Pukul 6 pagi, Maulia tiba di apartemen yang berada di kawasan elite Surabaya. Kini ia sudah berada di dalam lift yang akan mengantarkannya ke lantai 25, yaitu lantai tertinggi di apartemen tersebut karena Julian membeli griya tawang untuk tempat tinggalnya selama di Surabaya.
Gugup, tentu saja Maulia merasakan hal itu. Ia masih tak menyangka akan mendadak menjadi sekretaris Julian yang tugasnya di luar nalar. Ya, setelah keluar dari ruangan presdir kemarin, Kevin yang merupakan asisten pribadi Julian menjelaskan tugas-tugas Maulia dan memberikan catatan agar bisa dihafal oleh wanita itu.
Tugas pertama yang harus Maulia lakukan setiap pagi sebelum ke kantor adalah datang ke apartemen Julian dan menyiapkan pakaian kerja juga membuatkannya sarapan pagi. Seperti yang akan dilakukannya saat ini, Maulia sudah tiba di depan pintu besar dan tengah menekan bel. Tak lama kemudian pintu apartemen dibuka oleh Julian yang masih mengenakan piyama tidur.
"Selamat pagi, Pak Julian." Maulia langsung menyapa dan mengukir senyuman. Namun, sapaannya hanya dibalas dengan anggukan oleh pria yang disapanya.
"Masuk!" Julian memberikan perintah yang langsung dilaksakan oleh Maulia. Kemudian ia langsung menunjukkan letak walk in closet, dapur, ruang makan, dan ruang tamu yang perlu diketahui oleh sekretarisnya itu.
Maulia dengan cepat memahami apa yang disampaikan secara disingkat oleh bosnya itu. Ketika Julian masuk ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap berangkat kerja, Maulia bergegas pergi ke dapur dan membuatkan sarapan dan teh hangat untuk pria itu. Maulia membuka catatan yang diberi oleh Kevin kemarin yang berisi menu sarapan Julian yang setiap harinya berbeda-beda. Ia melakukannya dengan cepat karena harus melakukan tugas lain.
Perlu waktu 45 menit berada di dapur hingga hidangannya selesai dan disajikan di atas meja makan. Lalu Maulia masuk ke walk in closet untuk menyiapkan setelan kerja Julian lengkap dengan dasi, jam tangan, dan sepatu. Semuanya ditentukan oleh Maulia yang diminta untuk memilih yang cocok dan senada.
"Semoga pilihanku ini benar dan cocok buat dia." Maulia bergumam dan berharap dalam hati. Karena terlalu fokus dan canggung di hari pertamanya bekerja, wanita itu sampai tidak menyadari kemewahan dari tiap-tiap ruangan yang ada di apartemen ini.
Setelah menyelesaikan tugasnya di walk in closet, Maulia kemudian pergi ke ruang tamu dan duduk sejenak di sana sambil menunggu Julian selesai berpakaian. Ia harus mengecek ulang jadwal-jadwal Julian hari ini sampai satu minggu ke depan dan ia harus memberitahukan sang atasan mengenai jadwal setiap harinya yang super padat.
Beruntung Kevin bersedia membantu Maulia menyusun jadwal Julian hingga akhirnya wanita itu baru keluar dari kantor pukul 11 malam dan sampai di rumah pukul 12 malam. Lalu ia harus bangun pukul 4 subuh untuk menyiapkan keperluan seseorang sebelum akhirnya pergi ke apartemen Julian pukul 5 lewat 15 menit dan tiba di apartemen pukul 6 pagi. Walau Maulia tahu hari-harinya akan sibuk, tetapi ia harus tetap menjalani pekerjaannya.
"Lia, kenapa di meja makan hanya ada satu porsi makanan?" Pertanyaan Julian yang entah sejak kapan keluar dari kamar seketika menyadarkan Maulia yang sempat termenung dengan layar tablet yang menyala.
"Eh iya, Pak. Seharusnya saya siapin berapa porsi ya, Pak? Soalnya kata Pak Kevin semalam, porsi makan Bapak nggak banyak kok." Maulia langsung bertanya setelah bangkit dari duduknya dan kini berdiri di hadapan Julian.
"Semalam? Kamu ngobrol sama Kevin sampai jam berapa?" Julian bertanya dengan sebelah alis yang terangkat.
"Sampai jam 11 malam. Nggak ngobrol sih, Pak, saya minta Pak Kevin untuk ngajarin saya sekalian bantu cara bikin jadwal Bapak, dan tanya tugas-tugas saya sebagai sekretaris Bapak apa aja. Dia juga jelasin sekalian kasih catatan menu-menu sarapan pagi Bapak apa aja, tapi Pak Kevin nggak ngasih tahu saya kalau harus siapin sarapan Bapak berapa porsi. Apa saya perlu buatkan lagi, Pak?"
