawab, “Maaf sekali ya tapi, aku ini sangat sibuk dengan berbagai macam pekerjaan di komite perpustakaan. Tugas kami itu mulai dari tugas baca, membuat risalah, rapat, semua itu menumpuk banget dan gak bisa diganggu gugat, lho. Tidak ada dispensasinya sama sekali. Aku nggak mau gabung ke klub lain dan hanya menambah beban hidup apa pun itu," jawab Feng kukuh pada pendirian.
“Ayolah, Feng. Cuma kamu yang bisa aku andalkan," pohon Sera dengan tatapan penuh memohon iba.
“Coba kamu liat itu, deh!” perintah Feng seraya menunjuk dan menatap ke arah tumpukan delapan buah buku yang cukup tebal. “Itu tugas baca yang harus aku selesaikan paling lambat bulan ini paling cepat minggu ini. Dan apa kammu tau kalau aku baru saja selesai baca dua buku? Aku ini siswa yang sangat sibuk, ya,” beritahu Feng.
“Aku punya ide. Kamu kan bisa minta Mercy untuk bantu baca. Dia tinggal bikin risalahnya buat kamu,” saran Sera.
Feng langsung menjawab, “Nggak. Aku nggak boleh lari dari tanggung jawab. Mercy itu walau sangat lengket dengan tempat ini kan tapi bukan seorang anggota komite. Aku tidak boleh bersikap tak bertanggung jawab begitu,” kukuh dan yakinnya.
“Kamu tuh memang punya tanggung jawab tapi ternyata cukup ribet juga ya," komentar sekaligus ledek Sera menatap anak laki-laki itu dengan tatapan julid.
Ayo, putar otak, Sera! Paksa gadis itu pada dirinya sendiri.
“Klub yang bakal kami dirikan ini bisa menyelesaikan semua masalah kamu. Aku yakin akan hal itu," ucap Sera.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” tanya Feng.
Sera menjawab, “Karena ini adalah klub…”
Ł
“Klub penyelesaian!” teriak Sera girang. Yang ia maksud dengan nlub penyelesaian adalah klub yang memiliki orientasi kegiatan
untuk menyelesaikan masalah para anggotanya. Di antaranya masalah Mercy, dia memang bermasalah. Masalahnya sendiri. Masalah Feng dengan tumpukan bukunya. Masalah Kharisma. Dan inilah klub yang sangat cocok berdiri di bawah komite psikologi cinta dan perasaan pelajar. Sera sendiri sudah merundingkan hal itu dengan Ben. Ia sangat setuju klub unik itu berdiri di bawah komite yang ia pimpin.
Kharisma langsung buang muka. Ia jadi merasa sangat bodoh karena harus berhubungan dengan semua hal tidak jelas ini.
“Tapi apa yang mau kita lakukan sekarang?” tanya Feng.
“Masalah itu akan kita mulai di pertemuan selanjutnya,” jawab Sera mantap.