INGIN MEMILIKI SEUTUHNYA

1060 Kata
Dengan malu-malu, Maurel pun menggamit tangan Zavian. Zavian yang tampan dan Maurel yang cantik menjadikan mereka sangat serasi. Sesampainya di kafe, Zavian sudah memesan hidangan yang sangat istimewa. Semua itu dia lakukan agar Maurel tak lagi memikirkan masalahnya dan memulai hidup yang baru. Hidup tidak hanya untuk memikirkan orang yang telah menyakitinya, melainkan untuk bertahan hidup dari berbagai masalah yang menjerat dalam keseharian. Di bawah temaram lampu, Maurel terlihat begitu memesona. Zavian tak bisa berhenti memandangnya. Menatap Maurel, membuat dia terus tersenyum. Ada rasa bahagia bisa melihat wanita di depannya itu bahagia. Hatinya merasa damai dan bangga. Menyadari Zavian terus menatapnya, Maurel menjadi malu dan salah tingkah. Dia menunduk menahan rasa gugup dan gelisah yang tidak menentu. “Kamu cantik banget. Jauh lebih cantik dari kemarin. Pasti dia akan menyesal sudah menyia-nyiakan kamu,” puji Zavian. Hati Maurel berbunga-bunga dipuji seperti itu oleh Zavian. Dia senang sekali sampai tidak bisa mengendalikan diri. Untungnya Maurel masih menunduk, kalau tidak, pasti Zavian sudah melihat pipinya yang merah seperti udang rebus. “Kamu terlalu berlebihan,” jawab Maurel tanpa berani menatap Zavian. Dia gugup dan tidak sanggup menatap Zavian yang begitu memikat hatinya. Zavian pun memegang tangan Maurel. Dia ingin memberitahu pada Maurel kalau dia tidak bohong, “Aku nggak bohong, Maurel. Kamu cantik banget. Jangan pernah lagi kamu coba bunuh diri demi laki-laki itu. Masih banyak laki-laki yang mau sama kamu.” Zavian meyakinkan Maurel kalau dia pantas untuk orang yang jauh lebih baik dari tunangannya. “Apa kamu juga termasuk laki-laki itu?” tuturnya tanpa sadar. Antara iseng dan juga penasaran, Maurel pun ingin tahu jawaban Zavian. Zavian dilema untuk menjawab hal itu. Entahlah, dia pun tidak tahu apa yang dia rasa. “Tentu saja.” Akhirnya dia pun menjawab seperti itu agar Maurel tak lagi sedih dan berpikir untuk bunuh diri lagi. Makan malam pun berlangsung begitu hangat dan romantis. Walaupun mereka bukan pasangan kekasih, Zavian selalu memperlakukan Maurel dengan istimewa. *** Zavian tidak sengaja bertemu Maurel ketika dia mau berangkat ke hotel. “Maurel. Kebetulan banget kita ketemu. Kamu mau ke mana?” sapa Zavian sambil melangkah di samping Maurel. Lift tertutup dan mereka berdua pun mengobrol sambil menunggu lift turun. “Aku mau kerja. Kamu sendiri mau ke mana?” jawab Maurel. “Sama. Aku juga mau kerja. Gimana kalau aku anterin aja? Aku bosen kalau harus naik mobil sendirian,” ajak Zavian. Maurel pun mengangguk dan mereka pun berangkat bersama. Sepanjang perjalanan mereka asyik ngobrol hingga tak terasa Maurel pun sudah sampai di sebuah bank tempat dia bekerja. “Aku berangkat dulu, ya. Terima kasih atas tumpangannya,” ucap Maurel dengan senyum yang sangat manis. “Sama-sama. Kalau pulang, telpon aja aku. Aku siap menjemputmu.” Zavian merasa nyaman bersama Maurel. Ngobrol dengannya nyambung sekali dan dia pun tidak merasa bosan walaupun beberapa hari ini mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Maurel masuk ke bank dan disambut satpam dengan riang. “Saya senang bisa lihat Mbak Maurel ceria lagi. Pasti karena habis diantar sama pacar baru, ya, Mbak?” goda satpam itu dengan bahagia. Pipi Maurel langsung memerah, padahal dia bukanlah pacar Maurel, tapi dia senang