Julian sempat menghela napas berat. Namun, kemudian ia bersedekap. "Jadi kamu cuma bikin satu porsi sarapan pagi ini?"
"Iya, Pak."
"Kenapa nggak dua porsi?"
"Soalnya setahu saya dulu Bapak makannya nggak banyak."
"Memang aku makannya nggak banyak, tapi seharusnya kamu buat dua porsi sekalian buat kamu juga."
"Oh, saya nggak perlu, Pak. Saya buat sarapan buat Bapak aja."
"Memangnya kamu udah sarapan?"
Maulia menggeleng. "Belum sih, Pak. Nanti saya sarapan di kantor aja."
"Nggak akan sempat sarapan kamu kalau udah di kantor. Mulai besok kamu harus siapkan dua porsi sarapan pagi!"
"Baik, Pak."
Julian berlalu pergi meninggalkan ruang tamu menuju ruang makan. Ia duduk di salah satu kursi dan menyesap teh hangat buatan Maulia. Seketika ia terdiam sejenak merasakan teh hijau itu, barulah meneguknya.
"Rasanya masih sama seperti dulu. Nggak berubah," gumamnya dalam hati. Lalu ia mulai menyantap sarapan pagi yang dibuat oleh tangan Maulia, menikmatinya dengan perlahan-lahan sampai makanan itu habis.
Setelah merasa cukup mempelajari jadwal Julian hari ini, Maulia pun bangkit dari sofa dan menghampiri Julian yang masih duduk di ruang makan dengan jari telunjuk yang tengah mengetuk-ngetuk permukaan meja makan.
"Permisi, Pak."
Mendengar Maulia memanggilnya, Julian langsung menoleh dan menarik tangannya dari atas meja.
"Kenapa?"
"Ini sudah jam 8, Pak. Waktunya berangkat ke kantor." Maulia mengingatkan Julian yang seakan-akan melupakan hal tersebut.
"Oh iya, aku hampir lupa."
"Bapak melamun ya?" tanya Maulia memastikan. Ia baru pertama kali melihat Julian melamun karena sejak mereka masih terikat dalam pernikahan tak pernah sekalipun ia melihat suaminya diam dengan pandangan kosong seperti tadi.
"Ya, karena terlalu banyak pekerjaan yang memenuhi kepalaku sampai nggak sadar malah melamun. Ya sudah, kita berangkat sekarang!" Julian membuang napas dan segera bangkit dari kursi.
Namun, Maulia yang menyadari ada yang kurang dengan Julian segera pergi menuju walk in closet. Lalu ia kembali dengan membawa dasi di tangan.
"Pak, dasinya hampir kelupaan." Maulia menyodorkan dasi berwarna hitam itu di hadapan Julian.
"Oh ya, ini pakaikan!"
"Saya yang pakaikan, Pak?"
"Iya dong, memangnya Kevin nggak kasih tahu kamu soal itu?"
"Oh, Pak Kevin pasti lupa." Maulia pun bergegas memakaikan dasi tersebut. Matanya fokus pada benda tersebut tanpa ingin menaikkan pandangannya ke wajah Julian yang tengah menatapnya.
"Sudah selesai, Pak. Mari kita berangkat!" Maulia membentangkan tangan, mempersilakan Julian untuk melangkah di depannya. Pria itu pun langsung melangkahkan kaki diikuti oleh Maulia di belakangnya.
Setelah menuruni griya tawang tempatnya tinggal dan turun ke lantai 1, mobil mewah Julian yang dikendarai oleh sopir pribadinya sudah menunggu tepat di depan pintu keluar lobi apartemen. Sopir yang menunggu di depan langsung membukakan pintu setelah melihat kemunculan majikannya.
"Silakan, Pak."
Julian langsung masuk dan duduk di kursi belakang. Sementara itu, sebelum pintu ditutup oleh sopir, Julian menyuruh Maulia yang hendak duduk di kursi depan untuk duduk di sebelahnya.
Selama di perjalanan Julian tampak sibuk dengan ponsel kerjanya yang diberikan oleh Maulia saat terdapat panggilan dan dilanjut dengan pesan yang masuk. Ya, Kevin menyerahkan sebuah ponsel khusus Julian yang digunakan terkait pekerjaan. Ponsel itu akan dipegang oleh Maulia sebagai sekretaris pribadinya dan diberikan pada Julian jika dibutuhkan seperti saat hari ini.
Setelah selesai membalas pesan, Julian mengembalikan ponsel tersebut pada Maulia.
"Ini jadwal Bapak hari ini." Setelah memasukkan ponsel ke dalam tas, Maulia mengeluarkan tablet yang berisi jadwal-jadwal Julian dan memberikannya pada sang atasan untuk dilihat.
"Ok!" Hanya beberapa detik Julian melihat layar tablet tersebut dan langsung mengembalikannya pada Maulia.
"Dia bisa baca secepat itu? Kok bisa? Apa jangan-jangan dia nggak baca jadwal yang udah capek-capek aku buat?" batin Maulia bertanya-tanya dengan perasaan kesal.
