"Maaf kamu tidak diterima Nona jelek!" ejek Ryan sekali lagi dan itu berhasil membuat pipi Rachel mengembung lantaran kesal dengan tingkah sepupunya.
"Jadi aku harus apa biar maafku diterima Tuan paling sempurna?"
"Besok, ikuti semua perintahku sebelum kamu kembali ke perusahaan." Ryan mengedipkan matanya menggoda.
Pria bermata coklat itu memilih duduk di sofa singgle sambil bertumpu kaki, memindai penampilan Rachel dari atas sampai bawah. Sesekali dia berdecak kesal melihat tubuh yang dulunya seksi dan putih layaknya kapas sedikit berubah warna. Septian benar-benar telah menjadikan sepupunya b***k tanpa bayaran.
"Jangan menatapku seperti itu! Sangat tidak sopan!"
"Hm baiklah!" Ryan melirik samping kiri dan kanan untuk memastikan rumah yang telah lama ditinggal oleh pemiliknya terawat dengan baik.
Pria itu kembali beranjak meski belum lama duduk. "Istirahatlah! Aku akan menjemputmu besok. Aku akan mengembalikan setiap hal yang hilang darimu selama dua tahun ini, kecuali kegadisan," sindir Ryan diiringi tawa.
Rachel merengut mendengar candaan sepupunya. Alih-alih mengantar Ryan pergi dia memilih untuk menuju kamar demi mengistirahatkan diri. Malam telah larut, dia harus bergegas untuk tidur agar segara di pagi hari.
Wanita cantik itu merebahkan tubuhnya di ranjang lumayan besar dan tentu saja lebih empuk dari ranjang di rumah Septian. Jika dipikir-pikir, Rachel memang bodoh karena lebih memilih Septian dan meninggalkan segala kemewahan yang sejak dulu menemaninya.
Mata cantik dengan bulu mata melentik itu perlahan-lahan mulai terpejam. Namun, belum tertutup sempurna, suara deringan ponsel berhasil mengambil kesadaran Rachel. Dia berdecak tidak suka melihat panggilan dari Septian, pria b******k yang telah menyia-nyiakan kesempatan juga cinta yang dia berikan.
Alih-alih menjawab panggilan tersebut, Rachel malah menekan ikon hijau, lalu memilih tanda titik tiga yang akan mengarahkannya ke beberapa pilihan. Tanpa ragu, Rachel menekan tulisan berwarna merah.
"Sorry Septian, tapi Ryan benar, kamu adalah luka yang tidak seharusnya aku pelihara terlalu lama," gumam Rachel usai memblokir kontak Septian.
***
Matahari kembali menyapa setelah tenggelam dan menciptakan warna yang sangat cantik saat akan berganti dengan bulan. Cahaya itu mulai memasuki setiap ventilasi udara setiap celah ruangan, tetapi cahaya tersebut tidak mampu menembus kamar pemilik seorang wanita yang masih terlelap dalam tidurnya lantaran gorden tebal masih menutupi jendela-jendela juga pintu balkon kamarnya.
Ini pertama kalinya selama dua tahun, Rachel bisa menikmati tidur hingga matahari tinggi tanpa harus memikirkan semua beban di pundaknya. Entah melayani suami dan juga mertua tidak tahu diri.
"Nona jelek, apa kamu masih tidur?"
Gedoran pintu terus saja terdengar membuat tidur nyenyak Rachel harus terganggu. Wanita itu membuka matanya secara perlahan dan menatap knop pintu yang terus bergerak, menandakan ada seseorang yang berusaha membukanya dari luar.
"Rachel!"
"Tunggu sebentar!" sahut Rachel sambil berjalan menuju pintu. Wanita itu membuka daun pintu dengan wajah bantalnya, tetapi masih terlihat cantik di mata orang lain, tetapi tidak dengan Ryan.
"Pantas saja Septian selingkuh, lihatlah wajahmu! Kamu seperti kuntilanak kesiangan!"
"Ryan!"
Ryan terkekeh melihat kekesalan Rachel.
"Mandi dulu sana! Jangan lama-lama. Kita harus bergegas untuk mengurus semuanya, terutama jabatanmu. Kamu sudah cukup umur untuk mengambil alih semuanya."
"Hm."
Rachel kembali menutup pintu dan segera menuju kamar mandi. Perempuan itu tersenyum saat melihat jam dinding yang menunjukkan di atas angka sepuluh.
"Sudah lama sekali aku tidak merasa senyaman ini. Aku bahkan melewatkan kewajibanku subuh tadi." Rachel terlihat menyesal. Seharusnya pagi tadi dia bangun dulu baru kemudian kembali tidur.
Ryan berjalan-jalan di rumah besar itu sambil menunggu sepupu sekaligus atasannya selesai bersiap-siap. Hari ini Ryan akan menjadi sopir pribadi Rachel. Dia akan mengantarkan wanita itu ke klinik kecantikan. Setelah itu baru ke salon langganannya dulu.
Rachel harus dipermak biar kecantikannya kembali bersinar. Ryan sebenarnya merasa kesal dengan suaminya Rachel. Ryan berjanji dalam hati kalau suatu saat, dia pasti akan membalas perbuatan Septian yang sudah menyia-nyiakan Rachel.
Setelah satu jam lamanya Ryan menunggu di pinggir kolam renang, barulah Rachel datang dengan senyuman tanpa dosa. Tidak heran jika Rachel bersikap demikian, lantaran itu memang sikap aslinya. Di rumah Septian dia hanya berusaha bersikap baik dan bersabar karena menghormati wanita dari pria yang dicintainya.
"Ryan, setelah memikirkan semuanya, sepertinya aku belum siap menjadi presdir, bagaimana jika aku menjadi asistenmu lebih dulu? Ayolah! Aku tidak ingin bertemu orang yang salah. Kamu tahu sendiri bukan kalau aku mudah luluh?" kata Rachel setelah mereka berada di dalam mobil yang sama.
Ryan tampak terdiam, pria itu tengah fokus menyetir. Agaknya keinginan Rachel tidak bisa dia iyakan dengan cepat. Ryan lelah jika terus berpura-pura menjadi presdir di perusahaan ternama, padahal semua itu milik Rachel, bukan miliknya.
"Hanya satu atau dua bulan, aku akan mempelajari semuanya dari awal dengan berada di sampingmu. Aku akan bertanggung jawab layaknya presdir, tetapi jangan umumkan jabatanku lebih dulu, jadikan aku asistenmu saja." Rachel tidak henti-hentinya membujuk tetapi belum juga mendapatkan persetujuan apa pun dari sepupunya.
Bahkan ketika mobil berhenti di depan klinik kecantikan Ryan tidak kunjung bicara.
"Ryan kamu mendengarku, 'kan?"
"Hm."
"Iya atau tidak?" tanya Rachel lagi.
"Akan aku pikirkan. Sekarang masuklah dan sulap dirimu agar menjadi cantik lagi! Mataku hampir rusak melihat kulitmu yang tidak sehat itu," omel Ryan, tetapi omelannya selalu mengandung perhatian pada adik sepupunya tersebut.
Rachel menghela napas panjang, dia mengikuti perintah Ryan. Berjalan memasuki klinik kecantikan tanpa harus mendaftar lagi lantaran semuanya telah diurus oleh Ryan. Beruntung bukan dia mempunyai sepupu yang sangat terampil? Entah perempuan beruntung mana yang akan mendapatkan kakaknya itu.
***
Jika Rachel sedang mempersiapkan dirinya untuk menjadi presdir di sebuah perusahaan ternama, maka berbeda dengan Septian yang tampak kehilangan dan merasa sepi karena kepergian perempuan yang dia cintai karena kebodohannya.
Ini hari pertamanya ditinggal oleh Rachel, dan selama itu pula rumah tampak tidak baik-baik saja. Tidak ada sarapan sehat di atas meja yang Septian temui di meja makan. Setelan kerja yang biasanya akan tertata rapi di tempat tidur saat pagi hari pun sudah tidak dia dapati. Semuanya benar-benar kacau.
"Semuanya benar-benar kacau tanpa kehadiran Rachel di rumah ini," keluh Septian membuat Reni dan Dita yang sedang menikmati sepotong roti juga s**u menoleh ke arahnya.
"Kenapa kamu masih memikirkannya? Dia akan kembali setelah tidak tahan menjadi gelandangan di luar sana," sahut Reni. "Lebih baik kamu sarapan dan berangkat bekerja," lanjutnya lagi tanpa memedulikan raut wajah Septian yang terlihat kesal.
"Mama lupa? Aku biasa sarapan dengan makanan berat, bukan hanya sepotong roti!" Mendengar ucapan sang mama, Septian meradang.
"Septian, jaga sikap pada mama kamu, jangan karena wanita itu kamu menyakiti perasaan Bu Reni." Dita angkat bicara, bukan benar-benar membela Reni, hanya saja mencari dukungan agar wanita bau tanah itu benar-benar menjauhkan Rachel dari Septian.
"Sudahlah! Kalian tidak akan mengerti!"
Septian berlalu dari meja makan tanpa menyentuh apa pun, bahkan air putih tidak dia teguk saking kesalnya. Langkah Septian berhenti di ambang pintu ketika seseorang memeluknya dari belakang.
"Kenapa kamu uring-uringan hanya karena kepergian Mbak Rachel, Mas? Bukankah itu bagus untuk hubungan kita? Kita bisa bebas melakukan apa saja tanpa takut ketahuan olehnya."