Keringat dingin membasahi kening Kalya. Setengah jam setelah Nevan meninggalkan rumah, perutnya kembali mulas seperti yang dirasakannya semalam. Bedanya, yang kali ini sakitnya lebih kuat. Pelan-pelan, kedua tungkainya terangkat berat menuju sofa. Ponselnya terpasang di telinga—menghubungi Nevan yang sekarang entah berada di mana. "Halo, kenapa? Ini aku lagi di rumah mama." Tangan kiri Kalya tertahan di pinggang. Kram itu membuat Kalya kesusahan berbicara. Deru napas lolos dari mulutnya. "Kal? Kenapa nelepon?" "Sakit ..." "Ka—kamu udah mau—" Terdengar grasah-grusuh dari balik telepon. Kalya memejamkan mata. "Kak, sakit banget ..." cicitnya tak berdaya, Kalya mengabaikan suara Nevan. "Tunggu aku!" Di tempat lain, Nevan tergesa-gesa keluar dari rumah orang tuanya. Panggilan mamany