"Dim, drive thru di restoran cepat saji bentar ya!" ucap Julian pada sopir yang langsung mengangguk.
"Siap, Pak."
Setibanya di antrean drive thru restoran cepat saji yang menjadi solusi bagi Julian sejak memutuskan tinggal di Surabaya, pria itupun bertanya pada Maulia tanpa menoleh. "Kamu mau pesan makan apa buat sarapan?"
Maulia yang ditanya sontak terkejut. "Nggak usah repot-repot, Pak."
"Aku nggak suka dengar jawaban seperti itu. Mau pesan apa?"
"Apa aja deh, Pak. Burger atau kentang goreng juga boleh." Maulia menjawab dengan bingung karena kejadiannya sangat cepat. Ia tidak menyangka Julian akan membelikannya sarapan dan itu membuatnya merasa sedikit dipedulikan.
"Dim, pesenin beef burger sama kentang goreng dua ya!" titah Julian pada sopirnya yang bernama Dimas.
"Siap, Pak."
"Loh kok dua, Pak?" tanya Maulia lagi dengan alis yang saling bertaut.
"Biar kamu kenyang. Aku nggak mau ya baru hari pertama kerja jadi sekretarisku kamu langsung sakit. Kalau kamu sakit, gaji kamu aku potong!"
"Baik, Pak. Terima kasih ya, Pak." Maulia tersenyum sebelum akhirnya memalingkan wajah. Walau perkataan Julian ketus, tetapi terdapat kebaikan di dalamnya.
Setelah pesanan selesai, mobil pun kembali melaju menuju perusahaan yang jaraknya cukup dekat dari restoran tadi. Hanya butuh waktu 5 menit, mobil berhenti tepat di pelataran lobi perusahaan. Kepala dan staf keamanan tampak berbaris di depan lobi untuk menyambut kedatangan sang presdir. Salah satunya bertugas membukakan pintu mobil untuk Julian dan mempersilakannya turun setelah Maulia turun lebih dulu dan tersenyum menyapa semuanya.
Kevin memang memperingati Maulia untuk selalu tersenyum, menjadikan senyum adalah tugas terpenting karena yang dilayaninya adalah bos yang dingin dan sangat serius.
Begitu Julian keluar dari mobil, petugas keamanan yang berbaris memberikan salam hormat dengan membungkukkan setengah badan. Kemudian Julian melangkah memasuki lobi dan diikuti oleh Maulia. Di belakang Maulia juga terdapat 8 staf keamanan yang herjalan untuk mengamankan presdir sampai di lift.
Semua pandangan seketika menoleh pada sosok yang datang. Mereka semua menyapa dan tidak lupa memberikan salam hormat. Aura Julian sangat kuat dan berkharisma membuat karyawan wanita maupun pria dibuat terpesona.
Di sana tidak hanya Julian yang jadi pusat perhatian, tetapi sebagian orang-orang yang mengenal Maulia dibuat takjub akan sosoknya. Maulia yang tadinya dikenal sebagai staf marketing executive naik jabatan dan ditunjuk langsung oleh presiden direktur untuk menjadi sekretaris pribadi, tentunya hal itu seketika menggemparkan seisi kantor.
Beberapa orang tidak heran dengan apa yang dicapai oleh Maulia. Wanita itu memang dikenal handal dalam pekerjaan, selalu mencapai target, dan beberapa kali mendapat penghargaan sebagai karyawan teladan. Tidak hanya berbakat dalam berkarir sebagai staf marketing, Maulia juga memiliki penampilan yang menunjang untuk duduk di kursi sekretaris presdir, wajahnya cantik, murah senyum, dan senyumnya terlihat manis. Tubuhnya tinggi dan berkulit putih. Belum lagi rambutnya yang selalu terikat saat datang ke kantor membuat leher jenjangnya tampil mempesona. Nyaris tidak ada kekurangan yang dicari oleh karyawan di sana. Maka dari itu banyak karyawan pria bahkan sampai atasan yang coba mendekati Maulia, tetapi wanita itu selalu menolak dengan halus saat diajak menjalin hubungan demi menjaga profesionalisme.
Julian sempat menangkap pandangan beberapa karyawan pria yang menatap penuh pesona pada Maulia yang memang dituntut berpenampilan menarik sejak mulai bekerja sebagai sekretarisnya. Ya, pagi itu Maulia datang ke apartemennya dengan menggunakan rok span belah belakang di atas lutut berwarna hitam dan kemeja polos berwarna merah muda. Jika biasanya Maulia lebih sering menggunakan celana panjang atau rok di bawah lutut, jadi hari ini penampilannya tampak berbeda dari biasanya.
"Kenapa mereka lihat Maulia seperti itu sih? Kurang ajar!" gumam Julian yang matanya menyipit sambil mengepalkan sebelah tangan.