dikatakan seperti itu. “Bukan, Pak. Dia cuma teman, bukan pacar,” tepis Maurel malu. “Dari temen, jadi demen. Mungkin sekarang temen, tapi nanti bisa jadi demen, Mbak. Lagian kalian cocok, kok, Mba. Cantik sama ganteng,” puji satpam itu. “Bapak bisa aja,” jawab Maurel malu tapi senang. “Kalau gitu, saya permisi masuk dulu, ya, Pak.” Hati Maurel semakin bahagia saat satpam itu mengatakan kalau mereka cocok. Dia malu membayangkan wajah Zavian, tapi dia juga bahagia saat dia bisa bersama Zavian terus. Sepanjang hari, dia terus tersenyum. Bahkan saat ada konsumen yang komplen pun, dia bisa menanganinya dengan sangat tenang dan sabar. Padahal, biasanya dia akan langsung melemparkan pada temannya yang jauh lebih sabar dan bijak. Teman-temannya pun bingung serta senang melihat perubahan pada Maurel. “Kayaknya ada yang udah move on, nih. Aku seneng, deh, lihat kamu ceria lagi. Aku seneng lihat kamu kayak gini. Semangat, ya, Maurel. Nggak usah mikirin cowok b******k kaya dia. Buang aja dia ke aut dan jangan diambil lagi.” Salah satu temannya memberi reaksi positif. ‘Semua ini karena Zavian. Dia yang udah bikin aku sadar kalau hidup itu sangat berharga jika hanya digunakan untuk meratapi masa lalu. Makasih, Zavian. Kamu udah rubah aku jadi lebih baik,’ puji Maurel dalam hati. Semakin hari, Maurel dan Zavian semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Sekedar makan camilan atau ngobrol tidak penting. Tak terasa sudah enam hari mereka saling mengenal. Hari ini Zavian harus berangkat lebih pagi karena ada masalah di hotel. Maurel pun harus berangkat kerja sendirian. “Pak. Ada yang komplen,” ucap seorang perempuan pada Zavian. Zavian pun langsung menemui pengunjung yang komplen itu. Dia sangat kaget saat melihat perempuan itu. “Maurel,” pekik Zavian bingung. “Saya bukan Maurel, Pak. Saya Nina,” sungut perempuan itu. Entah kenapa wajah Maurel yang terlihat di mata Zavian. Zavian pun bingung. Dia pun memperhatikan wajah perempuan itu lagi dan setelah diperhatikan, dia bukan Maurel. Wajah mereka jauh berbeda dan lebih cantik Maurel ke mana-mana. “Oh, iya. Maaf. Saya salah. Apapun komplenan Anda, silahkan tulis di sini dan sebagai permintaan maaf dari kami, Anda tidak perlu membayar biaya penginapan selama Anda berada di sini. Kami pun akan memberikan makan pagi, makan siang dan makan malam gratis selama Anda berada di sini,” ucap Zavian. “Nah, gitu, dong. Dah lah. Nggak perlu nulis-nulis segala. Yang penting gratis, ya, selama saya nginep di sini,” berangnya lagi merasa puas. Dia pun menoleh pada resepsionis. “Denger, tuh. Catat, gratis sampai saya bosan!” Pengunjung itu pun pergi dengan penuh kemenangan. Resepsionis itu lalu memberitahu Zavian. “Pak. Sebenarnya kita tidak salah. Itu semua cuma alasan dia aja biar dapat memeras kita,” jelas seorang perempuan yang tahu persis kejadian aslinya. “Udah, tidak apa-apa. Lain kali kalau ada yang komplen, beritahu saya lewat pesan saja lalu berikan gratis menginap sama gratis makan tiga kali sehari pada mereka. Saya lagi pusing dan tolong jangan ganggu saya dulu.” Zavian pun kembali ke ruangannya. Dia merasa heran pada dirinya sendiri. Sejak membuka mata, dia selalu melihat wajah Maurel ada di mana-mana. “Aku kenapa, sih? Dari kemarin aku selalu kepikiran sama Maurel terus? Sampai-sampai wajah dia ada di mana-mana,” gerutu Zavian kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN